Postingan

Menampilkan postingan dengan label Moneter

MENCARI INSTRUMEN MONETER ALTERNATIF (HARIAN KONTAN, OPINI, 30 NOVEMBER 2009, HLM. 23)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Prodi Ilmu Ekonomi Islam Unair, Surabaya) Likuditas perbankan saat ini berlimpah. Per awal November 2009, dana menganggur yang ditempatkan pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) telah mencapai Rp 280 triliun. Angka ini jauh di atas nilai per akhir tahun lalu yang sebesar Rp 166,51 triliun. Menurut prediksi, angka ini akan menembus Rp 300 triliun pada 2010. Berlimpahnya likuiditas perbankan tidak lepas dari timpangnya pertumbuhan antara dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang membuat dana menganggur terus menumpuk. Excess of liquidity ini berbahaya karena berpotensi menjadi ajang spekulasi kurs. Untuk mencegah spekulasi kurs, bank sentral mau tidak mau harus menyerap likuiditas meski konsekuensinya membuat biaya moneter melonjak tajam. Dengan kewenangan yang dimilikinya, bank sentral dapat melaksanakan pengendalian moneter dengan menggunakan sejumlah instrumen. Salah satu instrumen moneter yang kerap digunakan adalah operasi pasar terbuka (OPT) dan ...

SUKUK, MENUJU INSTRUMEN SENTRAL FISKAL DAN MONETER (MAJALAH SHARING, EDISI APRIL NO. 28/TAHUN III/2009

Oleh: Rifki Ismal (Mahasiswa PhD Islamic Finance, Durham University, UK) Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Ilmu Ekonomi Islam, Universitas Airlangga, Surabaya) Penjualan sukuk ritel laris manis. Respon investor luar biasa. Sebelum sampai akhir masa penawaran, penjualan sukuk ritel sudah menembus target indikatif. Ke depan, pemerintah patut mempertimbangkan sukuk tidak hanya sebagai sumber pembiayaan dalam kebijakan fiskal, tetapi dapat juga menjadi instrumen sentral bagi kebijakan moneter di Indonesia. Pada hari ke-12 penawaran, penjualan sukuk berseri SR-001 sudah terjual Rp 3,446 triliun. Nilai ini sudah melampaui target indikatif pemerintah yang sebesar Rp 3,4 triliun. Dari semula, pemerintah memang optimis penerbitan sukuk ritel pada akhir Februari ini akan mendulang sukses. Optimis pemerintah cukup beralasan mengingat, pertama, penerbitan sukuk sebelumnya, yaitu Ijarah Fixed Rate (IFR) 0001 dan 0002 pada Agustus 2008 lalu, mendulang penghargaan karena dinilai sukses dari sisi perm...

Rentannya Sistem Moneter Kita (Republika, 29 September 2008)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Prodi Ekonomi Islam Unair) Belakangan ini, pasar bursa sarat dengan sentimen negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan hingga level terendah di tahun ini. Anjloknya harga minyak mentah dunia dan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menekan pasar. Rupiah bahkan hampir menyentuh level Rp 9.500. Tingginya suku bunga perbankan menyebabkan minimnya likuiditas di pasar. Terlebih lagi, setelah Bank Indonesia (BI) Rate dinaikkan hingga 9,25 persen. Ada apa? Jika mencermati fenomena tersebut di atas, kita bisa melihat betapa sistem moneter Indonesia dan dunia sesungguhnya rapuh dan rentan terhadap berbagai gejolak. Tidak ada satupun yang mampu mengendalikannya. Sifat sektor moneter akan menuju hal-hal yang bersifat jangka pendek, spekulatif, dan mobile. Siapapun yang mengikuti langgamnya, maka hanya akan menjadi bulanannya. Jika kita simak, anomali ekonomi mikro-makro dan ”growth paradox” antara sektor keuangan-riil, serta tu...