Penambangan Emas Wuluhan, Harus Bagaimana? (Harian Radar Jember, 17 Juni 2013)
Oleh: Khairunnisa Musari
Woro-woro adanya potensi emas di Jember belakangan ini bukan
kali pertama terjadi. Awal tahun 2000, sudah terdengar kabar oleh pemerhati
lingkungan tentang adanya potensi emas di selatan Jember, 10 km dari pantai
selatan.
Jauh sebelumnya, tahun 1992, PT
Hakman Group --konsorsium empat perusahaan—bahkan sudah melakukan eksplorasi di
sekitar Dusun Baban Silosanen, Desa Mulyorejo, Silo. Sesuai azas otonomi daerah,
perusahaan yang mengantongi izin dari Departemen Pertambangan saat itu mengajukan
permohonan kontrak karya ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember. Dari areal
70.000 ha, dikabarkan terdapat kandungan 800 juta ton bijih emas dengan kadar
dua kali lebih baik dibanding batu hijau.
Lama tak ada berita, tahun 1997, aktivis lingkungan yang tergabung dalam Mitra
Meru Betiri dikabarkan mengadvokasi masyarakat atas kegiatan penambangan yang
dilakukan PT Hakman Group dan juga PT Aneka Tambang lantaran melakukan
eksplorasi di sekitar Silo hingga merapat ke kawasan Taman Nasional (TN) Meru
Betiri. Ya, Silo adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Jember yang paling
santer dikabarkan memiliki kandungan emas paling tinggi.
Setelah lama tak terdengar berita, tahun 2008, eksplorasi penambangan
emas ternyata dilakukan CV Assidig Agung Putra dan Pusat Sumber Daya Geologi
(PSDG) yang bernaung di bawah Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) yang berpusat di Bandung. Mereka melalukan eksplorasi di Dusun
Curahmas, Desa Pace, Silo. Dengan lahan eksplorasi seluas 10 hektar, kabarnya
saat itu kandungan yang ditemukan masih berupa bijih timah hitam, bijih seng, dan
bijih tembaga. Sedangkan kandungan emas masih dalam penyelidikan. Dalam
perkembangannya, Pemkab dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Jember sepakat melarang eksplorasi emas lanjutan.
Awal Maret 2009, rame-rame penambangan emas di Silo kembali terdengar. Masyarakat berkonflik
dengan perusahaan penambang. Tokoh masyarakat sempat kesal dengan Pemkab karena
dinilai tidak tegas. Pemkab menyatakan ijin perusahaan penambang telah dicabut,
namun faktanya masih terdapat aktifitas. Hal ini ditandai salah satunya dengan
ledakan hebat yang terdengar masyarakat di lokasi penambangan. Selain merusak
sosial budaya warga, tokoh masyarakat menolak penambangan karena akan merusak
ekosistem dan lingkungan dalam jangka panjang.
Maret 2012, masyarakat kembali disuguhi aksi
penambangan emas ilegal di Silo. Perhutani Jember menutup empat lokasi tambang
ilegal di petak 17 karena dinilai membahayakan. Keempat lokasi tersebut rentan
akan longsor mengingat keempatnya berada di kemiringan terjal di Desa Pace, Kecamatan
Silo.
Tidak ada yang bisa memastikan tentang
adanya kandungan emas di Silo. Namun, mengacu hasil kegiatan Subdit Konservasi
TA. 2005 yang diakses pada situs PSDG Kementerian ESDM di Bandung, daerah
Jember memang terletak dalam jalur orogenesa Pegunungan Selatan Jawa yang
dikenal sebagai tempat kedudukan mineralisasi logam mulia dan logam dasar di
ujung timur Pulau Jawa. Geologi
sepanjang Kali Sanen antara Dusun Baban Timur sampai Baban Barat di Silo banyak
ditemukan batuan terobosan bersifat granodioritik dan dioritik. Batuan
terobosan ini menerobos satuan breksi gunung api seperti yang terdapat di pertemuan
Kali Silo Sanen dengan Kali Malang Sari. Di dusun ini ditemukan urat kuarsa “gossan” yang mengandung logam dasar dan
emas. Urat ini tersingkap pada beberapa tempat diperkirakan sepanjang 400 meter
dengan jenis mineralisasi adalah vein
type atau Volcanic Massive Sulphides.
