Antara Krisis Finansial Global, Pertanian, dan Unej (Radar Jember, 14 Oktober 2008)

Oleh:
dr. Hairrudin, M.Kes (Staf Pengajar FK-Unej)
Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Ekonomi Islam Unair)

Krisis finansial yang melanda dunia kini berimbas pada perekonomian Indonesia. Meski berusaha disangkal, pengaruh resesi Amerika Serikat (AS) terhadap perekonomian Indonesia tampaknya tidak terelakkan. Tutupnya Bursa Efek Indonesia (BEI) beberapa waktu lalu menjadi bukti nyata betapa perekonomian global berdampak serius terhadap ekonomi negeri ini.

Sektor yang pertama kali terkena imbas dari pelemahan pertumbuhan ekonomi global adalah sektor finansial yang memiliki keterkaitan dengan AS. Langkah Bank Sentral AS yang terus menurunkan tingkat suku bunga, dengan konsekuensi melemahnya nilai tukar dolar AS, tampaknya tidak cukup untuk membendung terjadinya resesi.

Dilihat dari sumber resiko yang memicu persoalan krisis, kondisi saat ini jauh lebih besar dibanding tahun 1997-1998. Pada 1997-1998, pemicu krisis adalah faktor eksternal, yaitu kolapsnya Thai Bank. Saat ini, pemicu krisis adalah juga faktor eksternal, yaitu subprime mortage yang meluas menjadi krisis finansial global. Namun, pemicu kali ini jauh lebih kompleks dan multidimensi dibanding 1997-1998. Dengan banyaknya anak perusahaan, produk, dan jaringan usaha derivatif dari perusahaan finansial AS di Indonesia, maka dapat dipastikan kolapsnya nilai aset global akan berpengaruh pada struktur permodalan perusahaan domestik, apalagi bila kemudian diiringi oleh repatriasi modal atau transfer pricing. Terlebih lagi, jika krisis ini diikuti dengan penarikan dana skala besar pada pasar modal dan keuangan dalam negeri mengingat lembaga keuangan asing memiliki portofolio sekitar 67% di bursa saham kita.

Sektor Pertanian
Sektor pertanian boleh dikata menjadi satu-satunya sektor yang mampu bertahan di tengah krisis finansial global karena tidak berhubungan erat dengan sektor finansial. Sektor pertanian tidak terdapat pada pasar saham dan tidak mendapat fasilitas finansial seperti sektor bidang lain. Oleh karena itu, sektor pertanian dapat menjadi bemper perekonomian dalam memberi konstribusi pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja. Keyakinan ini setidaknya didasarkan dari kemampuan sektor pertanian menjadi salah satu penyumbang terbesar (6%) pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2008 yang sebesar 6,3%. Pertumbuhan sektor pertanian ini paling tinggi sejak 10 tahun terakhir.

Namun demikian, realita menunjukkan sektor pertanian tidak lagi diminati generasi muda. Hal ini tercermin dari kosongnya kursi pada jurusan pertanian yang menyisakan 9.019 kursi pada 47 perguruan tinggi negeri (PTN). Pengamatan empirik menunjukkan, sebagian besar anak petani yang berkesempatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi (PT) tidak berminat memilih jurusan pertanian. Sementara, anak petani yang tidak berkesempatan meneruskan pendidikan ke PT cenderung menekuni pekerjaan di sektor jasa dan perdagangan.

Tidak bisa dimungkiri, minimnya minat untuk masuk jurusan pertanian tidak lepas dari gambaran petani Indonesia yang identik dengan skala usaha sempit, modal terbatas, teknologi yang kurang berkembang, dan tingkat pendidikan yang rendah. Fakta di lapangan juga menunjukkan, pembangunan kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan (pertanian) cenderung terpolarisasi. Kawasan perkotaan berkembang dengan cepat, memiliki pendapatan tinggi, modern, dan menjadi pusat pertumbuhan. Sedangkan kawasan pedesaan relatif berkembang lambat, memiliki pendapatan rendah, terbelakang, dan tergolong miskin. Realitas dan paradigma yang ada inilah yang secara tidak langsung membentuk pola pikir generasi muda untuk memilih sektor nonpertanian.

Universitas Jember (Unej)
Lebih jauh, Unej sesungguhnya memiliki potensi besar untuk menjadi laboratorium penggerak sektor pertanian dan sumber daya manusia (SDM). Menyimak lambang perguruannya, Unej secara filosofis telah memposisikan diri untuk menjadi agent of development pada sektor pertanian. Hal ini sejalan pula dengan lambang daun tembakau yang digunakan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember yang melambangkan Kabupaten Jember sebagai gudang pangan, penghasil komoditi tembakau dan perkebunan, serta padi dan kapas yang melambangkan gambaran kesuburan sandang pangan di Kabupaten Jember.

Senada dengan yang disampaikan Muh. Rozaq Asyhari dalam artikel Bangkitlah Kampusku, Harapan Itu Masih Ada pada Radar Jember, 8 Oktober 2008, kami percaya banyak mutiara yang dimiliki Unej. Deretan tenaga pengajar dengan kompetensi yang diakui secara nasional dan internasional merupakan mutiara yang diharapkan mampu memberi sumbangan bagi peningkatan sektor pertanian dan perekonomian, tidak hanya di Kabupaten Jember, tapi juga daerah-daerah di wilayah tapal kuda, Provinsi Jawa Timur, dan Indonesia dalam skala lebih besar.

Oleh karena itu, penting bagi Unej yang memang dari awal sudah dikenal memiliki keunggulan pada jurusan pertanian, untuk terus berinovasi dalam membuat terobosan pendidikan pertanian. Selama ini, sebagaimana kritik yang banyak dilontarkan oleh sejumlah ahli dan praktisi pertanian, jurusan pertanian dirasakan terlalu spesifik, bersifat monodisiplin, dan lebih berorientasi pada aspek pendalaman ilmu.

Ke depan, tuntutan pendidikan pertanian cenderung mengarah pada teknologi pertanian, agroekoteknologi, agrobisnis, dan agroindustri. Unej diharapkan mampu menjawab itu semua. Bahkan, Unej diharapkan pula mampu memberi rekomendasi strategis dalam mengatasi ancaman krisis ketahanan pangan dan food-trap. Dengan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap bidang penelitian dan pengembangan, yang ditunjukkan dengan ditingkatkannya belanja penelitian pada Tahun Anggaran 2009, diharapkan dapat memperkuat sinyal bagi Unej untuk menjadi agent of change bagi sektor pertanian guna menjadi pilar pembangunan ekonomi Indonesia Raya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)