Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2010

PARIWISATA BUDAYA (Radar Jember, Perspektif, 31 Juli 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Akhir pekan ini, Kabupaten Jember didapuk oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) untuk menggelar Festival Permainan Tradisional Anak-Anak Nusantara. Festival ini merupakan rangkaian peringatan Hari Anak Nasional sekaligus juga rangkaian kegiatan Pekan Budaya, Seni dan Film (PBSF) 2010. Permainan tradisional anak-anak memang memiliki nilai budaya tinggi. Permainan tradisional anak-anak merupakan pusaka budaya yang mengandung nilai-nilai keluhuran yang tercermin dari semangat dan filosofi permainannya. Sejumlah permainan tradisional anak-anak, seperti: calak cadang, ganding, gobak sodor, petak umpet, bekelan, dakon engkel, dan egrang mencerminkan semangat kejujuran, sportifitas, dan kegigihan. Pesan yang ingin ditanamkan adalah kerja sama dan saling membantu. Terpilihnya Jember sebagai tuan rumah tentu bukanlah tanpa sebab. Potensi budaya pasti menjadi dasar pertimbangan utama disamping sejumlah pakar budaya ternama yang berasal dari kota ini.

RUMPUN AKSARA UNTUK ANAK INDONESIA (Radar Jember, Perspektif, 24 Juli 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Beberapa waktu lalu, ketika liburan anak sekolah, saya menjanjikan anak-anak untuk mengunjungi sebuah taman bacaan di Desa Panti, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember. Dengan modal dua kardus kecil berisi buku-buku pelajaran sekolah bekas, kertas mewarnai, dan sejumlah aneka bacaan, saya mengajak anak-anak berkunjung ke sana. Taman bacaan yang kami kunjungi itu bernama Rumpun Aksara. Untuk mencapai lokasi, kami harus melewati jalan setapak, melalui kandang sapi, kambing, dan rumah-rumah penduduk. Taman bacaan yang berangkat dari ide Rumah Dunia milik Gola Gong, penulis novel Balada Si Roy, memang bertempat di tengah-tengah pemukiman penduduk desa yang cukup padat. Jangan bayangkan taman bacaan Rumpun Aksara semegah taman bermain di kota-kota besar. Jika Rumah Dunia mempunyai empat bangunan sederhana untuk perpustakaan anak-anak dan remaja, teater terbuka, dan tempat diskusi, maka Rumpun Aksara hanya memiliki 2 bangunan kecil sederhana. Yang satu, dengan ukuran sek

REFORMASI AGRARIA (Radar Jember, Perspektif, 17 Juli 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Jujur saja, saya agak khawatir menulis topik ini pada Perspektif. Tapi, rasanya penting buat saya untuk membahasnya. Bukan untuk memihak. Tapi untuk mengajak semua pihak terkait berembuk agar persoalan yang ada menjadi berujung dan membawa kebaikan bersama. Terlebih lagi, dengan periode baru dari Pemkab Jember yang diharapkan dapat membawa perubahan yang lebih baik dalam mengemban amanah masyarakat. Mungkin masih ada yang ingat tentang sengketa tanah perkebunan kopi Ketajek seluas 17 hektar antara masyarakat dengan Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP), badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemkab Jember? Konon, tanah sengketa tersebut pada mulanya adalah tanah hasil babatan masyarakat pada tahun 1942. Para petani kemudian mengajukan surat permohonan kepemilikan kepada pemerintah. Pada tahun 1964, Kementerian Agraria mengabulkan permohonan tersebut. Namun, 10 tahun kemudian masyarakat pemilik tanah tersebut diusir dari tanahnya karena dijadikan perkebunan oleh PDP

KOPERASI, ANTARA ASA DAN REALITA (Radar Jember, Perspektif, 10 Juli 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Setelah Indonesia merdeka, pada 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan konggres pertama di Tasikmalaya. Momen itu kemudian oleh pemerintah ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia yang akan diperingati pada hari Senin esok. Bicara tentang koperasi di Indonesia, rasanya respon kebanyakan orang adalah tanpa ekspresi. Setidaknya yang saya ketahui pasti di perkuliahan, ketika koperasi disebut sebagai soko guru atau pilar utama perekonomian bangsa Indonesia, maka respon yang muncul biasanya adalah manggut-manggut dan tersenyum simpul. Bahkan, pernah seorang pejabat di otoritas keuangan yang berkomentar, “Hari begini masih ngomong koperasi...”. Tidak bisa dipungkiri, respon tak acuh sebagian orang terhadap keberadaan koperasi di Indonesia tidak lepas dari perkembangannya yang tumbuh merambat. Padahal, koperasi di Indonesia lahir dan tumbuh alamiah sudah sejak zaman penjajahan. Bahkan setelah Indonesia merdeka, koperasi diperbaharui dan diberi ked

Pasir Besiku Sayang, Pasir Besiku Malang (Radar Jember, Perspektif, 3 Juli 2010)

Gambar
Oleh: Khairunnisa Musari Sepekan lalu, saya berdiskusi dengan seorang advokat di Surabaya yang kebetulan juga menjabat sebagai anggota Dewan Pakar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur. Kami bertukar pikiran mengenai rencana investasi penambangan pasir besi di Lumajang. Secara singkat, saya bercerita tentang kronologi rencana investasi tersebut. Berawal dari PT Indo Modem Mining Sejahtera (IMMS) bersama Hongkong Hani Group (HHG), perusahaan investasi dari Hongkong, yang akan menanamkan modalnya sekitar Rp 2 triliun untuk menggarap potensi pasir besi dengan luas lahan 8 ribu hektar di Lumajang. Untuk membuktikan keseriusannya, IMMS memberikan jaminan uang sebesar USD 100.000 atau sekitar Rp 1 miliar kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang. Proses eksplorasi direncanakan dilakukan selama tahun 2009 sampai dengan 2010. Sedangkan proses eksploitasinya diharapkan terlaksana pada 2011. Untuk tahap awal, lahan yang akan dieksploitasi sebesar 2 ribu hektar. Dalam perkemban