Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober 9, 2008

Lebaran dan Ekonomi Pulang Kampung (Radar Jember, 9 Oktober 2008)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Prodi Ekonomi Islam Unair) Sepekan terakhir dan sepekan ke depan, bisa dipastikan ekonomi daerah mengalami lonjakan signifikan. Para pemudik dan remitansi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri (LN) menjadi pengungkit ekonomi daerah. Inilah potret ekonomi pulang kampung di Indonesia yang berpotensi menjadi penggerak pembangunan investasi di daerah. Setiap kali lebaran, hampir semua sektor bisnis menikmati gurihnya geliat ekonomi. Dapat dipastikan, roda ekonomi bergerak laju. Mulai dari usaha sembako, bisnis ritel, parsel, transportasi, telekomunikasi, hingga industri kreatif hampir semuanya mampu mendulang keuntungan di momen ini. Yang patut dicermati dalam fenomena lebaran khas Indonesia adalah budaya mudik dan tingginya remitansi TKI. Kedua hal tersebut menyebabkan arus uang masuk dan menyebar ke daerah, serta mendorong geliat ekonomi daerah. Hal ini yang perlu ditangkap pemerintah agar arus uang tersebut tidak habis untuk konsumsi, tetapi

Rentannya Sistem Moneter Kita (Republika, 29 September 2008)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Prodi Ekonomi Islam Unair) Belakangan ini, pasar bursa sarat dengan sentimen negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan hingga level terendah di tahun ini. Anjloknya harga minyak mentah dunia dan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menekan pasar. Rupiah bahkan hampir menyentuh level Rp 9.500. Tingginya suku bunga perbankan menyebabkan minimnya likuiditas di pasar. Terlebih lagi, setelah Bank Indonesia (BI) Rate dinaikkan hingga 9,25 persen. Ada apa? Jika mencermati fenomena tersebut di atas, kita bisa melihat betapa sistem moneter Indonesia dan dunia sesungguhnya rapuh dan rentan terhadap berbagai gejolak. Tidak ada satupun yang mampu mengendalikannya. Sifat sektor moneter akan menuju hal-hal yang bersifat jangka pendek, spekulatif, dan mobile. Siapapun yang mengikuti langgamnya, maka hanya akan menjadi bulanannya. Jika kita simak, anomali ekonomi mikro-makro dan ”growth paradox” antara sektor keuangan-riil, serta tu