PARIWISATA BUDAYA (Radar Jember, Perspektif, 31 Juli 2010)



Oleh: Khairunnisa Musari

Akhir pekan ini, Kabupaten Jember didapuk oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) untuk menggelar Festival Permainan Tradisional Anak-Anak Nusantara. Festival ini merupakan rangkaian peringatan Hari Anak Nasional sekaligus juga rangkaian kegiatan Pekan Budaya, Seni dan Film (PBSF) 2010.

Permainan tradisional anak-anak memang memiliki nilai budaya tinggi. Permainan tradisional anak-anak merupakan pusaka budaya yang mengandung nilai-nilai keluhuran yang tercermin dari semangat dan filosofi permainannya. Sejumlah permainan tradisional anak-anak, seperti: calak cadang, ganding, gobak sodor, petak umpet, bekelan, dakon engkel, dan egrang mencerminkan semangat kejujuran, sportifitas, dan kegigihan. Pesan yang ingin ditanamkan adalah kerja sama dan saling membantu.

Terpilihnya Jember sebagai tuan rumah tentu bukanlah tanpa sebab. Potensi budaya pasti menjadi dasar pertimbangan utama disamping sejumlah pakar budaya ternama yang berasal dari kota ini.

Perspektif kali ini bukan untuk mencoba mendiskusikan topik budaya yang bukan kompetensi saya. Saya ingin mencoba mengulas tentang potensi pariwisata budaya di Kabupaten Jember dan sekitarnya. Budaya memang menjadi salah satu keunikan sekaligus kekayaan yang dimiliki Jember untuk dikembangkan sebagai sebuah industri pariwisata. Keberadaan Jember Fashion Carnival (JFC), kampung batik, olahraga tradisional, ditambah lagi dengan potensi budaya di wilayah tapal kuda lainnya, sesungguhnya menjadi embrio bagi pengembangan industri pariwisata budaya regional.

Secara sederhana, pariwisata budaya adalah pengembangan pariwisata yang bertumpu pada kebudayaan. Sebagai sebuah fenomena yang multidimensi, pariwisata budaya juga sangat terkait erat dengan aspek ekonomi. Kaitan ini muncul dikarenakan tujuan pengembangan wisata sesungguhnya lebih didorong oleh motif ekonomi guna mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Untuk mencapai tingkat ekonomisnya, stakeholders harus mampu mengintegrasikan segala aspek yang berhubungan dengan pariwisata, seperti: promosi, atraksi, manajemen, makanan, dan cindera mata. Pengintegrasian pengembangan pariwisata dengan sektor lain adalah keniscayaan sebagai salah satu cara untuk menjaga proses pembangunan dan peradaban yang berkesinambungan.

Sebagaimana yang pernah saya sampaikan dalam Perspektif sebelumnya, dari aspek ekonomi, membangun industri pariwisata pada daerah yang secara alamiah memiliki potensi sesungguhnya tidak membutuhkan biaya yang begitu besar dibanding industri lainnya. Semua unsur budaya sesungguhnya adalah komoditas yang bernilai. Visi, kreativitas, dan inovasi adalah kuncinya. Tinggal bagaimana kita menyediakan infrastruktur dan mengemasnya serta melibatkan sejumlah pihak untuk turut serta.

Namun demikian, hal penting yang tak terelakkan untuk didiskusikan dalam membangun industri pariwisata adalah dampaknya. Dampak yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap kebudayaan tidak terlepas dari pola interaksi diantaranya yang cenderung bersifat dinamis. Kedinamisan tersebut berkembang karena kebudayaan memegang peranan penting bagi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, dan sebaliknya, pariwisata memberikan peranan dalam merevitalisasi kebudayaan.

Tidak bisa dipungkiri, industri pariwisata budaya jika dikelola secara serius akan menjadi alternatif upaya pengembangan ekonomi yang sekaligus menjadi sarana melestarikan budaya daerah. Kehadiran industri pariwisata budaya diharapkan selain dapat menjadi pengungkit dan pilar ekonomi daerah, juga dapat menghindarkan lingkungan dari industri lainnya yang bersifat destruktif secara ekologi yang dapat mengancam keselamatan masyarakat di masa depan. Wallahu a’lam bish showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)