Corona, Momentum Cetak Biru Logistik Halal Nasional menuju Indonesia Pusat Halal Dunia (INSIGHT, Bulletin of Islamic Economics by KNEKS, Edition 10, March 2020. Pp. 15-18)



Oleh:


Merebaknya kasus virus Corona yang menyebabkan penyakit Covid-19 berimbas pula pada sektor industri logistik. Dampaknya terutama terjadi pada arus barang ekspor dan impor Indonesia dengan Tiongkok. Sejatinya situasi ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah bersama para pemangku kepentingan untuk menyusun cetak biru logistik halal nasional menuju Indonesia sebagai pusat halal dunia.
           
Indonesia menjadi negara ke-10 yang menetapkan kebijakan penutupan sementara akses penerbangan dari dan ke Tiongkok untuk mengurangi risiko penyebaran virus Corona. Kebijakan ini menyebabkan ekspor jalur udara diperkirakan mengalami penurunan 40-60%. Tidak bisa dipungkiri, virus Corona memengaruhi kinerja ekspor pabrikan nasional karena Tiongkok merupakan mitra dagang utama pabrikan domestik. Meski jalur laut masih dimungkinkan untuk dilakukan pengiriman, namun pertumbuhan industri logistik nasional 2020 yang semula diprediksi tumbuh 9% diyakini akan sulit dicapai.
Kasus Corona menyadarkan tentang betapa pentingnya pemahaman akan risiko rantai pasokan global. Aliran material dan produk sejatinya tersebar sangat luas, baik sumbernya (sourcing atau origin) maupun tujuan (destination), sehingga Indonesia tidak boleh bergantung hanya pada satu atau dua pemasok. Keberadaan logistik halal dibutuhkan untuk menjamin proses aliran material dan produk tersebut, mulai dari pemasok, pabrikan atau pengolah, distributor, pengecer, sampai ke konsumen akhir, harus dapat menjamin material serta produk tetap terjaga halal dan thayyib (higienis, bersih, dan berkualitas). Karenanya, Indonesia perlu melalukan pengelolaan dan mitigasi risiko secara efektif, untuk memastikan bahwa material dan produk memenuhi kaidah halal, baik isi maupun proses di sepanjang rantai pasokannya. Di sinilah perlunya sistem rantai pasokan dan logistik halal.
Untuk itu, kasus Corona sejatinya dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk menyusun cetak biru logistik halal nasional. Logistik halal kerap kali dianggap bukan sebagai kebutuhan. Padahal, logistik halal sejatinya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari industri halal. Sektor logistik memiliki andil dalam penciptaan ekosistem halal. Untuk itu, dalam rangka menuju Indonesia sebagai pusat halal dunia, maka memiliki cetak biru logistik halal nasional menjadi keniscayaan dalam membangun ekosistem halal.