Silo, Kini Wuluhan
Jika kabar yang selama ini berhembus
kencang tentang adanya emas di Silo, awal Mei ini masyarakat dikejutkan dengan
pemberitaan tentang adanya lokasi emas baru di Kecamatan Wuluhan. Jika di Silo
masih simpang-siur kebenarannya tentang adanya kandungan emas, kali ini yang di
Wuluhan tampaknya benar-benar terbukti. Sejumlah penambang mengaku memperoleh
emas dan menjualnya ke pengepul atau toko emas di Ambulu.
Cobalah sekali waktu mengunjungi
Wuluhan, tepatnya di Dusun Demangan, Desa Kesilir. Sepanjang tiga kilometer,
mulai dari puncak Gunung Manggar hingga hilir aliran sungai mencapai kanal,
akan banyak kita temui penambang emas dadakan. Puncak keramaian biasanya
terjadi pada hari Minggu. Semua berdesakan. Mulai pagi hingga malam. Sepanjang
hari. Pada hari biasa, keramaian tak begitu padat. Namun, setiap 5-7 meter
masih bisa kita temui penambang yang hilir mudik. Peralatan wajib mereka
umumnya adalah wajan, timba, celurit, dan karung beras. Dari pagi hingga malam,
penambang terus bermunculan silih berganti.
Menurut Pak Sanggrok, seorang penambang
yang merupakan warga asli Dusun Demangan, Desa Kesilir, kegiatan penambangan
ini sudah berlangsung sekitar tiga bulan. Namun, pemberitaan di media baru
muncul sekitar satu bulan. Pak Sanggrok sehari hanya mengumpulkan satu timba.
Ia lebih memilih mengawasi para penambang agar tidak sampai menggali lubang
yang dapat membuat longsor pepohonan di sekitar tanahnya yang berada di sebelah
areal penambangan.
Pak Ali, seorang penambang lain yang
juga merupakan warga asli Dusun Demangan, Desa Kesilir, mengatakan pihaknya
juga hanya ikut-ikutan mencoba peruntungan. Selama ini, yang kebanyakan
melakukan kegiatan penambangan adalah warga yang berasal dari luar Desa
Kesilir. Senada dengan Pak Sanggrok, aktifitas penambangan diakui Pak Ali sudah
dimulai sejak tiga bulan yang lalu. Sepengetahuannya, penambang mulai muncul
setelah mendapat perintah seorang Kyai yang mengatakan ada emas di Gunung
Manggar. Kabar tersebut kemudian berkembang dan terbukti. Pak Ali berharap
Pemkab dan Perhutani tidak melakukan swastanisasi terhadap area penambangan
tersebut agar penguasaan emas tidak hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.
Berbeda dengan Pak Ali, sebagai sesama warga
asli Dusun Demangan, Pak Sanggrok lebih senang jika Pemkab menutup areal
penambangan. Kalaupun masih dibuka, cukup sebagian saja agar dapat memberi
kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati kekayaan alam Gunung Manggar. Ia
lebih mengkhawatirkan kondisi desanya dalam jangka panjang. Hal ini mengingat,
Dusun Demangan selalu menjadi langganan banjir setiap tahun. Banjir ini rutin
terjadi sudah sejak tahun 1970-an. Selama ini, keluarganya sudah meninggikan
pondasi rumah hingga tiga meter.
Jika disimak, Dusun Demangan, Desa
Kesilir memang berada di wilayah Curah Macan yang dikelilingi oleh gunung dan
perbukitan. Pada zaman Belanda, telah dibangun sabut gunung berupa aliran
irigasi (kanal) yang menyalurkan air hujan dari puncak hingga menuju sungai
atau laut di Ambulu. Saat ini, sabut gunung sudah banyak mengalami kerusakan
dan penyumbatan. Setiap tahun, hulu kanal selalu dikeruk karena penuh dengan
muatan batu, tanah, dan kayu. Ketika hujan terjadi, aliran deras dari puncak
gunung dan perbukitan sering tak terbendung karena hutan sudah tidak selebat di
waktu lalu. Inilah yang menyebabkan Dusun Demangan di Desa Kesilir selalu
menjadi langganan banjir setiap tahun ketika hujan.
