PENERBITAN SUKUK NEGARA BERPOTENSI UNTUK MENJAGA KESINAMBUNGAN FISKAL (HARIAN KONTAN, 20 OKTOBER 2009, HLM. 23)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Prodi Ilmu Ekonomi Islam Unair, Surabaya)

Untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009, pemerintah pada 13 Oktober lalu mengadakan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara. Meski belum ada penawaran yang dimenangkan karena tingginya yield yang masuk dari investor, pemerintah berencana mengadakan lelang reguler bulanan dari sukuk berdenominasi rupiah. Hal ini tidak lepas dari keyakinan pemerintah bahwa sukuk negara berpotensi untuk menjaga kesinambungan fiskal.

Lelang sukuk negara di bulan Oktober ini adalah lelang sukuk negara pertama yang dilakukan pemerintah. Lelang sukuk untuk menutupi defisit anggaran 2009 ini hanya akan dilakukan 4 kali dalam waktu yang tersisa. Jumlah penerbitan disesuaikan dengan sisa penerbitan dari Surat Utang Negara (SUN) dan sukuk negara yang tinggal Rp 14 triliun atau 10 persen dari Rp 144 triliun.

Lelang perdana dengan target indikatif Rp 1,5 triliun ini bernomor seri IFR0003 berjatuh tempo 2015 dan IFR0004 berjatuh tempo 2020. Sukuk berakad ijarah sale and lease back ini memiliki imbal hasil (yield) tetap. Keputusan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) nomor B-273/DSN-MUI/VIII/2009 per tanggal 10 Agustus 2009 menjadi acuan bahwa sukuk negara ini telah memenuhi prinsip syariah.

Lelang sukuk negara pada 13 Oktober lalu dibanjiri investor. Selain karena basis investornya lebih luas, yaitu investor konvensional dan investor syariah, lelang sukuk juga dihadiri investor deposito. Bunga deposito yang makin rendah membuat investor berpotensi mengalihkan portofolionya ke sukuk negara. Imbal hasil sukuk negara biasanya sedikit lebih tinggi 0,3-0,4 persen ketimbang SUN acuannya. Hal ini juga karena sukuk negara biasanya dipegang sampai jatuh tempo dan jarang diperdagangkan. Itulah sebabnya ada sedikit tambahan yield karena memperhitungkan resiko likuiditas.

Sayang, belum ada penawaran yang diserap pemerintah karena tingginya yield investor. Padahal, penawaran yang masuk untuk IFR0003 sebanyak Rp 1,57 triliun dan IFR0004 Rp 3,51 triliun. Penawaran yield terendah untuk IFR0003 sebesar 9,75 persen dan IFR0004 10,5 persen. Sedangkan yield tertinggi untuk IFR0003 sebesar 11,5 persen dan IFR0004 12 persen. Pemerintah sementara ini menolak semua tawaran karena biaya menjadi tidak efisien. Pemerintah kemungkinan akan memilih menjual sukuk dengan tenor yang berbeda dengan yang ditawarkan dalam lelang pada hari tersebut.

Namun demikian, ke depan, pemerintah tetap berencana untuk mengadakan lelang reguler bulanan dari sukuk berdenominasi rupiah untuk pengembangan pasar. Hal ini tidak lepas dari keyakinan pemerintah bahwa sukuk negara berpotensi untuk menjaga kesinambungan fiskal perekonomian di Indonesia.

Peta Kebijakan Fiskal
Sukuk negara adalah salah satu instrumen dalam industri keuangan syariah yang diadopsi pemerintah Indonesia. Dengan maksud untuk mendiversifikasi sumber-sumber penerimaan APBN, memperluas basis investor, menciptakan benchmark, mengembangkan pasar keuangan syariah, dan menciptakan alternatif instrumen keuangan investasi, pemerintah Indonesia menerbitkan sukuk negara.

Sukuk negara memang diakui sebagai instrumen keuangan publik yang disarankan dalam ekonomi syariah. Sukuk negara berperan dalam menyeimbangkan kekayaan yang terdapat dalam neraca keuangan pemerintah, otoritas moneter, perusahaan, bank, dan lembaga keuangan serta berbagai bentuk entitas lain yang memobilisasi dana masyarakat.

Jika selama ini praktik ekonomi syariah masih terfokus pada sektor perbankan, maka penerbitan sukuk negara berada pada ranah sektor fiskal. Penerbitan sukuk negara merupakan salah satu instrumen untuk membiayai defisit anggaran pemerintah guna memperkuat ketahanan dan kesinambungan fiskal yang mendukung kinerja perekonomian nasional.

Kesinambungan Fiskal
Dalam pengelolaan keuangan publik, sukuk negara memiliki implikasi terhadap kesinambungan fiskal. Sukuk negara memiliki potensi dalam meningkatkan kapasitas fiskal yang mengalami krisis pembiayaan. Jika kegiatan pembiayaan defisit anggaran konvensional berbasis sistem bunga menimbulkan money creation yang menambah jumlah uang beredar (base-money) dalam perekonomian, sukuk negara bekerja dengan memanfaatkan dana-dana idle tanpa harus menambah base-money. Inilah sebenarnya inti dari fungsi ekonomi syariah yang menjaga stabilitas ekonomi bukan dengan money creation, melainkan dengan money velocity. Money creation dalam perekonomian akan menimbulkan permasalahan peningkatan harga barang/jasa yang berujung pada peningkatan inflasi. Pada gilirannya hal ini akan menimbulkan beban pengeluaran pemerintah.

Secara teoretis, sukuk negara mengakumulasi modal publik dengan risiko yang minimal. Adanya underlying asset menyebabkan kegiatan ekonomi yang dibiayai dengan sukuk negara terbebas dari aspek spekulasi sehingga mencerminkan sektor riil. Struktur sukuk tidak mengenal bunga sehingga fluktuasi atas tingkat bunga bank tidak banyak berpengaruh pada tingkat pembayaran margin sukuk. Implikasi dari kondisi ini akan meningkatkan surplus primer dalam anggaran pemerintah sebagai syarat terciptanya kesinambungan fiskal.

Beberapa riset terbaru yang menggunakan pendekatan matematis menunjukkan bahwa sukuk negara memiliki implikasi terhadap kesinambungan fiskal. Kesinambungan fiskal yang tercermin dari kemampuan jangka panjang pemerintah dalam membiayai kebutuhan belanja dan membayar utang dapat diperkuat oleh sukuk negara.

Namun demikian, harus diakui, sukuk dalam jangka panjang sesungguhnya tidak sepenuhnya ampuh menghindari ancaman inflasi maupun ‘penyakit’ ekonomi lainnya. Dibutuhkan pula kebijakan kongkret lain yang menyertainya, seperti: komitmen pemerintah untuk tidak menambah utang berbunga, tidak membiarkan dana di pasar uang membumbung bak bubble, dan membuat mekanisme yang memungkinkan dana idle dalam instrumen moneter tersalurkan pada sektor riil. Wallahu’alam bishowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)