Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus 28, 2020

Kurban, Swasembada Daging, CWLS (2) (Portal Jember, Pikiran Rakyat Media Network, Esai, 25 Agustus 2020)

Gambar
  Oleh: Khairunnisa Musari*   “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).             Dalam konteks kekinian, hadis yang menitikberatkan ‘padang rumput, air, dan api’ sangat relevan dengan berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia dan belahan dunia lainnya yang belum merdeka pangan, air, dan energi. Target swasembada daging sapi pada 2026 sejatinya adalah bentuk ikhtiar agar bangsa Indonesia merdeka pangan. Namun, ketergantungan impor dan semakin sedikitnya penduduk yang berminat pada sektor pertanian atau peternakan mengindikasikan betapa merdeka pangan bagi seluruh rakyat Indonesia akan menjadi perjalanan panjang. Pada 2019, produksi daging sapi di dalam negeri tercatat berjumlah 404.590 ton dengan kebutuhan daging sapi 686.271 ton. Pada 2018, produksi daging sapi 403.349 ton dengan kebutuhan mencapai 662.541 ton. Untuk 2020, sebelum pandemi, Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi produksi daging nasi

Kurban, Swasembada Daging, dan CWLS (1) (Portal Jember, Pikiran Rakyat Media Network, Esai, 14 Agustus 2020)

Gambar
  Oleh: Khairunnisa Musari*   Perayaan Idul Adha memang sudah usai. Namun aktivitas sejumlah lembaga amil zakat (LAZ) masih berkutat dengan pembagian daging kurban. Bahkan mungkin hingga menjelang Idul Adha tahun depan dengan membagikannya dalam bentuk makanan kaleng. Memang, salah satu bentuk optimalisasi daging kurban adalah mengolahnya dalam bentuk makanan kaleng agar dapat digunakan dalam waktu yang lebih panjang. Hal ini bisa diwujudkan dalam bentuk kornet, rendang, abon, sosis, dendeng, dan lainnya. Untuk memperluas nilai maslahat, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 37 Tahun 2019 memperbolehkan daging kurban didistribusikan secara tunda (ala al-tarakhi) dengan cara diolah, diawetkan atau dikalengkan. Dengan cara ini, daging dapat disimpan dalam waktu tertentu agar dapat dimanfaatkan dan didistribusikan kepada yang lebih membutuhkan dengan syarat tidak ada kebutuhan mendesak. Tidak ada kegiatan atau perayaan sepanjang tahun yang mampu memobilisasi daging dalam

Dana Haji Perkuat Rupiah, Mengapa Tidak? (Portal Jember, Pikiran Rakyat Media Network, Opini, 14 Juni 2020)

Gambar
  Oleh:  Khairunnisa Musari*   Pasca Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan pembatalan pemberangkatan haji Indonesia tahun 2020, isu yang kemudian menguak adalah penggunaan dana haji tersebut oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk memperkuat rupiah. BPKH adalah otoritas pengelola dana haji sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2017 yang merupakan turunan dari Undang Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.   Dari sisi pemerintah, dalam hal ini Kemenag, selain masih dalam situasi pandemi, ketidakpastian dari Arab Saudi dan waktu yang semakin sempit menjadi dasar keputusan tersebut. Situasi ini senada dengan tahun 2017. Saat itu, isu ramai tentang penggunaan dana haji untuk pembangunan. Setoran awal jemaah haji diwacanakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Bila isu penggunaan dana haji dapat memperkuat rupiah itu benar, sejatinya hal tersebut dapat dipahami sebagai konsekuensi logis bila instrumen investasi yan