Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

MEREORIENTASI SURAT BERHARGA NEGARA (Kontan, 26 Oktober 2010, Hlm. 23)

Gambar
  Oleh: Khairunnisa Musari* Utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) terus meningkat. Sebagai instrumen utama pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), SBN dibutuhkan antara lain untuk membiayai kembali utang lama yang jatuh tempo. Ke depan, reorientasi SBN dibutuhkan agar APBN tidak terjebak ke dalam perangkap utang gaya baru. Pascakrisis, persentase utang pemerintah yang berasal dari SBN terus meningkat. Beralihnya pembiayaan defisit anggaran yang bersumber dari non-utang menjadi utang merupakan penyebab utama. Pembiayaan yang bersumber dari utang sebelumnya berasal dari pinjaman dalam negeri (DN) dan luar negeri (LN). Dalam perkembangannya, instrumen pinjaman beralih pada SBN.  Sejak 2005, SBN telah menjadi sumber utama pembiayaan utang. Hingga Agustus 2010, dari total nilai utang pemerintah yang sebesar USD 182,97 miliar, sebesar USD 65,53 miliar berasal dari pinjaman dan sisanya sebesar USD 117,43 miliar berasal dari SBN. Jika dikonversi dalam bentuk rupia

Ekonomi Zakat (Radar Jember, Perspektif, 16 Oktober 2010)

Gambar
*Artikel ini adalah Edisi Perpisahan. Artikel ini menjadi artikel terakhir dari kolom ekonomi Perspektif di Radar Jember yang saya isi setiap Sabtu. Karena sejumlah pertimbangan, utamanya dari sisi waktu, saya mengajukan pengunduran diri setelah 9 bulan menjadi kolumnis di kolom ekonomi ini. Semoga minggu depan kita akan bertemu wajah baru dan ide-ide baru yang akan mewarnai kolom ekonomi Perspektif. Besar harapan saya, artikel-artikel ini membawa manfaat bagi perkembangan ekonomi daerah, regional, dan nasional. Terima kasih untuk kesempatan dan kepercayaan Radar Jember. Terutama Mas Hari yang telah merekomendasikan saya pada manajemen. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan. Sampai bertemu lagi di lain kesempatan* Akhir September lalu, Yogyakarta menjadi tuan rumah World Zakat Forum (WZF). WZF adalah konferensi internasional yang membahas masalah perzakatan dunia. Sebagaimana temanya ‘to strengthen the role of zakat in realizing the welfare of ummah through international

YUK, MENABUNG SAMPAH!!! (Radar Jember, Perspektif, 9 Oktober 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Tanyalah pada saya, apa yang ingin bisa saya lakukan di masa depan. Saya bisa pastikan bahwa salah satunya adalah mendirikan bank sampah. Hehehe, jangan ketawa. Ini serius. Cukup suami saya saja yang selalu berkerenyit, kemudian tersenyum simpul sembari geleng-geleng kepala, lalu terkekeh-kekeh mendengar daftar keinginan saya yang ‘aneh-aneh’. Ya, saya tertarik dengan urusan persampahan ini karena tak tega melihat botol kaca, botol plastik, kertas, dan lain-lainnya yang terbuang begitu saja. Padahal, jika mau kreatif, sampah-sampah tersebut bisa dimanfaatkan. Untuk sampah-sampah organik, saya biasa menguburnya di halaman rumah. Metode biopori coba saya terapkan dengan menggunakan versi saya sendiri. Tanah digali secara random, kemudian sampah-sampah organik saya kubur. Saya membayangkan, metode ini sudah cukuplah untuk ikut serta menghijaukan bumi. Binatang-binatang di bawah tanah dapat makanan sehingga mereka dapat bekerja menyuburkan tanah dan tanaman. Ya

BMT, RIWAYATMU KINI.... (Radar Jember, Perspektif, 2 Oktober 2010)