Selama tiga bulan sejak marak terjadi
penambangan emas di Gunung Manggar, belum terjadi hujan sehingga belum dapat
diketahui bagaimana dampaknya ketika hujan deras terjadi. Namun, membayangkan
bagimana kondisi banjir ketika belum terjadi penambangan, maka warga sekitar
semakin khawatir dengan kondisi banjir pasca penambangan. Atas dasar itu pula,
warga dapat memahami mengapa aparat sampai menangkap 10 orang penambang
beberapa waktu lalu karena cara penggalian mereka di puncak gunung dapat
membahayakan desa mereka. Selain penggaliannya terlalu dalam bak sumur, mereka juga
bekerja ala tikus yang membuat terowongan tanah mengikuti urat dari emas.
Berbeda dengan Pak Sanggrok, Pak Salman
seorang penambang asal Puger Kulon justru berharap Pemkab membiarkan masyarakat
menambang. Menurutnya, sudah selayaknya kekayaan alam dinikmati oleh masyarakat
sekitar. Hal senada juga disampaikan Pak Solihin dari Ambulu yang berharap
Pemkab dan Perhutani tidak menutup areal penambangan.
Jika disimak, penambang yang bukan
merupakan warga setempat umumnya mengharapkan Pemkab dan Perhutani membebaskan
mereka untuk menambang. Namun, mereka yang merupakan warga asli memiliki
kekhawatiran akan terjadinya kerusakan lingkungan di desa mereka. Kekhawatiran
ini semakin menjadi lantaran geografi desa mereka memang tidak kondusif. Bayangkan
bila terjadi penambangan dan penggalian di lereng dan sabut gunung, maka
diyakini dampak banjirnya akan semakin besar bagi masyarakat setempat. Tidak
mustahil banjir bandang di Kecamatan Panti akan berulang di Kecamatan Wuluhan.
Potensi
sekaligus Masalah
Kegiatan penambangan liar bukannya tak
mengandung masalah. Penambang umumnya tidak memperhatikan aspek keselamatan
kerja dan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Kegiatan penggalian lubang di puncak
gunung atau bukit dapat membuat tanah menjadi keropos dan mudah longsor. Selain
membahayakan diri mereka sendiri, juga membahayakan masyarakat yang berdiam di
bawah kaki gunung atau bukit.
Tidak hanya itu, proses pemurnian emas
juga dapat mencemari sungai. Setelah penambang menemukan tanah yang terdapat
endapan, mereka kemudian memproses pemisahan dengan menggunakan air raksa atau
merkuri. Teknik tradisional ini biasanya disebut teknik amalgamasi, yaitu
dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media air.
Selanjutnya, emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai didapatkan logam
paduan emas (bullion). Produk akhir ini dijual dalam bentuk bullion dengan memperkirakan
kandungan emas pada bullion tersebut.
Nah,
merkuri
itu jika dibuang ke tanah tentu akan mencemari sumber-sumber air tanah. Jika
air raksa dibuang ke sungai, maka akan mencemari saluran irigasi persawahan.
Berdasarkan angka yang tertera di kanal buatan Belanda di Desa Kesilir, saluran
irigasi sepanjang hulu hingga hilir tersebut dibangun untuk mengairi lahan
seluas 2.542 ha. Mobilitas merkuri akan semakin tinggi bila debit air besar. Bayangkan
potensi dari merkuri hasil pemisahan emas tersebut dalam meracuni lahan seluas
itu! Siapa yang selama ini mengawasi dan menjamin bahwa penambang tidak
membuang merkuri pada tanah atau sungai?
Jelas, lingkungan yang terkontaminasi
oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan
dalam ekosistem. Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun dan dapat bercampur dengan enzim dalam
tubuh manusia yang bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang
penting. Merkuri ini dapat terserap tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit.
Karena sifat beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika
terhisap, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Racun merkuri bersifat komulatif.
Dalam jangka waktu tertentu akan menimbulkan bahaya penyakit.
Selain potensi kerusakan lingkungan dan
kesehatan, penambangan emas juga dapat menuai konflik antar sesama penambang.
