Kurban, Swasembada Daging, CWLS (2) (Portal Jember, Pikiran Rakyat Media Network, Esai, 25 Agustus 2020)

 




Oleh:

Khairunnisa Musari*

 

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

          Dalam konteks kekinian, hadis yang menitikberatkan ‘padang rumput, air, dan api’ sangat relevan dengan berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia dan belahan dunia lainnya yang belum merdeka pangan, air, dan energi.

Target swasembada daging sapi pada 2026 sejatinya adalah bentuk ikhtiar agar bangsa Indonesia merdeka pangan. Namun, ketergantungan impor dan semakin sedikitnya penduduk yang berminat pada sektor pertanian atau peternakan mengindikasikan betapa merdeka pangan bagi seluruh rakyat Indonesia akan menjadi perjalanan panjang.

Pada 2019, produksi daging sapi di dalam negeri tercatat berjumlah 404.590 ton dengan kebutuhan daging sapi 686.271 ton. Pada 2018, produksi daging sapi 403.349 ton dengan kebutuhan mencapai 662.541 ton. Untuk 2020, sebelum pandemi, Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi produksi daging nasional sebesar 422.533 ton daging atau setara sekitar 2,32 juta ekor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sekitar 717.150 ton.

Defisit daging sapi setiap tahun selalu ditutupi oleh impor. Belajar dari kasus Singapura yang mengalami resesi dengan salah satu penyebabnya adalah ketergantungan tinggi pada perdagangan dan rantai pasok global, maka Indonesia yang memiliki modal sosial untuk mengembangkan industri peternakan seyogyanya berupaya sedemikian rupa untuk menguatkan kemampuan produksi nasional.

Industri peternakan adalah industri strategis karena menjadi pemasok protein hewani sekaligus menjadi lapangan kerja yang padat karya. Sukuk wakaf dapat menjadi alternatif pilihan untuk memobilisasi dana berskala besar dan berkelanjutan guna membangun industri peternakan dalam rangka swasembada daging untuk ketahanan pangan nasional.

 

Belajar dari New Zealand (NZ)

Penguatan instrumen wakaf sebagai alat pembangunan dapat dilakukan salah satunya melalui kolaborasi dengan sukuk. Banyak skim yang bisa diaplikasikan dalam sukuk wakaf. New Zealand dapat menjadi best practice bagaimana sukuk wakaf dapat digunakan untuk membangun industri peternakan.

Tahun 2013, New Zealand meraih Islamic Economy Award di bidang wakaf. Kepiawaian New Zealand diakui dunia dan telah membantu pengembangan wakaf untuk industri peternakan di Sudan, Australia, Kanada hingga Inggris.

Adapun langkah yang dilakukan lembaga wakaf New Zealand yang didirikan tahun 2011 ini adalah menjadikan aset wakaf masjid dan sekolah yang terhimpun dari sekitar 50 ribu muslim di New Zealand sebagai underlying. Melalui sukuk wakaf, lembaga ini menghimpun dana untuk dibelikan peternakan dan domba yang nantinya diharapkan mampu memasok 100-220 ribu domba per tahun

Tidak hanya itu, hasil dari peternakan ini juga melakukan pengolahan bernilai tambah, mulai dari daging, bulu wol, susu, tulang, kulit untuk membantu mereka yang membutuhkan serta diolah menjadi hiasan, mantel, karpet, hingga menghasilkan gelatin halal. Benar-benar zero waste.

Lembaga wakaf New Zealand tidak memberi profit sharing bagi investor sukuk wakaf karena hasil dari investasi diputar kembali untuk pengembangan wakaf. Jika bantuan dana investor telah membantu sekitar 10 peternakan, nama investor akan diabadikan pada peternakan tersebut.

Untuk mewujudkan misi jangka panjang, lembaga wakaf New Zealand bekerja sama dengan pihak ketiga untuk penyaluran hasil sukuk wakaf lintas negara. Salah satu fokus penyaluran adalah pemberdayaan ekonomi wanita, penelitian, pendidikan dan kesehatan.

 

CWLS

Indonesia memiliki cash waqf linked sukuk (CWLS) yang merupakan inovasi bidang keuangan dan investasi sosial Islam dengan menempatkan wakaf uang pada sukuk negara untuk dikelola secara produktif. Kesyariahan CWLS telah terpenuhi dengan keluarnya Pernyataan Kesesuaian Syariah CWLS dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tanggal 6 Februari 2019.

Investasi CWLS aman karena dijamin negara. CWLS produktif dan optimal karena memberi imbal hasil yang kompetitif dan tidak dipotong pajak. Imbal hasil CWLS mengalir untuk masyarakat kurang mampu dan membiayai kegiatan sosial kemasyarakatan, termasuk infrastruktur sosial yang menjadi aset wakaf.

 CWLS diterbitkan setidaknya oleh lima alasan. Pertama, menjadikan sukuk sebagai alternatif investasi wakaf, utamanya bagi wakif yang belum menemukan nazhir yang terpercaya. Kedua, memberdayakan potensi wakaf secara produktif melalui sukuk negara. Ketiga, menjadi gerakan radikal dalam pengembangan ekosistem wakaf produktif di Indonesia.

Keempat, menjadi jalan keluar alternatif pembiayaan pencapaian sustainable development goals (SDGs). Kelima, mendorong transparansi dalam pengelolaan dana wakaf karena para nazhir diwajibkan membuat program kegiatan sosial untuk mawquf 'alayh sebelum CWLS ditawarkan kepada investor.

Untuk pengembangan industri peternakan, CWLS memiliki peluang untuk memanfaatkan lahan non-produktif yang potensinya seluas 420 ribu hektar untuk dibangun menjadi sentra peternakan. Wakif yang memilih temporary CWLS, maka dana wakaf akan kembali pada tahun yang ditentukan. Wakif yang memilih perpetual CWLS, maka setelah periode sukuk berakhir, dana wakaf akan ditempatkan lagi pada CWLS seri berikutnya.

Hal ini akan semakin optimal jika dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS), dana sosial keagamaan lainnya (DSKL), termasuk berbagai dana filantropi lainnya dapat disisihkan untuk memproduksi daging yang kemudian diolah, diawetkan atau dikalengkan untuk didistribusikan kepada kelompok masyarakat bawah.

Pada tataran inilah, CWLS menawarkan eksponensial manfaat bagi wakif, pemerintah, masyarakat yang membutuhkan, dan industri peternakan itu sendiri. Dan yang terpenting, agenda swasembada daging tidak sekedar dimaknai dengan kemampuan penyediaan daging yang cukup bagi masyarakat, namun juga disertai dengan peningkatan kualitas konsumsi pangan masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal. Wallahua’lam bish showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)