Gambar
  Oleh: Khairunnisa Musari Sepekan lalu, seorang kawan di Semarang meng-add akun pertemanan Facebook milik saya. Ia mengirim personal message (PM) Inbox di Facebook menanyakan apakah saya masih mengingatnya. Tentu saja saya mengingatnya. Saya pun bercerita bahwa saya mengunjungi tempat praktik ayahnya beberapa waktu lalu. Ayahnya adalah seorang dokter spesialis THT ternama di kota Lumajang. Berikutnya, dalam balasan PM, ia bercerita bahwa ia sudah mengetahui pertemuan saya dengan ayahnya. Justru ayahnya lah yang menyuruh kawan saya itu mencari saya di jejaring Facebook. Singkat cerita, kawan saya itu memperoleh tawaran untuk mendirikan baitul mal wat tamwil (BMT). Dia ingin tau apa itu BMT? Mmm... ya, saya ingin mengulas topik BMT dalam Perspektif kali ini. BMT adalah sebuah lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi simpan pinjam. Di Indonesia, lembaga ini belakangan populer seiring dengan semangat umat Islam untuk mencari model ekonomi alternatif pascakrisis. Konsep BMT a

MENDESAK BACK-UP RUPIAH (Harian Kontan, 29 September 2010, Hlm. 23)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari* Rancangan Undang-Undang (RUU) Mata Uang termasuk dalam daftar Program Legislasi Nasional RUU prioritas Tahun 2010. Semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati RUU dilanjutkan pembahasannya di tingkat panitia kerja (Panja). Pada periode 2004-2009, RUU Mata uang sudah pernah digodok oleh DPR. Namun RUU tersebut gagal di-UU-kan. Pada periode 2009-2014, RUU ini kembali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional RUU prioritas Tahun 2010. RUU Mata Uang merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 23 B yang berbunyi ”macam dan harga mata uang ditetapkan dengan UU”. RUU yang terdiri dari 12 Bab dan 46 Pasal ini mengatur pengelolaan mata uang, mulai dari proses perencanaan hingga proses pemusnahan. Selain itu, RUU ini juga mengatur kewajiban penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran dan penanganan peredaran uang palsu. Dari 172 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU tersebut, sebanyak 52 DIM disetujui DPR. Sisanya 120 D

DAYA SAING KAKAO (Judul Asli: CHOCOLATE FROM JEMBER (2), Radar Jember, Perspektif, 25 September 2010)

Oleh: Khairunnisa Musari Tulisan bersambung ini masih bicara tentang cokelat. Juga tentu saja tentang kakao. Sekedar flash-back, tulisan ini bermula dari sahabat keluarga yang bernama Om Bagyo yang memberi budget hadiah untuk Naj, anak saya yang kedua. Dengan budget yang ada, saya membelikan Naj bermacam-macam camilan, makanan, dan minuman. Salah satunya yang pasti tidak boleh ketinggalan adalah cokelat. Ketika mencicipi cokelat, suami menyeletuk tentang bahan baku cokelat impor tersebut yang mungkin saja berasal dari Jember. Singkat cerita, cokelat sesungguhnya juga bisa menjadi ikon kota suwar-suwir ini. Keberadaan Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka)-lah yang menjadikan Jember layak untuk menjadi pelaku utama dalam industri kakao nasional. Dari sisi pasokan, mengacu pada Statistik Perkebunan Indonesia (2006-2008), kemampuan produksi Jember pada 2006 sebanyak 5.977 ton dengan lahan yang sudah digunakan seluas 5.013 ha. Sedangkan Bondowoso berkemampuan produksi sebanyak 225 to

CHOCOLATE FROM JEMBER (1) - (Radar Jember, Perspektif, 14 September 2010)