Terdapat hukum tak tertulis yang dibuat penambang warga asli terhadap penambang
warga pendatang untuk tidak boleh melakukan penggalian pada lubang yang sudah
ditemukan sumber yang kaya endapan emas oleh penambang warga asli, terutama
yang berada di sekitar puncak Gunung Manggar. Hal ini tentu saja dapat memicu
kekerasan verbal dan fisik antara sesama penambang jika dihadapkan pada muatan
massa yang padat di sepanjang sabut gunung hingga hilir kanal. Secara otomatis,
penambang lain akan melakukan penggalian pada area yang berdekatan dengan
lokasi tanah yang kaya kandungan endapan emas.
Menanti
Intervensi Pemkab
Jika menyimak milestones dari eksplorasi emas di Jember, muncul pertanyaaan
‘Benarkah tidak ada emas di Silo?’. Mengapa status yang diberikan Pemkab selama
lebih dari 20 tahun terhadap sejumlah perusahaan penambang selalu berupa izin
eksplorasi? Manfaat apa yang diperoleh Pemkab dari status izin tersebut?
Mengapa untuk menyatakan validitas tentang adanya kandungan emas di Silo
memakan waktu puluhan tahun? Mengapa eksplorasi emas liar oleh masyarakat di
Wuluhan yang baru berlangsung sekitar 3 bulan justru mengindikasikan kebenaran
tentang adanya kandungan emas di wilayah tersebut meski Administratur Perhutani
telah menegaskan bahwa hasil uji laboratorium menunjukkan tidak adanya
kandungan emas di Gunung Manggar?
Ah, itu pertanyaan klasik yang
mengundang terbukanya ruang debatable.
Namun demikian, hal ini patut mendapat perhatian karena yang lazim terjadi bila
perusahaan tambang emas memperoleh izin melakukan eksplorasi maka mereka hanya
membayar sewa (landrent) per tahun
berdasarkan luas lahan kelola. Pemasukan itu tidak menjadi Pendapatan Asli
Daerah (PAD), melainkan menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2003, landrent dibayar oleh perusahaan dihitung per hektar dan per tahun.
Perusahaan penambang membayar sendiri setoran kepada pemerintah daerah (Pemda)
via bank yang ditunjuk. Lalu, Pemda menyetorkannya ke pusat. Namun, mulai 2012,
terdapat perubahan perhitungan sewa yang diatur oleh PP Nomor 9 Tahun 2012
tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku di Kementerian ESDM.
Secara keseluruhan, hal paling mendesak
saat ini yang perlu dilakukan Pemkab adalah menertibkan penambangan emas di
Wuluhan. Tentu ada opsi yang dapat dilakukan Pemkab untuk tetap dapat mengelola
kekayaan emas di Gunung Manggar bagi masyarakat Jember, khususnya masyarakat
Wuluhan, tanpa mengabaikan kerusakan lingkungan. Namun, selama sejarah
penambangan di Indonesia, belum pernah kita menemukan kisah sukses di mana
kegiatan penambangan dapat memakmurkan masyarakat setempat. Yang ada, mereka
malah menderita akibat kerusakan lingkungan. Sedangkan yang menikmati kekayaan
adalah korporasi yang di-back up oleh
oknum aparat dan Pemda.
Untuk itu, tentu dibutuhkan ketegasan
dan komitmen serta kekuatan hati Pemkab untuk tidak tergiur oleh iming-iming
perusahaan penambang emas yang nanti akan bermunculan. Tidak mustahil,
perusahaan penambang akan menawarkan investasi dengan dalih pengajuan izin
eksplorasi seperti yang terjadi di Silo. Jika tidak ada pengawasan atau sanksi
hukum yang tegas atas validitas hasil eksplorasi, maka Gunung Manggar akan
menjadi bulan-bulanan penambang liar dan korporasi yang bermental kapitalis.
