Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Deindustrialisasi Gula Tebu Rakyat (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 17 Desember 2013)

Gambar
Terimakasih untuk kiriman foto artikel ini, Pak Amin... :-) Oleh: Khairunnisa Musari  Sebuah pesan masuk ke mobil phone milik saya sekitar tiga pekan lalu: “Bu, harga gula lagi jatuh. Karena gula rafinasi impor. Gula rafinasi impor sekarang sudah masuk wilayah konsumsi. Padahal peraturannya kan gula rafinasi hanya untuk ranah produksi makanan minuman. Ini petani sampai demo ke Jakarta, tapi gak ngefek. Gak diperhatikan sama pemerintah. Padahal Jatim kan penghasil gula terbesar. Sekarang gula-gula numpuk di gudang. Kuota gula keluar Jatim dibatasi. Padahal produksi gula Jatim dari PTPN X dan XI bisa menutup 35% kebutuhan gula nasional. Buatkan tulisan dong, Bu...”. Pesan pendek itu berasal dari salah satu pegawai sebuah pabrik gula (PG) di Jember. Saya tidak tahu, apa yang sesungguhnya ia harapkan dengan tulisan saya yang pasti tak punya taring untuk menggugah regulator di Jakarta. Ya, persoalan gula adalah masalah nasional. Komoditas yang sangat politis dan str

Menakar Pangan Halal di Indonesia (Harian REPUBLIKA, 27 September 2013, Hlm. 6)

Gambar
  Oleh: Khairunnisa Musari “Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.... “ (QS. Al-Baqarah [2]: 168). Akhir Agustus lalu, pemberitaan tentang sebuah rumah makan terkenal yang dikabarkan menggunakan minyak babi dan angciu (red wine) menyeruak. Berawal dari seorang Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis di sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terkemuka di Surabaya mengirimkan email kepada sebuah situs Islam dengan menceritakan pengalamannya ketika hendak mengajukan franchise pada rumah makan tersebut. Persoalan menguak ketika kontrak perjanjian hendak dibuat, sang pemilik franchise mensyaratkan penggunakan minyak babi dan angciu dalam sejumlah masakan. Bagi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini, kehalalan pangan nyatanya masih memiliki banyak ruang dan peluang untuk diabaikan. Dengan mayoritas penduduk beragama Islam di Indonesia nyatanya tidak serta merta membuat pengusaha rumah makan menghormatinya dengan menyedi

Kakao dan Cokelat Unggulan Jember (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 16 September 2013, Hlm. 25)

Gambar
Terimakasih Madha dah dikirimin foto artikel koran dengan gambar yang lebih baik :-) Judul Asli: Menggagas Kakao dan Cokelat sebagai Komoditas Unggulan Jember, Mungkinkah? Oleh: Khairunnisa Musari Bukan tiba-tiba jika saya ingin kembali menulis tentang kakao dan cokelat. Sejak lebaran kemarin, kakao dan cokelat memang sudah membayangi isi kepala saya untuk dituangkan dalam tulisan. Berawal dari hadiah parsel kue dari Dokter Dita, seorang Spesialis Kandungan, yang berupa kurma isi mente berlapis cokelat kepada suami saya. Tak lama berselang, Dokter Rini, seorang Spesialis Patologi Klinis, yang juga bersuamikan Dokter Hasan, seorang Spesialis Tulang, kembali memberikan 3 kotak tempat makan plastik yang masing-masing berisikan cokelat dengan varian berbeda untuk putri-putri saya.   Setelah itu, lagi-lagi kami memperoleh hadiah cokelat. Kali ini dari sahabat saya Madha Yudi, seorang pegawai di Inspektorat Kabupaten Jember, yang mengirimkan setoples cokelat buatan Puslit

Investasi ala Ustadz Yusuf Mansyur: Mendesaknya Literasi Keuangan (Bisnis Indonesia, 25 Juli 2013, Halaman 2)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Bisnis investasi dengan konsep patungan usaha ala Ustadz Yusuf Mansyur (YM) menuai kontroversi. Meski saat ini gerakan tersebut dihentikan sementara sembari memperbaiki legalitas, polemik yang muncul di masyarakat masih belum surut. Sejumlah pihak meragukan kapabilitas bisnis investasi Ustadz YM. Tudingan bahwa bisnis ini bak investasi bodong, money game atau multi level marketing (MLM) membuat Ustadz YM seolah dipojokkan. Jika disimak, isu penting yang harusnya dihadirkan adalah perihal mobilisasi dana masyarakat, yaitu bagaimana memberi perlindungan kepada dana publik tersebut. Di sinilah isu governance muncul, yaitu bagaimana mengelola benturan kepentingan antara pengelola dana dengan masyarakat yang menyerahkan dananya. Prinsip yang lazim digunakan adalah TARIF (Trasparency, Accountability, Responsibility, Integrity , dan Fairness). Dengan tetap mengapresiasi itikat baik yang melatarbelakangi penggalangan dana yang dilakukan Ustadz YM,

Penambangan Emas Wuluhan, Harus Bagaimana? (Harian Radar Jember, 17 Juni 2013)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Woro-woro adanya potensi emas di Jember belakangan ini bukan kali pertama terjadi. Awal tahun 2000, sudah terdengar kabar oleh pemerhati lingkungan tentang adanya potensi emas di selatan Jember, 10 km dari pantai selatan. Jauh sebelumnya, tahun 1992, PT Hakman Group --konsorsium empat perusahaan—bahkan sudah melakukan eksplorasi di sekitar Dusun Baban Silosanen, Desa Mulyorejo, Silo. Sesuai azas otonomi daerah, perusahaan yang mengantongi izin dari Departemen Pertambangan saat itu mengajukan permohonan kontrak karya ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember. Dari areal 70.000 ha, dikabarkan terdapat kandungan 800 juta ton bijih emas dengan kadar dua kali lebih baik dibanding batu hijau.  Lama tak ada berita, tahun 1997, aktivis lingkungan yang tergabung dalam Mitra Meru Betiri dikabarkan mengadvokasi masyarakat atas kegiatan penambangan yang dilakukan PT Hakman Group dan juga PT Aneka Tambang lantaran melakukan eksplorasi di sekitar Silo hingga m