WAKAF UANG (Republika, Berita Jatim, Kolom Syariah, 19 Februari 2010, Hlm. 15)

Oleh: Khairunnisa Musari*

Awal Januari lalu, Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Uang. Dalam membuka tafsir luas tentang wakaf yang semula hanya pada tanah dan bangunan, wakaf uang adalah suatu terobosan. Jika dikelola secara produktif, wakaf uang sesungguhnya dapat menjadi solusi persoalan ekses likuiditas.

Selain akad tijarah, fiqh muamalah juga mengenal akad tabarru’ yang dapat menjadi alternatif kebijakan pemerintah dalam membangun kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sebagai salah satu instrumen keuangan Islam berbasis akad tabarru’, wakaf tidak hanya unggul dalam mengatasi berbagai persoalan sosial, tetapi juga unggul dalam mengelola likuiditas perekonomian.

Di Indonesia, lahirnya undang-undang (UU) tentang Wakaf menjadi momentum untuk memberdayakan wakaf secara produktif. Kehadiran regulasi ini mengandung pemahaman yang komprehensif dan modernitas terhadap pemberdayaan potensi wakaf. Dalam beberapa tahun terakhir, wacana pemberdayaan wakaf secara produktif memang cukup intensif. Kebutuhan inovasi instrumen dalam pembangunan sosial ekonomi memunculkan banyak kajian yang pada gilirannya melahirkan rekomendasi tentang pemberdayaan wakaf uang.

Dalam konstelasi ekonomi Indonesia, wakaf uang adalah instrumen yang masih dianggap baru. Dengan karakteristiknya yang melekat, wakaf uang memiliki keunggulan dalam memobilisasi dana wakaf lebih cepat dibanding wakaf benda kongkrit. Meski nilai uang berkurang setiap waktu karena tergerus inflasi, tapi sifatnya yang fleksibel menjadikan wakaf uang dapat menjadi instrumen bagi mekanisme kontraksi likuiditas.

Terlepas dari perbedaan pendapat pada mekanisme pemberdayaan wakaf akibat ragam interpretasi dari aturan dan prinsip syariah, harus diakui wakaf uang memiliki sejumlah keunggulan. Hal ini setidaknya tercermin dari 3 aspek. Pertama, wakaf uang tidak terikat dengan kepemilikan kekayaan dalam jumlah besar. Siapa pun dapat menjadi wakif, berapa pun jumlahnya. Kedua, wakaf uang dapat menjadi modal proyek pembangunan sektoral atau infrastruktur yang dibangun pada aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong. Ketiga, wakaf uang yang terhimpun dapat digulirkan oleh nadzir untuk membantu operasional berbagai institusi Islam. Nadzir juga dapat menginvestasikan wakaf uang pada berbagai sektor usaha yang halal dan produktif. Dengan demikian, wakaf uang menjadi sumber pendanaan swadaya masyarakat yang dapat ditransformasikan menjadi modal usaha sosial ekonomi yang sangat murah.

Dalam perspektif ekonomi makro, eksistensi wakaf uang muncul dalam mekanisme kontraksi likuiditas. Wakaf uang akan menyerap ekses likuiditas perekonomian dan mendayagunakannya untuk proyek pembangunan tanpa diiringi kewajiban pembayaran return dari nadzir kepada wakif. Dana ekses likuiditas tersebut kemudian sepenuhnya dalam kendali nadzir untuk menyerapnya kembali. Inilah wujud lain dari ekspansi moneter dalam sistem ekonomi Islam yang menjaga keseimbangan antara sektor riil dan keuangan.

Dari sisi fiskal, wakaf uang berpotensi pula menjadi instrumen kebijakan yang masuk ke dalam sumber penerimaan negara melengkapi pajak dan pendapatan lainnya. Pada gilirannya, pendapatan nasional akan meningkat dan distribusinya akan lebih merata. Hal ini mengingat wakaf sebagai instrumen kelembagaan ekonomi Islam mengecam konsentrasi dana dan mensyaratkan kemaslahatan umat sebagai prioritas.

Secara keseluruhan, efektifitas wakaf uang bagi perekonomian sangat tergantung dari peran negara dalam mengelolanya. Namun dapat ditegaskan, wakaf uang adalah salah satu alternatif sumber pendanaan sosial ekonomi yang sangat murah dan mandiri. Pemerintah dapat menjadikannya sebagai alat untuk melepaskan diri dari ketergantungan akan utang. Semakin besar wakaf uang yang terkumpul, maka akan semakin sedikit biaya sosial ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat. Hal ini pada gilirannya akan mereduksi pengeluaran pemerintah bagi program pembangunan yang bersifat layanan publik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

Belajar dari Wu Da Ying (1) (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 7 Juli 2017, Hlm. 21 & 31)