Dan bila terbukti valid terdapat kandungan emas di wilayah ini, maka izin
eksploitasi dari Pemkab akan semakin memperpuruknya. Ancaman kerusakan
lingkungan akan semakin nyata di depan mata. Semoga sebelum memasuki musim
hujan, Pemkab bersama Perhutani sudah dapat menertibkan kegiatan penambangan
emas Wuluhan. Sosialisasi dan edukasi harus terus digencarkan agar masyarakat paham
bahwa kebijakan itu adalah untuk menyelamatkan masyarakat sendiri. Emas memang
manis, tetapi nikmatnya hanya sesaat. Dampak kegiatan penambangan di Gunung
Manggar, Wuluhan, tampaknya akan lebih banyak memberikan potensi kerusakan alam
dan lingkungan yang jauh lebih besar yang nantinya harus ditanggung masyarakat
sekitar. Wallahu a’lam bish showab.
Catatan: Sebagian dari tulisan ini sudah dimuat di Harian Radar Jember, 17 Juni 2013, dan merupakan field report dari Tamkin Institute. Versi lengkap dari field report ini dapat disimak pula di http://readersblog.mongabay.co.id/rb/2013/06/24/penambangan-emas-wuluhan-harus-bagaimana/
SALAM SEJAHTERA UKTUK ANDA SEMUA
BalasHapusPesugihan togel atau bocoran togel dunia KI AGENG SUKMO
Di internet dan di surat kabar,dan media masa,banyak sekali iklan mengenai pesugihan,paranormal yang mengaku bisa membantu semua problem anda.akan tetapi semua hanya modus penipuan belaka. banyak orang yang sudah susah,hutang mnumpuk dan datang ke dukun atu paranormal tetapi hanya diberi janji manis belaka.
Izinkan kami membantu anda semua dengan dengan angka ghoib hasil ritual, Dengan bantuan supranatural bisa menhasilkan angka ghoib hasil ritual yang sangat mengagumkan, Bisa menerawang angka yang akan keluar untuk, Toto malaysia, Magnum 4D, Singapura, Hongkong, Sydnay, Korea, Macau, Laos, Brunai, Thailand dll.
Kami bekerja tiada henti Untuk Bisa menembus Angka yang bakal Keluar. dengan Jaminan 100% gol / Tembus!
Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan Sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami.
Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal. Tembus.Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang!
Apakah anda termasuk yang tercantum di bawah ini?
1. Di Lilit Hutang
2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel
3. Barang berharga Anda udah Habis Buat Judi Togel
4. Anda Udah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat
Jangan putus asa anda sudah beradah di blog KI AGENG SUKMO
Ingat!!! Kesempatan tidak akan datang ke-2 kalinya!!!
Anda ingin menjadi pemenang berikutnya?
Silahkan hubungi KI AGENG SUKMO di: 0823 3891 2632
KI AGENG SUKMO akan memberikan angka ghoib hasil ritual, 2D, 3D, 4D, Toto Malaysia 4D, 5D, 6D, Magnum 4D, Singapura, Hongkong, Sydnay, Korea, Macau, Laos, Brunai, Thailand dll. Dengan jaminan 100% tembus.
SYARAT PESUGIHAN TOGEL KI AGENG SUKMO
- Umur minimal 17 tahun (tanpa kecuali)
- Mempunyai rekening Bank.
- Mempunyai hutang atau problem
- Menyiapkan mahar,mahar tergantung angka yang di iginkan
- Proses ritual 1-2 hari
PROSES PESUGIHAN
- Bayar biaya ritual
- Kami mulai ritual pengajuan pesugihan
- Menunggu diterima atau tidaknya pengajuan
- Pencairan uang akan langsung ditransfer ke rekening pemohon.
Adapun Besar Biayanya tergantung Paket Yang Anda minta :
PAKET 2D : Rp 500,000
PAKET 3D : Rp 1,000,000
PAKET 4D : Rp 1,500,000
PAKET 6D : Rp 2,000,000
Apabila anda berminat dan ingin ikhtiar bersama kami. silahkan anda daftar terlebih dahulu agar kami bisa atur jadwal ritual anda.
CARA DAFTAR MENJADI MEMBAR ATAU KOSULTASI
Ketik : Nama#
Alamat#
Umur#
Weton (hari dan pasaran)
Kirim Ke : 082338912632
CATATAN : Hanya melayani yang betul-betul dan sangat membutuhkan bantuan kami, gagal maka biaya kami kembalikan utuh tanpa potongan apapun.