CHOCOLATE FROM JEMBER (1) - (Radar Jember, Perspektif, 14 September 2010)

Oleh: Khairunnisa Musari*

Lebaran kemarin hampir bersamaan dengan ultah Naj, anak saya yang kedua. Seorang sahabat di Surabaya memberikan saya budget untuk berbelanja apa saja yang menjadi kesukaan Naj sebagai hadiah ultah. Saya katakan, hadiah yang paling bisa berkesan dan menyenangkan Naj adalah makanan. Sebab, Naj belum bisa menghargai pemberian dalam bentuk materi yang lain selain makanan.

Akhirul kalam, saya membelikan camilan, susu kotak instan rasa coklat, dan tentu saja cokelat itu sendiri sebagai hadiah ultah beratasnamakan Om Bagyo. Ya, anak-anak saya biasa memanggilnya Om Bagyo. Mereka bersahabat dan cukup rutin berkomunikasi via SMS. Nau, anak saya yang sulung, pun ikut kecipratan dan mendapat jatah hadiah dari budget yang diberikan Om Bagyo.

Ketika anak-anak menikmati cokelat batangan, suami saya memperhatikan label yang tertera di pembungkus cokelat tersebut. Ia kemudian menyeletuk, “Jangan-jangan cokelat impor ini sebenarnya bahan bakunya dari Jember. Kualitas cokelatnya Jember kan terkenal dan dikirim ke mana-mana.” Hmm...

Ya, gara-gara hadiah cokelat dari Om Bagyo dan celetukan suami itulah yang membuat saya ingin menulis topik cokelat dalam Perspektif kali ini. Selain tembakau, cokelat sesungguhnya juga bisa menjadi ikon Jember. Siapa sangka, kota kecil ini ternyata menyimpan sejarah panjang sekaligus modernitas dari teknologi kakao.

Mmm… Ada yang bingung ya apa bedanya cokelat dan kakao? Ya, cokelat itu adalah sebutan untuk makanan yang diolah dari biji kakao (Theobroma cacao). Dengan kata lain, biji kakao adalah penghasil bahan baku cokelat. Nah, Indonesia yang dikenal sebagai produsen kakao terbesar kedua di dunia sesungguhnya banyak memperoleh kontribusi besar dari Jember.

Ya, kehadiran Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember ternyata mampu bertindak lokal dengan pikiran global. Betapa tidak, dari tempat ini muncul teknologi yang menjadi kebanggaan bidang penelitian dan pengembangan varietas perkebunan Indonesia. Teknologi pembibitan Somatic Embriogenesis (SE) yang dikembangkan memungkinkan kegiatan pemuliaan (benih) dilakukan secara massal dari satu tanaman induk. Keadaan ini berbeda dengan teknologi okulasi dan setek konvensional yang hanya bisa memproduksi satu benih dari satu tanaman induk.

Selain mampu diproduksi secara massal, benih kakao hasil SE juga terbukti mempunyai produktivitas sangat tinggi. Konon, Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang mampu memproduksi benih kakao secara massal dari satu tanaman induk. Puslitkoka Jember bahkan dikabarkan memperoleh hak pengembangan dari Nestle, perusahaan multi nasional asal Perancis.

Ya, Puslitkoka bukan saja sebuah bangunan sejarah yang menjadi saksi kejayaan kakao Jember. Tempat ini juga adalah museum pertanian dan perkebunan karena menyimpan varietas tanaman pertanian dan perkebunan yang usianya sudah tua. Sejak zaman Belanda, potensi alam Jember sangat dipahami betul oleh pemerintah kolonial. Budidaya tanaman pertanian dan perkebunan memang tumbuh sangat baik di kawasan ini. Kakao adalah salah satu komoditas unggulannya. Belanda kemudian mendirikan Puslitkoka untuk riset pengembangan komoditas.

Aduuuh, apa sih yang enggak ada di Jember ini!!! Semua sudah ada di sini. Tinggal bagaimana kita mengelolanya saja. Kakao Jember harusnya mampu menjadi pemain utama nasional. Setidaknya, Puslitkoka harusnya mampu menjadi think-tank bagi masa depan kakao nasional. Dari sini, pemerintah harusnya dapat mengambil banyak manfaat. Di tempat ini terdapat teknologi pengolahan kakao hingga pemanfaatan kulit kakao sebagai sumber energi. Selain itu, terdapat juga teknologi biogas dan pengkomposan dengan aerasi pasif untuk berbagai limbah padat hasil kakao.