Urgensi logistik halal

The State of the Global Islamic Economy Report 2018-2019 mencatat market size untuk seluruh industri halal global pada 2017 mencapai US$2,107 triliun. Pada 2023, market size ini diprediksi meningkat menjadi US$3,007 triliun. Meningkatnya market size produk halal global tidak hanya dilatarbelakangi oleh meningkatnya populasi muslim dunia saja, tetapi juga kesadaran masyarakat muslim untuk menjalankan ajaran agama yang semakin meningkat yang ditandai dengan kesadaran untuk memilih menggunakan produk halal.
Selain itu, masyarakat non-muslim yang memilih produk halal juga semakin meningkat. Itulah sebabnya, halal kini tidak lagi menjadi simbol agama semata. Halal saat ini telah menjadi standar dalam menentukan tingkat kebersihan, keamanan, dan kenyamanan yang diakui masyarakat global. Halal telah melampaui batas ras, agama, dan negara.
Dalam ketidakpastian ekonomi global, produk halal memiliki peluang pasar yang terus membesar. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok sejak 2018 memicu meningkatnya ketidakpastian ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi dua negara tersebut melambat. Perlambatan ini menyebar pada negara lain dan berdampak pada menurunnya aktivitas ekonomi dan perdagangan internasional. Sebagian besar harga komoditas turun tajam. Penurunan ekonomi ini diprediksi masih terus berlanjut, terlebih dengan merebaknya kasus Corona.
Menurunnya kinerja ekspor mendorong pemerintah memberi perhatian terhadap produk halal. Hal ini mengingat potensi produk halal dalam memasuki pasar ekspor global sehingga dapat membantu memperbaiki defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Terlebih produk halal Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk bersaing pada pasar ekspor negara muslim. Produk halal Indonesia pada gilirannya pula akan membantu mengurangi impor produk halal yang sebenarnya juga menjadi penyebab CAD yang membebani neraca perdagangan.
Perbaikan CAD tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek karena masalahnya adalah pada ekspor komoditas sebagai tumpuan struktur perekonomian. Oleh karena itu, investasi domestik harus diarahkan untuk membangun industri bahan baku bernilai tambah yang mendorong ekspor. Ekspor menjadi opsi terbaik daripada pemerintah mencari pinjaman luar negeri untuk memperbaiki CAD guna mengendalikan nilai tukar Rupiah. Pasalnya, meningkatnya ketidakpastian ekonomi global akibat eskalasi perang dagang dapat memicu capital outflow dari Indonesia menuju safe haven.
Keinginan Indonesia sebagai pusat halal dunia, maka cetak biru logistik halal harus terintegrasi dengan cetak biru industri halal nasional. Peningkatan permintaan produk halal tentunya mendorong kebutuhan logistik halal. Logistik halal merupakan bagian dari sistem manajemen rantai pasokan halal (halal supply chain management/HSCM). HSCM secara sederhana dapat didefinisikan sebagai rantai pasokan produksi yang bersertifikasi halal mulai dari bahan baku hingga menjadi produk jadi yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir.
Saat ini HSCM telah menjadi standar halal dalam pengaturan penyediaan bahan baku produksi, proses pengolahan, pemasaran, promosi, hingga produk siap konsumsi. Logistik halal bersama halal procurement, halal manufacturing, dan halal distribution merupakan komponen utama pembentuk HSCM. Ruang lingkup logistik meliputi gudang (warehouse), pelabuhan (port), kapal udara, dan laut serta semua hal yang berhubungan dengan fasilitas penanganan (handling facility).
 Berdasarkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024, logistik halal dipetakan sebagai rantai nilai dari klaster makanan dan minuman halal, fesyen halal, media dan rekreasi halal, serta farmasi dan komestik halal. Bahkan, perbankan syariah didorong untuk meningkatkan pembiayaan bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan basis start up yang terdapat pada sektor logistik.
Terkait dengan ekonomi digital yang digaungkan pemerintah, MEKSI 2019-2024 juga telah memetakan kebutuhan pengembangan teknologi tepat guna dan mutakhir untuk efisiensi produk halal, diantaranya melalui sistem informasi yang terintegrasi untuk traceability produk halal. Traceability berperan dalam memastikan kehalalan komponen produk halal untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadap proses sertifikasi halal. Traceability digunakan untuk mengecek produk halal, mulai dari perolehan komponen bahan baku, proses produksi, hingga logistik dan distribusi produk yang dilakukan secara sistematis.  