Oleh: Khairunnisa Musari* Lebaran kemarin hampir bersamaan dengan ultah Naj, anak saya yang kedua. Seorang sahabat di Surabaya memberikan saya budget untuk berbelanja apa saja yang menjadi kesukaan Naj sebagai hadiah ultah. Saya katakan, hadiah yang paling bisa berkesan dan menyenangkan Naj adalah makanan. Sebab, Naj belum bisa menghargai pemberian dalam bentuk materi yang lain selain makanan. Akhirul kalam, saya membelikan camilan, susu kotak instan rasa coklat, dan tentu saja cokelat itu sendiri sebagai hadiah ultah beratasnamakan Om Bagyo. Ya, anak-anak saya biasa memanggilnya Om Bagyo. Mereka bersahabat dan cukup rutin berkomunikasi via SMS. Nau, anak saya yang sulung, pun ikut kecipratan dan mendapat jatah hadiah dari budget yang diberikan Om Bagyo. Ketika anak-anak menikmati cokelat batangan, suami saya memperhatikan label yang tertera di pembungkus cokelat tersebut. Ia kemudian menyeletuk, “Jangan-jangan cokelat impor ini sebenarnya bahan bakunya dari Jember. Kualitas cok

EKONOMI MUDIK (Radar Jember, Perspektif, 4 September 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari* Lantunan lagu Opick Ramadhan Tiba menjadi pengantar para penumpang kereta api Sancaka Sore saat itu. Ya, saya yang dalam pekan ini melakukan perjalanan ke Yogyakarta menggunakan Sancaka Sore merasakan sekali hangatnya suasana Ramadhan. Ketika tiba waktu berbuka, petugas kereta menyampaikannya kepada para penumpang dengan pengeras suara. Para penumpang yang sedang berpuasa pun bergegas menyantap bekal berbuka yang dibawa. Selisih 3 hari, saya kembali ke Surabaya masih dengan kereta api. Tapi kali ini dengan Mutiara Selatan. Cukup melelahkan. Saya merasa seperti pemudik. Bukan karena menanti lama di Stasiun Tugu hampir 4 jam kala dini hari. Bukan juga karena harus menahan kantuk karena kereta telat hingga 1,5 jam. Tapi karena harga tiket yang mencengangkan karena naik berlipat-lipat sehingga membuat kantuk saya hilang seketika. Ya, naiknya harga tiket hanya salah satu fenomena kegiatan ekonomi menjelang lebaran. Banyaknya pengguna loyal jasa transportasi massal

Opportunity Cost Utang Indonesia (Harian Kontan, Opini, 31 Agustus 2010, Hlm. 22, Full Version)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Pembayaran utang Indonesia memakan porsi besar dari APBN. Jika pembayaran pokok dan bunga utang melampaui anggaran pembangunan dan terus menggerus penerimaan negara, maka negeri ini menanggung opportunity cost yang besar yang sesungguhnya dapat digunakan untuk pembangunan. Dalam Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia (RI) 16 Agustus lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan capaian perekonomian Indonesia dalam setahun terakhir. Salah satu yang dinyatakan adalah rasio utang atas Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun signifikan, yakni 27,8 persen. Angka rasio ini dinyatakan sabagai salah satu yang terendah dalam sejarah Indonesia. Berdasarkan rilis data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, rasio utang Indonesia terhadap PDB sesungguhnya jauh lebih rendah dari apa yang disampaikan Presiden SBY. Per-31 Juli 2010, rasio utang Indonesia sebesar 26 persen dengan posisi utang mencapai Rp 1,625.63 triliun dan

TKI dan Masa Depan MEreka (Radar Jember, Perspektif, 28 Agustus 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Saya: Mau mengurus paspor, Mbak? TKI: Iya, saya mau perpanjangan. Saya: Kerja di Malaysia ya, Mbak? TKI: Iya, saya pernah kerja lama di sana. Ini mau ke sana lagi. Kalau Mbaknya? Saya: Saya mau ngurus untuk keperluan sekolah. TKI: Mbaknya ini perpanjangan atau baru pertama kali buat paspor? Saya: Baru pertama kali. TKI : Haaaaa... Berarti Mbaknya belum pernah ke luar negeri dong?!! Ya, saya masih ingat betul percakapan yang pernah terjadi sekitar 3 tahun lalu di ruang tunggu Kantor Imigrasi Kabupaten Jember. Saya bermaksud mengajak ngobrol perempuan yang duduk di sebelah saya. Niat baik untuk menyapa ramah, ternyata berbuntut kedongkolan. Hehehe, betapa tidak. Ekspresi perempuan itu membelalakkan mata ketika mendengar saya belum pernah ke luar negeri. Entahlah, respon demikian karena memang tak percaya atau menertawakan. Yang jelas, perempuan itu kemudian fasih bercerita tentang bagaimana negeri jiran yang selalu disebutnya “luar negeri” itu. Bisa jadi

