Santri dan Resolusi Jihad Ekonomi (Portal Jember, Pikiran Rakyat Media Network, Esai, 27 Oktober 2020)
https://portaljember.pikiran-rakyat.com/opini/pr-16876027/santri-dan-resolusi-jihad-ekonomi
Oleh:Peringatan Hari
Santri Nasional belum genap sepekan. Pada peringatannya yang ke-5, Hari Santri
Nasional dihadapkan pada situasi pandemi.
Keadaan negeri tengah
diuji. Banyak harap agar santri kembali melakukan resolusi. Kali ini untuk berjihad
ekonomi.
Penurunan kegiatan ekonomi begitu masif. Tekanan ekonomi terjadi sekaligus pada dua sisi, permintaan
dan penawaran.
Jika dimasa lalu
kerap terjadi anomali mikro dan makro ekonomi, termasuk growth paradox
antara sektor keuangan dan sektor riil, kali ini keduanya cenderung selaras
langgamnya.
Pada tataran inilah,
santri dan pesantren sebagai simpul-simpul masyarakat menjadi modal sosial
untuk membangun kekuatan pasar sekaligus menjadi motor penggerak ekonomi
melalui basis komunitas yang dimilikinya.
Potensi Ekonomi Pesantren
Jika dilihat dari sosial budaya kemasyarakatan, pesantren menjadi salah satu karakter yang melekat dinamis
pada masyarakat Indonesia.
Dalam sejarah bangsa
ini, pesantren tidak sekedar berkontribusi dalam penyebaran agama Islam. Tetapi, juga
memiliki peran besar dalam perjuangan
kemerdekaan.
Merujuk Statistik
Data Pondok Pesantren Tahun 2019, tercatat lebih dari 27 ribu pesantren yang tersebar di berbagai wilayah di
Indonesia.
Jawa Barat menjadi
provinsi dengan jumlah terbanyak sekitar 8.343 pesantren.
Kemudian disusul
Banten sebanyak 4.579 pesantren dan Jawa Timur sebanyak 4.452 pesantren.
Dari jumlah santri,
Jawa Timur menempati posisi pertama. Jumlah santri mukim sekitar 323.293 orang
dan santri non-mukim sekitar 241.006.
Jawa Barat menempati
posisi ketiga. Jumlah santri mukim sekitar 148.987 orang dan santri non-mukim
sekitar 306.687 orang.
Data ini
mengindikasikan bahwa pesantren dan santri berpotensi besar menjadi economic booster, terlebih di tengah pandemi.
Tidak bisa dipungkiri,
eksistensi pesantren kini tidak saja menjadi pusat pendidikan ilmu keagamaan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Tetapi, juga menjadi
pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pengembangan ekonomi. Termasuk, ekonomi
syariah.
Itulah sebabnya,
dalam beberapa tahun terakhir, gaung ‘one pesantren, one product’ semakin
besar. Program ini menjadi program andalan kebanyakan pemerintah daerah untuk
memberdayakan pesantren.
Tentu saja kerangka ekonomi pesantren harus bertumpu
pada pengembangan sektor riil.
Hal ini sejalan
dengan semangat ekonomi syariah yang mendorong money velocity dan
menghindari money creation.
Up-scaling
unit-unit usaha pesantren yang dapat dilakukan, diantaranya, penerapan financial technology (fintech) dalam berbagai transaksi keuangan.
Baik untuk pembayaran uang sekolah, infak pesantren, jual-beli barang kebutuhan santri, penggajian guru dan karyawan.
Kemudian, diversifikasi yang dapat dikembangkan
diantaranya dengan pendirian pusat halal serta menjadi penyedia
tenaga penyelia dan auditor halal.
Indonesia yang
berkomitmen untuk menjadi pusat produsen halal dunia tentu memiliki kebutuhan
besar terhadap sumber daya manusia (SDM) dan produk-produk yang dapat dipenuhi
dari hasil up-scalling dan diversifikasi unit-unit usaha pesantren.
Pada konteks inilah,
pesantren sangat bisa berperan serta. Setidaknya ada dua alasan.
Pertama, preferensi konsumen terhadap produk atau jasa
halal dari pesantren cenderung lebih
mudah diarahkan.
Hal itu dapat didorong oleh kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pesantren dalam
implementasi syariah, maupun dorongan untuk mendapatkan nilai ibadah dalam
transaksi.
Pada tataran selanjutnya, jika kepercayaan
itu dapat dikelola dengan baik, maka loyalitas terhadap produk atau jasa
pesantren juga akan tumbuh.
Pada akhirnya, target pasar yang lebih besar
pun dapat diraih. Terlebih dengan memanfaatkan jejaring basis komunitas dan kedekatan dengan
masyarakat.
Kedua,
pesantren memiliki keunggulan dari aspek SDM untuk mendukung keberlanjutan produksi.
Bukan saja dari sisi kuantitas, tapi juga dari nilai-nilai yang selama ini
ditanamkan di pesantren, seperti kemandirian, amanah, tanggung jawab, kebersamaan, dan keimanan.
Dapat dipahami,
kewirausahaan menjadi kata kunci bagi pesantren untuk menjadi pusat
pemberdayaan masyarakat dan pusat pengembangan ekonomi halal.
Untuk itu, dibutuhkan literasi dan transformasi orientasi dalam masyarakat
pesantren – khususnya para kyai dan santri - bahwa ekonomi halal adalah bagian integral dari tafaqquh fi al-din
sebagai fokus utama pesantren.
Resolusi Jihad Ekonomi
Hari Santri Nasional
adalah momentum untuk membangkitkan ghirah kemandirian ekonomi pesantren. Saatnya kaum
santri bergegas menuju jihad ekonomi yang berwawasan keislaman dan kerakyatan untuk
membantu kebangkitan Indonesia.
Sudah selayaknya santri dan
pesantren membersamai
rakyat untuk
berjuang melepaskan diri dari
belenggu krisis.
Mengutip KH.
Saifuddin Zuhri dalam buku Guruku
Orang-orang dari Pesantren, “Para santri adalah anak-anak
rakyat, amat paham tentang arti kata rakyat, paham benar tentang kebudayaan
rakyat, tentang keseniannya, agamanya, jalan pikirannya, cara hidupnya,
semangat dan cita-citanya, suka dukanya, tentang nasibnya, dan segala lika-liku
hidup rakyat”.
Bung Hatta
dalam Daulat Ra’jat, 20 September
1931,
menyatakan, “Bagi kita, ra’jat itoe jang
oetama, ra’jat oemoem jang mempoenjai kedaulatan, kekuasaan (souvereinteit). Karena ra’jat
itoe jantoeng hati bangsa. Dan ra’jat itoelah jang mendjadi
oekoeran tinggi rendah deradjat kita. Dengan ra’jat itoe, kita akan naik dan dengan
ra’jat kita akan toeroen. Hidoep atau matinya Indonesia merdeka, semoeanja itoe
bergantoeng kepada semangat ra’jat. Pengandjoer-pengandjoer dan golongan kaoem
terpeladjar baroe ada berarti, kalau dibelakangnja ada ra’jat jang sadar dan
insjaf akan kedaulatan dirinja.”
Untuk
itu, santri harus menjadi yang terdepan dalam menyerukan ‘Resolusi Jihad Ekonomi’ untuk
negeri.
Ketika
santri menyeru, maka langit dan bumi akan membantu.
Ketika
santri bangkit dan mandiri, maka rakyat berdaulat dan berdikari.
Insya
Allah!
Komentar
Posting Komentar