Masalah yang dihadapi

Merujuk Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), maka kewajiban bersertifikat halal pada produk yang masuk dan beredar di seluruh wilayah Indonesia per 17 Oktober 2019 telah berlaku. Pasca berlakunya UU JPH, diperkirakan permintaan sertifikasi halal untuk sektor logistik akan terdongkrak pula. Sertifikasi halal untuk sektor logistik bertujuan untuk menjamin produk yang halal tetap terjaga status halal sejak dari bahan baku hingga menjadi produk jadi sampai pada tangan pelanggan. Perusahaan logistik yang telah bersertifikasi halal berarti telah memberi jaminan bahwa proses operasi didalamnya halal dalam menangani produk halal.
Merujuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), terdapat delapan perusahaan logistik halal di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah pemain asing. Kedelapannya bergerak dalam bidang penyediaan jasa pergudangan dan transporter. Mereka bermain pada sektor ini umumnya lebih disebabkan market driven. Tuntutan dari produsen produk halal, terutama produk makanan halal, mendorong perusahaan logistik untuk memenuhi kebutuhan tersebut.  
Sebelumnya, sertifikasi logistik halal dilakukan oleh LPPOM MUI. Sertifikasi dilakukan sebagai bentuk jaminan dari perusahaan bahwa produk halalnya tidak terkontaminasi produk non-halal. Perusahaan logistik harus menjamin produk yang mereka kelola, mulai dari saat menerima dari pemasok, kemudian disimpan lalu didistribusikan hingga sampai pada konsumen akhir tidak berinteraksi dengan produk non-halal.
Pengembangan logistik halal di Indonesia saat ini dihadapkan sedikitnya pada lima persoalan. Pertama, masalah literasi. Kebanyakan masyarakat, termasuk pelaku logistik, halal lebih diorientasikan pada konten kandungan produk. Proses distribusi produk, mulai dari pengiriman bahan mentah kepada pabrikan hingga disalurkan kepada konsumen akhir, kerap dianggap bukan sebagai bagian yang inheren dengan produk halal. Padahal, dalam HSCM, logistik halal merupakan bagian terintegrasi dari ekosistem halal.
Selain itu, pemahaman sebagian besar masyarakat bahwa kriteria halal sebatas halal zatnya. Padahal, kriteria lainnya adalah halal dalam memperolehnya dan halal dalam pengolahannya. Logistik halal berada pada ranah pengolahan produk halal yang meliputi rangkaian kegiatan penyediaan bahan, produksi, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.
Kedua, praktek industri halal Indonesia saat ini masih berkutat pada sertifikasi halal produk, belum pada pergerakan atau perpindahan produk, Kewajiban sertifikasi halal bagi industri makanan dan minuman sebagai sektor industri pertama yang dikenai kewajiban lantaran dinilai paling siap dan berhubungan langsung dengan masyarakat menjadikan kebutuhan akan logistik halal dianggap belum mendesak. Hal ini juga sekaligus mengindikasikan bahwa Indonesia masih memerlukan waktu lebih panjang untuk membangun ekosistem halal.
Ketiga, kurangnya regulasi dari pemerintah yang dapat menjadi landasan bagi sektor logistik berperan lebih besar dalam rantai pasokan produk-produk halal. Payung hukum bagi logistik halal masih mengandalkan UU JPH yang juga belum diturunkan menjadi peraturan pemerintah. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri, kehadiran UU JPH membawa gaung besar yang kondusif bagi terciptanya ekosistem industri halal.
Keempat, di Indonesia saat ini pengembangan produk halal belum dilakukan dalam sistem rantai pasokan secara menyeluruh mulai dari pengadaan bahan baku, pengepakan, pergudangan, transportasi, dan distribusi. Perlu dikembangkan rantai nilai produk halal dengan membangun kawasan “halal logistics park”, kewirausahaan produk halal, kawasan “industri dan UKM produk halal”, pengembangan ekspor produk-produk halal, serta dukungan dari lembaga keuangan syariah, utamanya perbankan syariah, dalam pembiayaan produk-produk halal.
Kelima, belum terintegrasinya prosedur, proses, pengawasan sertifikasi produk halal antara MUI dan/atau Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai penerbit sertifikasi produk halal dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perdagangan. Harmonisasi, standardisasi, dan perluasan cakupan proses sertifikasi halal – tidak hanya produk halal, harus juga mencakup proses rantai pasokan dan proses logistiknya. Implementasi sertifikasi produk halal yang dilakukan MUI dan/atau BPJPH perlu diintegrasikan dengan Kementerian Perhubungan, misalnya standardisasi perlakuan proses transportasi produk halal, dan Kementerian Perdagangan dalam proses pergudangan produk halal.
Keenam, masih sedikitnya penyedia jasa logistik halal yang memberikan layanan logistik halal dengan standardisasi dan tersertifikasi. Untuk itu, pemerintah perlu menciptakan insentif atau peraturan pemerintah sebagai turunan UU JPH untuk mendorong penyedia jasa logistik ikut memberi layanan halal atau mendorong hadirnya pemain baru yang bergerak pada logistik halal. Insentif dan peraturan pemerintah ini bisa berupa pengurangan pajak, memfasilitasi penyediaan dan perbaikan infrastruktur logistik di bandara, pelabuhan, terminal, depo, yang mendukung operasional dan standardisasi logistik halal, serta mendorong investasi perusahaan penyedia jasa logistik nasional untuk menyelenggarakan usaha logistik halal.

