Circular Economy, Bank Sampah, dan Nanofinance (Portal Jember, Kanal Ekonomi Syariah, 4 Juni 2020)
Oleh:
https://portaljember.pikiran-rakyat.com/ekonomi-syariah/pr-16394137/circular-economy-bank-sampah-dan-nanofinance
Tulisan ini diambil dari salah satu makalah saya yang lolos 12th
International Conference on Islamic Economics and Finance (ICIEF). Alhamdulillaah,
Allah izinkan saya berturut-turut dapat mengikuti 10th ICIEF di
Qatar pada 2015, 11th ICIEF di Malaysia pada 2016, dan kali ini 12th
ICIEF di Turki pada 2020 meski hajatan prestisius dari the Islamic Research and
Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IDB) itu harus berubah dalam bentuk
Webinar karena pandemi Covid-19.
Ide tulisan ini terinspirasi dari Dr. Tariqullah Khan, seorang Profesor
Keuangan Syariah dari Hamad bin Khalifa University, Qatar. Dr. Tariqullah Khan adalah
salah satu nama besar dalam jagad keuangan Islam dunia. Karya-karyanya termasuk
yang selalu menjadi referensi. Dari beliaulah, saya kemudian mengenal circular economy dan tertarik
mendalaminya.
Circular economy masih menjadi istilah yang relatif baru buat Indonesia. Tapi bagi
mereka yang konsen pada isu-isu lingkungan dan keberlanjutan, istilah ini
mestinya sudah cukup sering didengar.
Secara sederhana, circular economy adalah konsep untuk mengurangi sampah dan memaksimalkan sumber daya
yang ada. Konsep ini berbeda dengan linear economy yang kebanyakan dilakukan oleh kita semua dahulu, yaitu ambil - pakai -
buang.
Pada circular economy, semua bentuk sampah, emisi, dan energi terbuang dipandang sebagai
sumber daya untuk memperpanjang masa pakai sampah untuk dimanfaatkan kembali sebagai
bahan baku utama atau campuran bagi produk baru.
Circular economy adalah jawaban pula untuk masalah sampah plastik yang beberapa tahun
terakhir menjadi isu nasional.
Masih ingat kan dengan kebijakan di berbagai tempat yang melarang penggunaan
air kemasan dan kemudian dihimbau untuk membawa botol minuman sendiri? Masih
ingat kan ketika kita berbelanja di minimarket harus membayar kresek atau diminta membeli tas non-plastik?
Nah, upaya-upaya
mengurangi sampah plastik itu juga menjadi target circular economy.
Dengan konsep ini, limbah plastik didaur ulang untuk menghasilkan bahan
baku baru yang dapat digunakan untuk memproduksi, misalnya, aspal plastik seperti
di Cilegon.
Buat Indonesia, manajemen sampah yang digaungkan oleh circular economy hari ini
sesungguhnya telah lama dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Apa itu?
Ya, benar, bank sampah!!!
Saya menulis di media tentang bank sampah sudah sejak 2010. Tapi, saat
itu, belum marak dikenal istilah circular
economy. Proses-proses yang diperkenalkan circular economy hari ini sejatinya adalah proses-proses yang telah dilakukan bank
sampah di Indonesia sejak dahulu.
Dengan kata lain, bank sampah adalah salah satu kearifan lokal masyarakat
Indonesia. Sebelum circular economy dikenal, sebagian masyarakat
kita telah melakukan manajemen sampah berbasis komunitas dengan memilah sampah.
Bank sampah di Indonesia terus bertransformasi. Dalam fase tertentu,
bank sampah di Indonesia kemudian memiliki fungsi sebagai lembaga simpan
pinjam.
Apa bedanya dengan perbankan?
Ya, mirip perbankan. Hanya, objek transaksinya adalah sampah.
Jadi, nasabah bank sampah yang membutuhkan dana dapat meminjam uang pada
bank sampah. Pengembalian pinjaman bukan dengan uang, tetapi dengan sampah.
Nilai pinjaman yang disediakan bank sampah kisarannya berbeda-beda. Ada
yang berkisar Rp 100-300 ribu, maksimum Rp 500.000, ada juga yang maksimum Rp 1.000.000.
Nah, nilai
pinjaman tersebut dapat dikategorikan sebagai nanofinance.
Adapun penerima manfaat terbesar dari layanan pinjaman bank sampah itu
adalah masyarakat yang berada pada lapisan bawah. Dan kelompok masyarakat
tersebut yang memang menjadi target utama nanofinance kan…
Ya, kehadiran nanofinance melengkapi
keterbatasan microfinance dalam
menjangkau kelompok masyarakat miskin. Misi utamanya adalah menghindarkan mereka
terjerat rentenir, mendorong untuk mandiri, dan
mampu memenuhi kebutuhan minimum serta menjalani kehidupan yang layak.
Untuk itu, pembiayaan kategori ini harus meniadakan bunga atau beban
administrasi, bahkan bagi hasil, karena merupakan pinjaman kebajikan (qardh).
Daaaaan… dari
berbagai literatur dan informan yang saya temui, semua menyebutkan nilai
pengembalian pinjaman dari nasabah dalam bentuk sampah itu ya sesuai nilai
pinjamannya tersebut. Dalam keuangan syariah, ini qardhul hassan kan…
Tidak hanya itu saja. Keberadaan bank
sampah sejatinya adalah bagian dari pembangunan lingkungan hidup (LH) yang pada hakekatnya adalah mengurangi resiko
lingkungan dan memperbesar manfaat lingkungan.
Dalam
QS. Al-Hijr: 19-20 dan QS.
An-Nahl: 14, 66, Allah telah menyatakan bahwa bumi dihamparkan
dengan gunung-gunung dan segala sesuatu yang ditumbuhkan di atasnya sesuai ukuran. Allah menjadikan segala sesuatu di bumi
untuk memenuhi keperluan hidup. Allah juga menciptakan lautan dan binatang
ternak yang dapat diambil manfaatnya oleh manusia.
Akan
tetapi, LH sebagai sumber daya mempunyai kemampuan regenerasi
yang terbatas. Apabila eksploitasi atau
penggunaannya melampaui batas daya regenerasi, maka sumber daya alam
(SDA) akan
mengalami kerusakan atas fungsinya sebagai
faktor produksi dan konsumsi.
Oleh
karena itu, QS. Hud: 61 mengingatkan tentang tanggung jawab manusia untuk
memelihara dan memakmurkan bumi untuk mendapat
penghidupan.
Pada tataran inilah, kita bisa melihat adanya keeratan
antara Islam, bank sampah, nanofinance, dan circular economy. SDA dapat dimanfaatkan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi LH.
Sebab, SDA dalam Islam sejatinya memiliki peran ganda. Yaitu, sebagai modal pertumbuhan ekonomi dan sekaligus
sebagai penopang sistem kehidupan.
Atas
dasar fungsi ganda tersebut, SDA senantiasa harus dikelola secara seimbang
untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional.
Wallahua’lam bish showab.
Komentar
Posting Komentar