Menggagas Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Bisnis Indonesia, Opini, 1 April 2009)

oleh:
Rifki Ismal (Mahasiswa S3 Islamic Banking and Finance, Durham University, Inggris)
Khairunnisa Musari (Mahasiwa S3 Ilmu Ekonomi Islam, Universitas Airlangga, Surabaya)

Banyak negara muslim maupun nonmuslim di dunia yang kini menjadikan sukuk sebagai instrumen pembiayaan pembangunan. Selain sebagai alat kebijakan fiskal, sukuk sesungguhnya dapat juga berfungsi sebagai alat operasional moneter. Ke depan, pemerintah bekerja sama dengan bank sentral dapat mempertimbangkan penerbitan sukuk bersama untuk menjadi alternatif investasi sekaligus mengurangi beban Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Kiprah dan penerimaan masyarakat internasional atas kelembagaan ekonomi Islam secara global semakin menguat. Ketahanan sistem ekonomi Islam terhadap badai krisis telah membuka mata dunia. Sejumlah negara dengan penduduk muslim minoritas seperti China, Singapura, Jepang, Korea, dan Inggris telah dengan cepat mengadopsi dan membangun sistem perbankan dan keuangan Islam. Pemerintah Amerika Serikat (AS) pun tengah mempelajari sistem perbankan Islam. Vatikan bahkan mengeluarkan pernyataan kepada perbankan dunia untuk meninjau peraturan keuangan Islam guna mengembalikan kepercayaan para nasabah di tengah krisis finansial saat ini.

Salah satu konsep kelembagaan dalam ekonomi Islam yang juga tengah menjadi fenomena yang mendunia adalah sukuk. Sukuk pada hakikatnya merupakan sertifikat kepemilikan atas suatu asset (proyek riil) yang pada era modern saat ini dapat digunakan dalam skala besar untuk menjadi instrumen pembiayaan pembangunan. Sukuk dipandang sebagai alternatif yang lebih baik daripada berutang karena antara lain mengandung unsur kerja sama investasi, berbagi risiko dan keterlibatan aset (proyek) riil yang juga mendasari penerbitan sukuk.

Sukuk di satu sisi tidak hanya dapat melepaskan ketergantungan pemerintah terhadap utang luar negeri, tetapi sukuk juga berpotensi memberdayakan dana menganggur di dalam negeri untuk membiayai proyek-proyek pemerintah. Bagi industri perbankan dan keuangan Islam, sukuk adalah instrumen untuk mengelola likuiditas berlebih di perekonomian untuk meningkatkan kinerja sektor riil demi kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Secara teori, sukuk sesungguhnya tidak saja memiliki peran sentral dalam kebijakan fiskal, tetapi juga dapat berfungsi sebagai alternatif instrumen kebijakan moneter. Dalam konteks inilah, pemerintah dan bank sentral dapat bekerja sama untuk menerbitkan sukuk sebagai instrument investasi alternatif sekaligus mengurangi beban SBI yang ditanggung negara.

Salah satu masalah utama sistem perekonomian kapitalis saat ini adalah jumlah uang beredar yang melampaui kapasitas perekonomian dan ketidakmampuan mendayagunakannya untuk pembiayaan di sektor riil. Sistem bunga yang dianut oleh kebijakan fiskal maupun moneter menyebabkan aktivitas keuangan pemerintah dan operasi moneter konvensional semakin menambah jumlah likuiditas dalam perekonomian.

Menutupi defisit
Dalam teori moneter, pinjaman pemerintah ke bank sentral untuk menutupi budget defisit, aktivitas perdagangan luar negeri (pemerintah dan swasta) yang membuka pintu aliran dana asing masuk ke dalam negeri dan operasional bank konvensional merupakan tiga sumber utama money creation itu.

Sebagai instrumen yang beroperasi berdasarkan nilai-nilai Islam, sukuk dalam hal ini dapat difungsikan sebagai instrumen kebijakan moneter alternatif. Artinya, selain penerbitan sukuk oleh pemerintah yang telah dilakukan saat ini, sukuk pun suatu saat nanti hendaknya dapat diterbitkan pula oleh bank sentral sebagaimana yang telah dilakukan oleh Bank Sentral Malaysia, Sudan, Iran, dan Pakistan.

