PISANG AGUNG (Radar Jember, Perspektif, 3 April 2010, Hlm. 1)

Oleh: Khairunnisa Musari

Ramadhan 2008: “Kami baru saja berbuka kolak pisang kirimanmu. Beberapa sisir saya kirim ke Ibu di Bandung. Beliau senang sekali. Trims ya.”
Ramadhan 2009: “Kami baru pulang dari Swiss. Baru saja saya dan Meutia berbuka dengan keripik pisang kirimanmu. Kami memakannya dengan olesan madu. Lezat sekali.”

Begitulah secuplik SMS yang pernah dikirimkan Prof. Sri-Edi Swasono, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pada saya. Beliau adalah suami dari Ibu Meutia Hatta, mantan Menteri Pemberdayaan Wanita era Kabinet Indonesia Bersatu I yang juga putri dari salah satu proklamator Indonesia.

Ya, pisang agung Lumajang adalah salah satu hal yang mendekatkan saya dan Pak Edi. Ketika mengetahui saya berasal dari Lumajang, beliau spontan menyampaikan keinginannya untuk menikmati pisang agung. Saya biasanya memesan pada petani di Senduro dan kemudian mengirimkannya via paket ke Jakarta. Dari Jakarta lalu ke Bandung. Mengapa Bandung? Ya, karena Pak Edi biasanya selalu menyisihkan beberapa sisir untuk dikirimkan pada Ibunya yang berusia 90 tahun lebih yang tinggal di Bandung.

Tidak bisa dipungkiri, pisang agung memang sudah menjadi ikon Lumajang. Pisang jenis ini termasuk M. paradisiaca forma typica atau M. paradisiaca normalis, yaitu pisang yang dapat dimakan setelah buahnya dimasak. Sebagai bahan konsumsi, pisang memiliki gizi tinggi karena komposisinya yang sarat dengan kandungan air, gula ringkas, karbohidrat, protein, lemak, B-Carotene (A), Thiamin (B1), Niacin Riboflavin (B2), Pyridoxine (B6), dan Vitamin C.

Jika disimak, pisang agung sesungguhnya bukan monopoli Lumajang saja. Pisang jenis ini sebenarnya dapat kita temukan pula di daerah lain dengan berbagai sebutan. Selain Jawa Timur, sentra pisang agung banyak ditemukan juga di Jawa Barat dan Lampung. Di Jawa Timur, Lumajang termasuk produsen pisang agung terbesar dengan Kecamatan Senduro sebagai poros utamanya.

Di Lumajang, pisang agung kebanyakan dimanfaatkan industri rumah tangga untuk bahan baku keripik atau sale. Padahal, pisang sesungguhnya dapat dimanfaatkan lebih dari itu. Di Malang, sudah mulai dikembangkan tape pisang. Di daerah lain, pisang diolah sebagai pure dan tepung. Kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Batangnya ada yang diolah menjadi serat untuk pakaian dan kertas selain juga menjadi pakan ternak.

Harus diakui, pisang agung adalah salah satu komoditi unggulan pertanian yang sangat potensial, baik secara teknis, sosial, maupun ekonomis. Sebagai tanaman nonmusim, pisang agung dapat dipanen sewaktu-waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Untuk itu, kebijakan, strategi, dan program kegiatan pengembangan komoditi pisang agung perlu disusun dengan memperhatikan berbagai aspek agar dapat mencapai target yang diharapkan.

Sedikitnya ada 3 soalan yang perlu dipikirkan terkait dengan pisang agung sebagai komoditi pertanian andalan Lumajang. Pertama, soalan pascapanen. Perlakuan pascapanen di lapangan masih sederhana. Belum ada kebijakan penerapan pascapanen yang komprehensif. Untuk itu, perlu difasilitasi panduan penerapan pascapanen pisang sesuai SOP.

Kedua, soalan pengolahan. Industri pengolahan pisang yang ada juga masih sederhana, skala kecil, dan produknya belum beragam. Juga belum ada insentif kebijakan investasi. Untuk itu, perlu difasilitasi promosi usaha pengolahan pisang, sosialisasi aneka produk pengolahan pisang, magang aneka olahan pisang, dan analisis kelayakan usaha pengolahan pisang serta skim bantuan modal.

Ketiga, soalan mutu. Karena belum adanya SOP pengolahan pisang, maka aneka olahan pisang yang ada belum memenuhi standar mutu. Untuk itu, perlu adanya sistem pembinaan dan pengawasan mutu, penyusunan standar mutu aneka olahan pisang, sosialisasi penerapan sistem jaminan mutu, serta peningkatan SDM pendamping dan pengawas mutu. Dengan demikian, produk pisang yang diperoleh memiliki kriteria mutu yang diharapkan seperti: kulit mulus dan cerah, bentuk buah seragam, tingkat kematangan optimal, rasa yang konsisten, dan aman dikonsumsi.

Sebagai catatan, mengacu pada laporan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura (2005), pemerintah telah menetapkan arah pengembangan industri pengolahan pisang 2025 pada pembuatan tepung pisang, pure, pasta atau selai. Sasaran ekspor 1.000.000 ton pisang akan diarahkan pula pada negara tujuan: Jepang, Korea, China, Singapura, Malaysia dan negara Asia lainnya. Pada 2010 dan 2015 ini akan diadakan realisasi ekspor 30.000 ton dan 150.000 ton yang dipasok dari sentra-sentra produksi pisang utama komersil. Tentu pisang-pisang ini harus sudah memenuhi standar mutu yang diinginkan negara tujuan. Meski jenis pisang utama yang akan di ekspor adalah pisang cavendish, namun tidak menutup kemungkinan pisang agung diperhitungkan sebagai varietas andalan.

Berkaca pada Meksiko, Jamaika, Amerika Tengah, Panama, Kolombia, Ekuador dan Filipina, perkebunan pisang di sana dikembangkan berkesinambungan. Budidaya pisang dibangun menjadi industri yang didukung oleh kultur teknis yang prima dan stasiun pengepakan yang modern dan memenuhi standar internasional. Hal ini menunjukkan bahwa pisang sesungguhnya bukanlah komoditi yang dapat diabaikan.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana kesiapan pisang agung Lumajang dalam menyongsong peluang pada 2025?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)