Cetak biru

Keberadaan cetak biru logistik halal nasional menjadi mendesak jika Indonesia memang berkomitmen untuk menjadi pusat halal dunia. Masih sedikitnya pemain di sektor logistik halal memberi keuntungan tersendiri bagi Indonesia untuk segera menyusunnya sebelum semakin banyak pemain asing masuk pada sektor logistik nasional.
Cetak biru ini dibutuhkan diantaranya juga mengingat sektor logistik halal berpotensi menciptakan multiplier effect terhadap lapangan kerja baru. Sektor ini dapat membuka usaha baru pada bidang jasa halal logistics park, jasa konsultan rantai pasokan halal, pelatihan dan sertifikasi kompetensi, serta jasa pembersihan dan pemeliharaan fasilitas logistik.
Adapun komponen cetak biru harus memuat koordinasi kelembagaan, kebijakan dan regulasi, pengembangan industri, integritas halal, sektor prioritas, teknologi, kompetensi sumber daya insani (SDI) serta penelitian dan pengembangan. Literasi masyarakat juga merupakan komponen yang tidak boleh terlupakan. Perlunya peningkatan literasi yang masif agar logistik halal dapat menjadi arus baru industri logistik nasional. Mengingat potensinya yang besar, selain juga dalam rangka melaksanakan amanat UU JPH, terutama karena Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Pengembangan logistik halal di Indonesia perlu melibatkan setidaknya tujuh pemangku kepentingan. Pertama, inisiator atau asosiasi logistik halal. Inisiator melakukan campaign produk halal dan logistik halal ke berbagai segmen masyarakat, untuk menyadarkan pentingnya logistik halal untuk pengelolaan rantai pasok produk-produk. Kedua, regulator. Pemerintah sebagai regulator sistem logistik halal perlu memberikan kebijakan sistem logistik halal, yang mencakup kebijakan infrastruktur, regulasi, standardisasi pergudangan logistik halal, standardisasi transportasi logistik halal, sertifikasi logistik halal, pengawasan, dan pembinaan pelaku usaha penyedia jasa logistik halal. Dalam melaksanakan fungsi ini, pemerintah dapat membentuk Badan Logistik Halal Indonesia.
Ketiga, perguruan tinggi atau edukator. Perguruan tinggi berperan sebagai pusat studi dan riset logistik halal dan pengembangan kompetensi SDI dan organisasi logistik halal. Riset logistik halal diarahkan untuk mengembangkan sistem logistik, infrastruktur, teknologi, dan proses bisnis logistik halal. Riset juga diarahkan untuk pengembangan pasar logistik halal, baik segmen pasar domestik maupun internasional.
Keempat, penyedia teknologi. Penyedia teknologi logistik halal akan memberikan dukungan teknologi, baik teknologi material handling, information and communications technology (ICT), maupun transportasi yang diperlukan dalam proses operasi logistik halal. Kelima, jasa penyedia logistik halal. Jasa penyedia logistik halal merupakan perusahaan third party logistics (3PL) yang menyediakan jasa pengelolaan logistik halal. Diperlukan standardisasi dan sertifikasi SDI dan organisasi perusahaan penyedia logistik halal ini.
Keenam, produsen. Produsen berperan penting sebagai penyedia produk-produk halal, dan memastikan bahwa produk-produk telah mendapat sertifikasi halal. Ketujuh, pelanggan. Pelanggan sebagai pengguna produk halal memperoleh layanan dan produk halal sesuai standar dan sertifikasi produk halal dan logistik halal.  Kemauan membayar dari pelanggan salah satu isu penting dalam mendukung implementasi logistik halal.
Pengembangan logistik halal ini akan memberikan banyak peluang bisnis, antara lain: (1) Jasa logistik (3PL atau fourth-party logistics); (2) Solusi teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas sistem traceability asal dan tujuan aliran material dan produk di sepanjang rantai pasokan; (3) Jasa halal logistics park, pabrik, dan gudang; (4) pengembangan dan pemeliharaan aset; (5) Jasa konsultan rantai pasokan; (6) Perancangan dan pengadaan penanganan material dan sistem rak; (7) Pelatihan dan sertifikasi kompetensi SDI dan organisasi; (8) Jasa pembersihan dan pemeliharaan fasilitas logistik.
Pendapat bahwa logistik yang telah menerapkan International Organization for Standardization (ISO) maka secara otomatis telah menerapkan praktek logistik halal bukanlah hal yang tepat. Termasuk juga pendapat bahwa Indonesia tidak perlu menerapkan logistik halal karena akan meningkatkan biaya logistik. Keduanya tidak menjadi pembenaran bahwa Indonesia tidak membutuhkan sertifikasi logistik halal. Sertifikasi bukan sekadar masalah sertifikat halal an sich belaka, melainkan juga bentuk transformasi struktural untuk meningkatkan nilai tambah serta daya saing melalui rantai nilai halal sehingga tercipta ekosistem bagi industri halal.
 Jelas, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk mewujudkan logistik halal di Indonesia. Untuk itu, cetak biru logistik halal nasional dibutuhkan sebagai panduan menuju arah tersebut. Kasus Corona dapat menjadi momentum bagi pemangku kepentingan halal di Indonesia untuk menggaungkan kebutuhan akan hadirnya cetak biru ini. Wallahu a’lam bish showab.