DULU AKU SUKA PADAMU... (YA YA YA) - (Radar Jember, Perspektif, 21 Agustus 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Dulu aku suka padamu dulu aku memang suka (ya-ya-ya) Dulu aku gila padamu dulu aku memang gila (ya-ya-ya) Sebelum aku tahu kau dapat merusakkan jiwaku (o-o, o-o) Sebelum aku tahu kau dapat menghancurkan hidupku (o-o, o-o) Ada yang bisa menebak judul tembang di atas? Ya, betul sekali. Itu lagu Miransatika-nya Raja Dangdut Indonesia Rhoma Irama. Bagi bapak-bapak dan ibu-ibu yang menggemari Bang Rhoma, pastilah bisa melanjutkan dendang tersebut. Pesan penting yang ingin disampaikan Bang Haji tercermin pada larik akhirnya. Gara-gara kamu orang bisa menjadi gila... Gara-gara kamu orang bisa putus sekolah... Gara-gara kamu orang bisa menjadi edan.. Gara-gara kamu orang kehilangan masa depan... Bukan tanpa sebab saya mengawali tulisan ini dengan berdangdut ria ala Pak Haji Rhoma. Pesan moral yang disampaikan Pak Haji tentang dampak minuman keras (miras) rasanya patut mendapat tempat dalam Perspektif di bulan Ramadan kali ini. Terlebih mengingat kian santernya peredara

MARHABAN YA KONSUMTIVISME (Radar Jember, Perspektif, 14 Agustus 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari* Bulan puasa telah tiba. Puasa yang sejatinya adalah pengendalian diri, ternyata tak berkorelasi dengan menurunnya permintaan berbagai kebutuhan. Marhaban ya Ramadhan justru berkorelasi dengan Marhaban ya Konsumtivisme. Bapak-bapak, ibu-ibu, mas-mas, mbak-mbak, tiga hari kemarin, menu buka puasanya apa saja? Saya yakin, pasti menunya berbeda daripada hari-hari biasa. Yang hari biasa minum air putih atau segelas teh, pasti sedikit banyak berubah menjadi es buah, es kolang kaling, es cao, soda gembira, setup, kolak, sirup, jus atau yang lainnya. Begitu juga yang hari biasa makan dengan tahu tempe atau sayur secukupnya, pasti sedikit banyak kini berubah menjadi hidangan lauk pauk dan masakan sayur beraneka ragam. Ya, sajian kala berbuka puasa memang lazim beraneka warna. Perubahan yang terjadi tidak hanya dari sisi kualitas, tetapi juga kuantitas. Pada tataran inilah yang secara agregat mempengaruhi keseimbangan penawaran dan permintaan di pasar. Pola yang terbent

RUMAH TANI, RUMAH KITA, ADA DI SINI (Radar Jember, Perspektif, 7 Agustus 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Haruskah kita beranjak ke kota Yang penuh dengan tanya Lebih baik disini, rumah kita sendiri Segala nikmat dan anugerah yang kuasa Semuanya ada disini Rumah kita Ada di sini Itulah sepenggal lagu Rumah Kita yang pernah dinyanyikan God Bless. Lagu ini tiba-tiba saja terngiang di kepala saya ketika mengikuti Forum Diskusi dengan stakeholder pertanian Kabupaten Jember pada hari Rabu lalu. Seperti yang diulas RJ kemarin selama 2 hari berturut-turut, wacana pembentukan Sub Terminal Agribisnis (STA) disambut hangat oleh para stakeholder pertanian. Hadirnya Pasar Induk Agrisbisnis Puspa Agro di Sidoarjo, ditambah lagi testimoni sejumlah petani yang telah merasakan manfaat di dalamnya, semakin menguatkan keinginan para peserta forum untuk mewujudkan gagasan Komisi B DRPD untuk mendirikan STA di Kabupaten Jember. Secara pribadi, saya mengapresiasi gagasan ini. Setidaknya ada 5 alasan utama. Pertama, potensi alamiah Kabupaten Jember memang didominasi oleh sektor perta

