MENDESAK BACK-UP RUPIAH (Harian Kontan, 29 September 2010, Hlm. 23)



Oleh: Khairunnisa Musari*

Rancangan Undang-Undang (RUU) Mata Uang termasuk dalam daftar Program Legislasi Nasional RUU prioritas Tahun 2010. Semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati RUU dilanjutkan pembahasannya di tingkat panitia kerja (Panja).

Pada periode 2004-2009, RUU Mata uang sudah pernah digodok oleh DPR. Namun RUU tersebut gagal di-UU-kan. Pada periode 2009-2014, RUU ini kembali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional RUU prioritas Tahun 2010.

RUU Mata Uang merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 23 B yang berbunyi ”macam dan harga mata uang ditetapkan dengan UU”. RUU yang terdiri dari 12 Bab dan 46 Pasal ini mengatur pengelolaan mata uang, mulai dari proses perencanaan hingga proses pemusnahan. Selain itu, RUU ini juga mengatur kewajiban penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran dan penanganan peredaran uang palsu.

Dari 172 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU tersebut, sebanyak 52 DIM disetujui DPR. Sisanya 120 DIM diusulkan untuk dibahas Panja. Dari DIM yang diajukan pemerintah, tampaknya pembahasan lebih menyentuh pada siapa yang bertanggung jawab dalam membuat perencanaan, pencetakan, pengeluaran, penandatanganan, pemberantasan uang palsu, serta pengauditan secara periodik terhadap seluruh proses pelaksanaan.

Demi untuk menuntaskan dan melengkapi RUU Mata Uang, Panja pada Oktober ini akan bertolak ke Kanada untuk studi banding. Kanada dipilih sebagai negara tujuan karena dinilai berhasil mengimplemantasikan UU Mata Uang. Anggota dewan bermaksud mempelajari proses pencetakan, distribusi, dan peleburan mata uang serta implementasi UU tersebut. Sejauh ini, masukan-masukan yang hendak dipelajari anggota dewan lebih pada teknis. Padahal, yang tidak kalah mendesak untuk dikaji adalah bagaimana membangun sistem dan road map agar mata uang rupiah terjamin nilainya di masa depan.

Hard Currency
Untuk jangka panjang, RUU Mata Uang menyimpan harapan untuk menjadikan rupiah tergolong sebagai hard currency. Misi ini patut diapresiasi. Untuk mewujudkannya, tentu terdapat sejumlah persyaratan. Diantaranya, rupiah harus convertible dan tingkat acceptability yang tinggi dalam lalu lintas perdagangan internasional. Secara politis, pemerintah Indonesia mungkin akan sulit melakukannya. Namun yang terpenting dan sering terabaikan adalah esensi dari keberadaan mata uang itu sendiri bagi perekonomian domestik.

Dalam konteks ini, pemerintah seyogyanya berpikir untuk menjamin nilai mata uang rupiah melalui dukungan aset berkualitas atas jumlah mata uang beredar (back-up currency). Back-up currency sesungguhnya sejalan dengan kecenderungan kebijakan ekonomi banyak negara beberapa tahun belakangan. Singapura, Malaysia, dan Thailand adalah negara tetangga yang sudah mulai menerapkannya.

Harus diakui, sistem mata uang yang berlangsung saat ini adalah salah satu biang krisis ekonomi di Indonesia dan juga negara lain. Terikatnya nilai mata uang suatu negara kepada mata uang negara lain dan tidak pada dirinya sendiri menyebabkan nilai suatu mata uang tidak pernah stabil. Bergejolaknya nilai mata uang tertentu, dapat dipastikan akan berpengaruh terhadap kestabilan mata uang yang lain.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia, maka nilai tukar rupiah menjadi sangat rentan terhadap arus lalu lintas modal internasional yang bergerak sedemikian dinamis.

Diversifikasi Cadangan Devisa
Agar bisa memberi manfaat bagi pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas ekonomi, maka dibutuhkan back-up currency. Adalah lebih penting menjadikan rupiah tidak mudah tergerus inflasi dan diobrak-abrik mata uang lain daripada sekedar membangun citra yang praktis, nyaman, dan bergengsi sebagaimana yang diharapkan dari redenominasi. Back-up currency lebih berarti daripada redenominasi dalam mengatasi inflasi. Redenominasi justru berpeluang untuk menghasilkan money illution yang pada gilirannya akan berbuah inflatoir effect.

Tahap awal untuk menginisiasi back-up rupiah dapat dimulai salah satunya dengan melakukan diversifikasi cadangan devisa. Sistem cadangan devisa yang berlaku saat ini umumnya menjadikan USD sebagai instrumen penyimpan nilai. Sudah banyak yang mengkritisi bahwa USD bukan penyimpan nilai yang baik. Beberapa negara bahkan menggaungkan kebutuhan krusial akan sistem mata uang global baru.

Emas sesungguhnya layak menjadi instrumen penyimpan nilai. Meski kerap dipersoalkan lantaran tidak likuid, namun nyatanya Amerika Serikat (AS) menjadi penyimpan terbesarnya. Fort Knox dikenal sebagai tempat penyimpanan emas terbesar di dunia. Cadangan emasnya diperkirakan mencapai 8.946,9 ton. Berikutnya adalah Jerman, Italia, Perancis, China, Swiss, Jepang, Belanda, dan Rusia. Bahkan IMF termasuk pula yang memiliki simpanan emas terbesar di dunia.

Ke depan, pemerintah perlu mempertimbangkan upaya-upaya untuk membangun sistem penjaminan nilai mata uang rupiah. Pemerintah perlu keberanian untuk melakukan back-up currency berupa cadangan emas atau cadangan devisa lain sesuai dengan jumlah rupiah beredar. Dalam melakukan transaksi perdagangan bilateral atau multilateral, pemerintah layak pula mempertimbangkan mata uang berbasis komunitas. Misalnya saja, dengan menggunakan dinar seperti halnya yang dilakukan Malaysia, Iran dan Brunei dalam perdagangannya dengan sejumlah negara Islam.

Yang tidak kalah penting, pemerintah hendaknya mulai sadar bahwa USD tidak bisa dijadikan tolok ukur kepulihan, kemakmuran, dan juga pertumbuhan ekonomi. USD bukanlah mata uang yang terjamin kestabilannya. Dibutuhkan diversifikasi cadangan devisa untuk mengeliminir resiko nilai tukar rupiah terhadap hard currency tersebut. Berikutnya, barulah kita melangkah pada back-up rupiah yang sesungguhnya agar terjamin stabilitas nilainya di masa depan.

Komentar

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

Belajar dari Wu Da Ying (1) (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 7 Juli 2017, Hlm. 21 & 31)