Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2010

KEMANDIRIAN PEREMPUAN (Radar Jember, Perspektif, 24 April 2010, Hlm. 1)

Oleh: Khairunnisa Musari Tanggal 21 April kemarin, kita memperingati Hari Kartini. Meski terdapat polemik terkait layaknya Kartini sebagai simbol emansipasi perempuan, namun Hari Kartini lazim direfleksikan sebagai momen dari simbol perjuangan perempuan Indonesia dalam mengangkat harkat martabatnya. Tahun ini, peringatan Hari Kartini bertepatan dengan 106 tahun wafatnya Kartini dan 2 tahun pasca peringatan satu abad kebangkitan bangsa dan 10 tahun reformasi. Meski waktu sudah banyak berselang, namun realitas menunjukkan perempuan masih kerap termarjinalkan. Meski jumlah perempuan jauh lebih besar dari laki-laki, namun keberadaan perempuan masih kerap terabaikan. Persoalan perempuan sesungguhnya adalah isu global meski problem yang muncul antara negara maju dan negara berkembang memiliki titik kulminasi berbeda. Pada kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia, persoalan perempuan banyak berkutat pada problem himpitan ekonomi, praktek diskriminasi, ketimpangan struktur sosial-buda

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

Oleh: Khairunnisa Musari Kalau lagi musimnya, buah kenitu paling gampang kita temui di sepanjang jalan Kali Bondoyudo antara Jatiroto, Lumajang, hingga Batu Urip, Kecamatan Sumber Baru, Jember. Biasanya, penjual buah kenitu berderet dengan jarak tidak lebih dari 7-8 meter. Buahnya biasa ditata bertumpuk dalam 1 baskom besar yang memuat 10-15 buah. Harganya relatif murah dan masih bisa ditawar. Waktu saya kecil, saya mengira buah kenitu hanya ada di Desa Wotgaleh, Kecamatan Yosowilangun. Dulu setiap kali liburan ke Lumajang, saya memang tidak pernah melewatkan kunjungan ke kampung leluhur di Wotgaleh. Dan hanya di sana saya bisa menemukan buah kenitu. Masyarakat Wotgaleh menyebutnya buah manecu. Sayang, sekarang pohon-pohon kenitu itu sudah tidak ada. Saya justru banyak menemukannya di sekitar Yosorati-Sadengan, Kecamatan Sumber Baru, Jember. Ya, ada yang mengatakan bahwa buah ini termasuk langka dan hanya banyak ditemui di sekitar Jember, Lumajang, Bondowoso, dan Situbondo. Bisa jadi b

BATIK (Radar Jember, Perspektif, 10 April 2010, Hlm. 1)

Oleh: Khairunnisa Musari* Jalan-jalan ke Karang Duren Banyak perempuan cantik di sana Kalau anda ingin tampil keren Yuk, kita pake batik aja!!! Coba dech, buka lemari baju kita! Saya yakin, sedikitnya ada 1 baju batik yang tersimpan di sana. Sejak ditetapkan sebagai warisan budaya milik Indonesia oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 lalu, batik memang menjadi booming . Apalagi dengan adanya himbauan pemerintah untuk mengenakan batik pada hari Jumat, menyebabkan batik kian laris manis. Setiap orang setidaknya memiliki 2 atau 3 baju batik. Bicara mengenai batik, pasti banyak yang belum tahu kalau Jember, Lumajang, dan Bondowoso punya kerajinan batik!!! Iya, batik!!! Seperti halnya batik Yogya, Solo atau Pekalongan yang selama ini kita lebih banyak kenal. Di Jember terdapat Kecamatan Sumberjambe yang menjadi sentra batik. Tepatnya, di Desa Sumberpakem. Konon, kerajinan batik di sana sudah dirintis sejak zaman Belanda. Batik saat itu diproduksi untuk dipakai sendiri oleh orang Belanda dan seba

PISANG AGUNG (Radar Jember, Perspektif, 3 April 2010, Hlm. 1)

Oleh: Khairunnisa Musari Ramadhan 2008: “Kami baru saja berbuka kolak pisang kirimanmu. Beberapa sisir saya kirim ke Ibu di Bandung. Beliau senang sekali. Trims ya.” Ramadhan 2009: “Kami baru pulang dari Swiss. Baru saja saya dan Meutia berbuka dengan keripik pisang kirimanmu. Kami memakannya dengan olesan madu. Lezat sekali.” Begitulah secuplik SMS yang pernah dikirimkan Prof. Sri-Edi Swasono, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pada saya. Beliau adalah suami dari Ibu Meutia Hatta, mantan Menteri Pemberdayaan Wanita era Kabinet Indonesia Bersatu I yang juga putri dari salah satu proklamator Indonesia. Ya, pisang agung Lumajang adalah salah satu hal yang mendekatkan saya dan Pak Edi. Ketika mengetahui saya berasal dari Lumajang, beliau spontan menyampaikan keinginannya untuk menikmati pisang agung. Saya biasanya memesan pada petani di Senduro dan kemudian mengirimkannya via paket ke Jakarta. Dari Jakarta lalu ke Bandung. Mengapa Bandung? Ya, karena Pak Edi biasanya se

Bersahabat dengan Air (RadarJember, Perspektif, 27 Maret 2010, Hlm. 1)

Oleh: Khairunnisa Musari Pada 22 Maret lalu, bangsa-bangsa di dunia memperingatinya sebagai Hari Air. Konon, peringatan ini ditujukan sebagai upaya menarik perhatian publik untuk memahami pentingnya air bersih dan bagaimana mengelola air bersih secara berkelanjutan. Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Pusat, jumlah volume air total di bumi sekitar 1,4 miliar km3. Dari jumlah yang sangat besar itu, ternyata hanya 2,7 persen yang dapat dimanfaatkan manusia. Dilaporkan pula oleh Water Supply & Sanitation Collaborative Council (2007), hampir 1 miliar penduduk dunia nyaris tidak mendapatkan akses air sama sekali dan sekitar 2,6 miliar penduduk dunia tidak memiliki akses untuk mendapatkan sanitasi dasar. Di Indonesia, diperkirakan ada 24 juta penduduk yang tidak memiliki akses terhadap ketersediaan air bersih. Angka ini jauh melampaui negara Asia Tenggara lainnya. Lalu bagaimana dengan Lumajang, Jember, dan Bondowoso? Air Bersih dan Sanitasi Setahun lalu, dalam su