Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2008

Obligasi Daerah, Sudah Siapkah Jember? (Radar Jember, 28 Oktober 2008)

Oleh: Khairunnisa Musari* Mengingat besarnya nilai transaksi investor lokal Jember dan sekitarnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember diharapkan dapat memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif pendanaan pembangunan melalui obligasi daerah (Radar Jember, 23 Oktober 2008). Pertanyaannya, sudah siapkah Jember mewujudkannya? Penerbitan obligasi memang merupakan alternatif pembiayaan yang relatif murah. Dana yang bisa diperoleh cukup besar. Namun demikian, banyak konsekuensi yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah (Pemda) sebagai issuer. Pertama, Pemda dituntut untuk memiliki kapasitas fiskal untuk dapat menerbitkan obligasi daerah. Sebab, meskipun penerbitan dan penjualan obligasi daerah dapat merengguk manfaat yang besar bagi pembangunan ekonomi daerah, namun obligasi ini memiliki potensi risiko yang tinggi. Kedua, konsekuensi logis dari penerbitan obligasi adalah tuntutan transparansi dan akuntabilitas oleh investor kepada Pemda sebagai issuer . Inv

Sengonisasi, Dari Lumajang Untuk Masa Depan (Radar Jember, 21 Oktober 2008)

Oleh: Khairunnisa Musari* Awal Oktober ini, Lumajang memperoleh pujian dari Menteri Kehutanan (Menhut) atas program sengonisasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Menhut menilai, sengonisasi di Lumajang sangat sukses karena tidak hanya membantu pemerintah dalam melaksanakan program penghijauan, tetapi juga membantu masyarakat setempat dalam peningkatan kesejahteraan. Sengonisasi adalah program penghijauan dengan menanam pohon sengon jenis albasia. Diperkirakan ada sekitar 400 hektar lahan di Lumajang yang ditanami pohon sengon jenis ini. Meskipun pohon jenis ini memiliki kelemahan mudah patah bila diterjang angin, namun masyarakat Lumajang terbukti cukup mampu mengeliminirnya. Oleh karena itulah, Perusahaan Umum (Perum) Perhutani menargetkan dalam waktu 5 tahun ke depan akan ada sekitar 2.500 hektar hutan di Lumajang yang ditanami pohon sengon. Seiring kian maraknya sengonisasi, tak heran jika di Lumajang kini berjamuran pabrik-pabrik pengolahan pohon sengon. Kehadiran pabri

Merumuskan Solusi Kelangkaan Pupuk Bersubsidi (Radar Jember, 15 OKtober 2008)

Oleh: Naurah Najwa Hairrudin Beberapa pekan terakhir, petani di wilayah Jember dan Lumajang digelisahkan oleh tiadanya ketersediaan pupuk bersubsidi. Konon, kelompok tani sudah memperoleh jatah pupuk yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanah garapan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan jatah pupuk yang diterima kelompok tani kurang dari kebutuhan. Jika disimak, persoalan langkanya pupuk bersubsidi sesungguhnya bukan problem baru, tetapi sudah menjadi problem tahunan. Setiap kali menjelang musim tanam, pupuk melambung tinggi. Selain tingginya harga, stok pupuk di tingkat pengecer juga mulai sedikit. Kerap kali stok pupuk yang sampai di tingkat pengecer hanya setengah dari total kebutuhan pupuk di titik lokasi. Untuk 2008, pemerintah telah berjanji akan menambah persediaan pupuk untuk masa tanam hingga 2009. Dengan meningkatnya aktivitas pertanian di beberapa provinsi, pemerintah berkomitmen untuk menambah belanja pupuk bersubsidi. Penambahan persediaan pupuk ini tertuang dalam Pe

Antara Krisis Finansial Global, Pertanian, dan Unej (Radar Jember, 14 Oktober 2008)

Oleh: dr. Hairrudin, M.Kes (Staf Pengajar FK-Unej) Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Ekonomi Islam Unair) Krisis finansial yang melanda dunia kini berimbas pada perekonomian Indonesia. Meski berusaha disangkal, pengaruh resesi Amerika Serikat (AS) terhadap perekonomian Indonesia tampaknya tidak terelakkan. Tutupnya Bursa Efek Indonesia (BEI) beberapa waktu lalu menjadi bukti nyata betapa perekonomian global berdampak serius terhadap ekonomi negeri ini. Sektor yang pertama kali terkena imbas dari pelemahan pertumbuhan ekonomi global adalah sektor finansial yang memiliki keterkaitan dengan AS. Langkah Bank Sentral AS yang terus menurunkan tingkat suku bunga, dengan konsekuensi melemahnya nilai tukar dolar AS, tampaknya tidak cukup untuk membendung terjadinya resesi. Dilihat dari sumber resiko yang memicu persoalan krisis, kondisi saat ini jauh lebih besar dibanding tahun 1997-1998. Pada 1997-1998, pemicu krisis adalah faktor eksternal, yaitu kolapsnya Thai Bank. Saat ini, pemicu krisis a

Lebaran dan Ekonomi Pulang Kampung (Radar Jember, 9 Oktober 2008)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Prodi Ekonomi Islam Unair) Sepekan terakhir dan sepekan ke depan, bisa dipastikan ekonomi daerah mengalami lonjakan signifikan. Para pemudik dan remitansi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri (LN) menjadi pengungkit ekonomi daerah. Inilah potret ekonomi pulang kampung di Indonesia yang berpotensi menjadi penggerak pembangunan investasi di daerah. Setiap kali lebaran, hampir semua sektor bisnis menikmati gurihnya geliat ekonomi. Dapat dipastikan, roda ekonomi bergerak laju. Mulai dari usaha sembako, bisnis ritel, parsel, transportasi, telekomunikasi, hingga industri kreatif hampir semuanya mampu mendulang keuntungan di momen ini. Yang patut dicermati dalam fenomena lebaran khas Indonesia adalah budaya mudik dan tingginya remitansi TKI. Kedua hal tersebut menyebabkan arus uang masuk dan menyebar ke daerah, serta mendorong geliat ekonomi daerah. Hal ini yang perlu ditangkap pemerintah agar arus uang tersebut tidak habis untuk konsumsi, tetapi

Rentannya Sistem Moneter Kita (Republika, 29 September 2008)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Prodi Ekonomi Islam Unair) Belakangan ini, pasar bursa sarat dengan sentimen negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan hingga level terendah di tahun ini. Anjloknya harga minyak mentah dunia dan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menekan pasar. Rupiah bahkan hampir menyentuh level Rp 9.500. Tingginya suku bunga perbankan menyebabkan minimnya likuiditas di pasar. Terlebih lagi, setelah Bank Indonesia (BI) Rate dinaikkan hingga 9,25 persen. Ada apa? Jika mencermati fenomena tersebut di atas, kita bisa melihat betapa sistem moneter Indonesia dan dunia sesungguhnya rapuh dan rentan terhadap berbagai gejolak. Tidak ada satupun yang mampu mengendalikannya. Sifat sektor moneter akan menuju hal-hal yang bersifat jangka pendek, spekulatif, dan mobile. Siapapun yang mengikuti langgamnya, maka hanya akan menjadi bulanannya. Jika kita simak, anomali ekonomi mikro-makro dan ”growth paradox” antara sektor keuangan-riil, serta tu