Sebagai mitra pemerintah, bank sentral dapat bekerja bersama untuk menentukan proyek yang akan didanai, berapa dana yang dibutuhkan melalui penerbitan sukuk, penentuan tingkat bagi hasil yang pada akhirnya berujung kepada pencapaian likuiditas ideal bagi perekonomian.

Secara teknis, excess liquidity yang diserap melalui sukuk bank sentral-pemerintah dapat ditempatkan secara langsung ke pemerintah untuk pembiayaan pembangunan atau tidak langsung melalui bank-bank syariah. Dalam konteks ini, sukuk pemerintah (bank sentral) dapat menggunakan akad investasi (mudarabah/musyarakah, dll).
Selain diharapkan dapat membantu kinerja perekonomian, mekanisme investasi sukuk diharapkan pula dapat mengurangi beban operasional moneter. Mekanisme moneter berbasis bunga berujung kepada penambahan uang beredar (base money) walaupun tujuan utama penerapannya adalah mengurangi likuiditas perekonomian agar tingkat inflasi ideal dapat tercapai. Dengan sukuk, kelebihan likuiditas itu tidak hanya dapat dikurangi tetapi juga diberdayakan untuk pembangunan sehingga bisa mengurangi inflasi.

Menimbang fungsi dan kegunaan sukuk di atas, pemerintah ke depan dapat mempertimbangkan untuk tidak hanya menerbitkan sukuk negara sebagai alat kebijakan fiskal. Namun, pemerintah dapat pula bekerja sama dengan bank sentral yang selama ini menjadi alternatif penempatan dana berlebih perbankan untuk menerbitkan sukuk bank sentral untuk mendanai proyek-proyek pembangunan.
Secara praktis keterlibatan pemerintah dan bank sentral dalam mengelola likuiditas perekonomian melalui penerbitan sukuk memegang peranan penting karena beberapa alasan utama. Pertama, ketika tingkat kepercayaan publik kepada pelaku syariah (bank dan lembaga keuangan syariah lain) untuk melakukan kegiatan investasi bernilai besar belum begitu tinggi maka pemerintah (bank sentral) dapat berperan sebagai inisiator dan fasilitator. Kredibilitas, akuntabilitas, dan jaminan keamanan investasi pemerintah atas semua aktivitas keuangan yang dilakukannya diharapkan dapat menjembatani gap kepercayaan publik tersebut dengan tetap melibatkan institusi keuangan syariah di dalamnya.

Kedua, dibandingkan dengan swasta, pemerintah lebih mempunyai agenda-agenda proyek pembangunan yang bersifat massal dan membutuhkan dana dalam jumlah yang sangat besar. Keterlibatan aktif bank sentral dan pemerintah dalam menyerap dana-dana menganggur melalui kebijakan moneter dan fiskal berbasis surat berharga syariah tidak hanya akan menstabilkan perekonomian tetapi juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi, bahkan mengurangi tingkat kemiskinan karena besarnya potensi penyerapan tenaga kerja dari pelaksanaan proyek-proyek pemerintah.

Ketiga, terkait dengan teori ekonomi moneter, operasi moneter yang bersatu padu dengan operasi fiskal berbasis sukuk diharapkan akan mengurangi proses money creation. Walaupun masih pada tahap awal, tetapi mekanisme sukuk yang sedang dijalankan pemerintah akan memberikan bukti nyata bahwa konsep ekonomi Islam menawarkan solusi bagi masalah klasik ekonomi kapitalis. Masalah klasik tersebut, yaitu penciptaan uang tanpa didasari aktifitas riil perekonomian yang berujung kepada fenomena inflasi, krisis ekonomi dan keuangan, serta menurunnya kesejahteraan masyarakat seperti yang tengah terjadi di negara-negara maju saat ini. Wallahu'alam bisawwab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)