Paris Agreement: Joe Biden, Ekonomi Syariah, dan Adopsi Hutan (Portal Jember, Pikiran Rakyat Media Network, Esai, 22 November 2020)
Oleh: Khairunnisa Musari*
Terpilihnya Joe Biden
sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) membawa harapan baru bagi pencapaian Paris Agreement tentang perubahan iklim.
Sejak awal kampanye, Biden tegas menyatakan komitmennya untuk menjadikan AS
kembali mendukung konsensus internasional tersebut.
Tepat lima tahun lalu,
pada 30 November hingga 12 Desember 2015, Conference of the Parties (COP) 21
dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menjadi
tonggak bagi negara-negara di dunia menangani perubahan iklim.
Paris
Agreement
menjadi harapan untuk menyelamatkan planet bumi dari emisi karbon yang
mengancam keamanan internasional akibat pemanasan global dan perubahan iklim. Negara-negara
penyumbang emisi karbon terbesar ikut serta didalamnya.
Pemerintah Indonesia
menandatangani Paris Agreement pada
22 April 2016 di New York. Ratifikasi Paris
Agreement ini kemudian disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 pada 24 Oktober 2016.
Melalui Paris Agreement, Indonesia berkomitmen untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penerapan kebijakan ekonomi
berkelanjutan. Mitigasi
dan adaptasi menjadi instrumen utama dalam menangani dampak-dampak perubahan
iklim.
Saat Presiden Donald
Trump menarik AS dari Paris Agreement,
saat itulah masa depan perjanjian ini menjadi tidak pasti. Betapa tidak, butuh
20 tahun bagi negara-negara di dunia untuk bernegosiasi dan sepakat.
Sementara, AS adalah penghasil
gas rumah kaca terbesar kedua di dunia.
Pada November 2019,
setahun lalu, Presiden Donald Trump akhirnya mengumumkan resmi penarikan AS. Paris Agreement dipandang merugikan
ekonomi AS dengan hilangnya lapangan pekerjaan, rendahnya upah, dan turunnya
produksi industri.
Menjaga kepentingan
nasional, terutama pada sektor batu bara, menjadi alasannya pula.
Ekonomi Syariah
Perubahan
iklim saat ini menjadi salah satu masalah besar bagi planet bumi. Istilah ini
digunakan untuk menggambarkan efek pemanasan global sebagai dampak kegiatan
manusia pasca revolusi industri.
Dalam
ekonomi syariah, banyak ayat-ayat ilmiah Al-Qur'an yang membahas tentang
lingkungan.
Ayat-ayat
ini membawa pesan tentang lingkungan sebagai suatu sistem, manusia bertanggung
jawab memeliharanya, dilarangan merusak, peringatan mengenai kerusakan yang
terjadi karena ulah tangan manusia dan pengelolaan yang mengabaikan petunjuk
Allah, hingga solusi dalam pengelolaannya.
Tentang
sumber daya air, QS Al Mursalaat 27 dan
QS Ath Thaariq 11 membawa pesan pentingnya air sebagai sumber kehidupan
yang memiliki siklus.
Tentang
sumber daya tanah, QS Asy-Syu’ara 7-8 menjelaskan tanda kebesaran Allah yang
menghidupkan bumi melalui tanah dengan berbagai tumbuh-tumbuhan yang indah
dipandang dan bermanfaat.
Dalam
QS Al-Hijr 19-20, Allah telah menyatakan bahwa bumi dihamparkan dengan
gunung-gunung dan segala sesuatu yang ditumbuhkan di atasnya untuk memenuhi
keperluan hidup.
Dalam
QS An-Nahl 14, 66, Allah juga menciptakan lautan dan binatang ternak yang dapat
diambil manfaatnya oleh manusia.
Namun,
dalam QS Hud 61 juga ditegaskan tentang tanggung jawab manusia untuk memelihara
dan memakmurkan alam sekitarnya. Hal ini mengingat lingkungan hidup sebagai
sumber daya mempunyai kemampuan regenerasi dan asimilasi yang terbatas.
Dalam QS
al-Baqarah 31, manusia diberi ilmu. Dengan demikian, ilmu yang akan memahamkan
tentang hukum alam serta bagaimana mengelola dan menjaganya.
Gerakan Adopsi Hutan
Banyak cara yang dapat
dilakukan warna negara untuk ikut melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan
lingkungan.
Mulai dari ikut
membeli green sukuk ritel, ikut
gerakan menanam pohon, membangun hutan wakaf, juga adopsi hutan.
Di Jawa Timur, sudah
ada program Adopsi Hutan yang diinisiasi oleh Dinas Kehutanan. Sayang, program
ini belum banyak tersosialisasikan. Juga sepertinya pengelolaannya belum
optimal.
Hal ini setidaknya
tercermin dari jumlah pengadopsi yang sangat minim. Juga, transaksi keuangan
dalam proses pengadopsian sering tidak mulus.
Adopsi Hutan Jawa
Timur adalah sebuah model untuk mengambil peran pemeliharaan dan pengelolaan
hutan dalam rangka pelaksanaan reboisasi, pembangunan, dan revitalisasi hutan
rakyat.
Tujuannya untuk meningkatkan tutupan hutan dan lahan
yang melibatkan kemitraan para pemangku kepentingan.
Saat ini ada tiga
program Adopsi Hutan.
Pertama, Hutan dengan Tujuan
Khusus (HTKh) Jati Seleksi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro. Ada 609
slot pohon yang ditawarkan.
Dahulu kawasan ini merupakan
demonstrasi plot (demplot) dari pusat penelitian. Terdapat tegakan jati dengan
17 varietas. Lokasi ini diusulkan sebagai Situs Monumen Alam.
Kedua, HTKh Jati Monumen KPH
Padangan. Ada 3.287 slot pohon yang ditawarkan.
Areal ini merupakan
hamparan tegakan jati berukuran besar dengan keliling sekitar 150-557 cm dan
umurnya sudah cukup tua. Hamparan hutan ini ditanam sekitar tahun 1857 saat penjajahan
Belanda.
Ketiga, Areal Produksi Benih
(APB) KPH Padangan. Ada 1.242 slot pohon
yang ditawarkan dan menjadi satu-satunya
APB bersertifikat Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH).
Secara berkala, pengadopsi
akan memperoleh laporan pohon yang diadopsi berupa jumlah air yang
terinfiltrasi, karbon yang tereduksi, oksigen yang dihasilkan, dan berapa
banyak penerima manfaat.
Melalui program Adopsi
Hutan, sejatinya kita juga ikut menyelamatkan bumi. Pohon yang diadopsi menjaga
kualitas air tanah, menghasilkan oksigen, dan ikut membuka lapangan pekerjaan
bagi tenaga pengelola lahan dan hutan. Wallahualam
bish showab.
Komentar
Posting Komentar