Ketika saya mencoba googling keberadaan Puslitkoka di Jember, saya mengetahui bahwa lembaga penelitian ini ternyata juga memiliki pabrik pengolahan kakao yang didirikan mendampingi kebun kakao yang luasnya 60 ha. Dengan kebun seluas itu, dapat dihasilkan kakao yang cukup untuk memproduksi cokelat olahan hingga 300 kg per hari. Meski harga jual cokelat produksi pabrik lokal ini cukup terjangkau oleh pasar menengah ke bawah, namun nyatanya tak mampu mendongkrak pasar. Bahkan, permintaan cenderung turun. Meski telah melakukan upaya efisiensi di segala lini, tetapi jika tiada dukungan kongkret dari pemerintah daerah untuk memberi jalan terbukanya pasar, bisa jadi pabrik cokelat ini tidak berkutik sama sekali.

Mengapa pemerintah daerah perlu turun tangan? Ya, ini tidak lepas dari visi pemerintah pusat yang berencana untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen kakao terbesar di dunia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian memperkirakan Indonesia pada 2015 mampu mewujudkannya.

Saat ini, Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading. Dengan luas areal tanam 1.563.423 ha dan produksi 795.581 ton, Indonesia berada di bawah Pantai Gading yang memiliki produktivitas mencapai 1,5 ton per ha. Dengan menggunakan teknologi SE untuk perbanyakan benih yang diproduksi Puslitkoka Jember, diprediksi kemampuan produksi Indonesia akan mampu melampaui Pantai Gading.

Hasil uji coba di lapangan, benih kakao SE mampu menghasilkan lebih dari 2 ton per ha. Potensi kemampuannya bahkan diperkirakan dapat mencapai 4 ton per ha. Dengan tingkat produktivitas seperti itu, keinginan Indonesia untuk menjadi produsen kakao terbesar dunia pada 2015 bukanlah mimpi. Peluang inilah yang harusnya dapat direspon cepat oleh pemerintah daerah. (Bersambung)

Komentar

  1. Dear bu Nisa

    salam kenal..
    saya mau tanya benih Kakao SE dari Jember dijual per benih dengan harga berapa ya.? dan kalau mau pesan ke siapa bu mohon bantuan contact person
    Terimaksih..
    Salam
    Bambang

    BalasHapus
  2. Pak Bambang, harga bibitnya Rp 7.000-an. Kalau beli dalam jumlah besar dan di luar Jawa akan dikirim dgn container dan kapal. Kalau jumlahnya sedikit dengan ekspedisi ato pesawat. Untuk lebih detilnya, silahkan Pak Bambang menghubungi 0331-757130/757132 atau imel ke iccri@iccri.net

    Semoga informasi ini bermanfaat untuk Bpk.

    BalasHapus
  3. Terimakasih banyak bu Nisa atas informasinya

    Salam..
    Bambang

    BalasHapus
  4. bu.,mau nanya..untuk benih coklat (bukan bibit)dan jenis apa yang bagus, ada contactnya gak ya bu??

    Thankss

    BalasHapus
  5. Mas Edo, saya kok gak mudeng toh apa maksudnya benih cokelat bukan bibit itu? Maksudnya, yg sudah menjadi tanaman kah? kalo itu, saya belum tau... Untuk benih bibit yg bagus, ya benih SE itu yang sy ketahui paling bagus... CP-nya bisa dilihat di komen di atas... Tq juga.

    BalasHapus
  6. hehehe,.,maap bu,.,yang saya maksud itu.,,.benih coklat yang belum jadi tanaman,.,.jadi bentuknya masih biji,.,belum berbentuk tanaman,.,CP diatas juga jual benih itu ya bu,.,saya berencana untuk tanam di Nias,.,oh ya bu,.,benih bijinya itu ada sertifikatnya gak bu??ato surat keterangan asal benih,.,


    Makasih bu.,

    BalasHapus
  7. Mas Edo, rasanya Puslitkoka Jember itu memang menjual benih kakao yg belum berbentuk tanaman... Soal sertifikat, saya enggak tau. Tp kalo Mas Edo baca tulisan saya yang berseri tentang kakao dan cokelat ini, produk benih temuan Puslitkoka ini diakui dunia lho. Indonesia dengan menggunakan benih SE temuan Puslitkoka bahkan PD banget utk menjadi produsen kakao no 1 dunia... Sebaiknya, untuk lebih detil, Mas Edo coba dech hubungi CP di atas...

    BalasHapus
  8. Thanks Bu,.,,.

    banyak membantu,.,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

Belajar dari Wu Da Ying (1) (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 7 Juli 2017, Hlm. 21 & 31)