Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2009

GLOBALISASI UNTUK NASIONALISME (Surabaya Post, 24 April 2009)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Ekonomi Islam Unair) “… the very nature of economics is rooted in nationalism... the aspirations of the developing countries are more for national independence and national self-respect than just for bread to eat...” . (Joan Robinson, 1964) Perekonomian dunia dan Indonesia saat ini tengah menghadapi badai krisis. Krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) berimbas menjadi krisis keuangan global. Penghambaan para elit dan pengambil kebijakan terhadap paradigma ekonomi barat kini mulai tergoyahkan. Globalisasi yang dulu diagungkan kini disadari terlampau kebablasan . Sesungguhnya globalisasi merupakan sunnatullah. Globalisasi yang berwujud pasar-bebas dapat menjadi peluang, tetapi bisa juga menjadi ancaman. Itu semua tergantung pada bagaimana sebuah negara melaksanakan tata kelola perpolitikan dan perekonomiannya. Namun realitas menunjukkan berbagai ketimpangan dunia saat ini sebagian besar adalah buah dari globalisasi sebagaimana yang berlangsung saat

MENYOAL MINIMNYA KONTRIBUSI BANK SYARIAH TERHADAP SUKUK (Boks Pojok Ekonomia, Republika, 16 April 2009)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiwa S3 Ilmu Ekonomi Islam Universitas Airlangga) Kontribusi bank syariah dalam penyerapan sukuk sangat minim. Hal ini menjadi pertanyaan. Pasalnya, industri keuangan syariah sejak awal begitu mendesak agar emisi sukuk direalisasikan. Alasannya, kehadiran sukuk akan membantu ruang gerak pasar keuangan syariah. Lalu mengapa sedikit sekali bank syariah yang menyerap sukuk? Penerbitan sukuk sejak mula dimaksudkan untuk mendiversifikasi instrumen pembiayaan defisit anggaran dengan meningkatkan basis investor. Sukuk diposisikan memiliki peran yang kurang lebih sama dengan surat utang negara (SUN). Perbedaannya yang signifikan terletak pada sukuk yang berbasis sistem ekonomi Islam. Sistem ini mensyaratkan adanya jaminan aset (underlying asset) untuk tiap nilai penerbitannya, berkaitan dengan sektor riil, dan digunakan untuk hal-hal produktif. Pada pertengahan 2008 lalu, pemerintah telah menerbitkan sukuk negara dengan pasar korporasi. Pada akhir Februari 2009,

Menggagas Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Bisnis Indonesia, Opini, 1 April 2009)

oleh: Rifki Ismal (Mahasiswa S3 Islamic Banking and Finance, Durham University, Inggris) Khairunnisa Musari (Mahasiwa S3 Ilmu Ekonomi Islam, Universitas Airlangga, Surabaya) Banyak negara muslim maupun nonmuslim di dunia yang kini menjadikan sukuk sebagai instrumen pembiayaan pembangunan. Selain sebagai alat kebijakan fiskal, sukuk sesungguhnya dapat juga berfungsi sebagai alat operasional moneter. Ke depan, pemerintah bekerja sama dengan bank sentral dapat mempertimbangkan penerbitan sukuk bersama untuk menjadi alternatif investasi sekaligus mengurangi beban Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Kiprah dan penerimaan masyarakat internasional atas kelembagaan ekonomi Islam secara global semakin menguat. Ketahanan sistem ekonomi Islam terhadap badai krisis telah membuka mata dunia. Sejumlah negara dengan penduduk muslim minoritas seperti China, Singapura, Jepang, Korea, dan Inggris telah dengan cepat mengadopsi dan membangun sistem perbankan dan keuangan Islam. Pemerintah Amerika Serikat (AS