PARIWISATA BUDAYA (Radar Jember, Perspektif, 31 Juli 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Akhir pekan ini, Kabupaten Jember didapuk oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) untuk menggelar Festival Permainan Tradisional Anak-Anak Nusantara. Festival ini merupakan rangkaian peringatan Hari Anak Nasional sekaligus juga rangkaian kegiatan Pekan Budaya, Seni dan Film (PBSF) 2010. Permainan tradisional anak-anak memang memiliki nilai budaya tinggi. Permainan tradisional anak-anak merupakan pusaka budaya yang mengandung nilai-nilai keluhuran yang tercermin dari semangat dan filosofi permainannya. Sejumlah permainan tradisional anak-anak, seperti: calak cadang, ganding, gobak sodor, petak umpet, bekelan, dakon engkel, dan egrang mencerminkan semangat kejujuran, sportifitas, dan kegigihan. Pesan yang ingin ditanamkan adalah kerja sama dan saling membantu. Terpilihnya Jember sebagai tuan rumah tentu bukanlah tanpa sebab. Potensi budaya pasti menjadi dasar pertimbangan utama disamping sejumlah pakar budaya ternama yang berasal dari kota ini.

RUMPUN AKSARA UNTUK ANAK INDONESIA (Radar Jember, Perspektif, 24 Juli 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Beberapa waktu lalu, ketika liburan anak sekolah, saya menjanjikan anak-anak untuk mengunjungi sebuah taman bacaan di Desa Panti, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember. Dengan modal dua kardus kecil berisi buku-buku pelajaran sekolah bekas, kertas mewarnai, dan sejumlah aneka bacaan, saya mengajak anak-anak berkunjung ke sana. Taman bacaan yang kami kunjungi itu bernama Rumpun Aksara. Untuk mencapai lokasi, kami harus melewati jalan setapak, melalui kandang sapi, kambing, dan rumah-rumah penduduk. Taman bacaan yang berangkat dari ide Rumah Dunia milik Gola Gong, penulis novel Balada Si Roy, memang bertempat di tengah-tengah pemukiman penduduk desa yang cukup padat. Jangan bayangkan taman bacaan Rumpun Aksara semegah taman bermain di kota-kota besar. Jika Rumah Dunia mempunyai empat bangunan sederhana untuk perpustakaan anak-anak dan remaja, teater terbuka, dan tempat diskusi, maka Rumpun Aksara hanya memiliki 2 bangunan kecil sederhana. Yang satu, dengan ukuran sek

REFORMASI AGRARIA (Radar Jember, Perspektif, 17 Juli 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Jujur saja, saya agak khawatir menulis topik ini pada Perspektif. Tapi, rasanya penting buat saya untuk membahasnya. Bukan untuk memihak. Tapi untuk mengajak semua pihak terkait berembuk agar persoalan yang ada menjadi berujung dan membawa kebaikan bersama. Terlebih lagi, dengan periode baru dari Pemkab Jember yang diharapkan dapat membawa perubahan yang lebih baik dalam mengemban amanah masyarakat. Mungkin masih ada yang ingat tentang sengketa tanah perkebunan kopi Ketajek seluas 17 hektar antara masyarakat dengan Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP), badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemkab Jember? Konon, tanah sengketa tersebut pada mulanya adalah tanah hasil babatan masyarakat pada tahun 1942. Para petani kemudian mengajukan surat permohonan kepemilikan kepada pemerintah. Pada tahun 1964, Kementerian Agraria mengabulkan permohonan tersebut. Namun, 10 tahun kemudian masyarakat pemilik tanah tersebut diusir dari tanahnya karena dijadikan perkebunan oleh PDP