Komentar

  1. Salam orang baikku ......

    Nama saya Sartika Dewi dari kota Batan Miroto Semarang di Indonesia, saya ingin menggunakan media ini untuk menyarankan semua orang untuk berhati-hati dalam mendapatkan pinjaman di sini, jadi banyak pemberi pinjaman di sini adalah penipu dan mereka hanya di sini untuk menipu Anda dari Anda uang, saya mengajukan pinjaman sekitar 80 juta Rupiah dari seorang wanita di Malaysia dan saya kehilangan sekitar 6 juta tanpa mengambil pinjaman, mereka berulang kali meminta pembayaran, saya membayar hampir 6 juta uang sehingga saya tidak mendapatkan pinjaman,

    Terima kasih kepada Allah, saya bertemu dengan seorang teman yang baru saja mengajukan pinjaman dari REBACCA ALMA LOAN COMAPANY, dan dia mendapat pinjaman tanpa tekanan, jadi dia memperkenalkan saya kepada Mrs. Rabacca Alma, dan saya menyerahkan 200 juta rupiah, saya pikir itu adalah lelucon dan penipuan, tetapi saya mendapat pinjaman dalam waktu kurang dari 24 jam hanya 2% tanpa jaminan. Saya sangat senang karena saya selamat dari kemiskinan.

    Jadi saya menyarankan semua orang di sini yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi ibu yang baik dan dengan rahmat ALLAH. Dia tidak akan mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman.
    Ny. Rebacca Alma, melalui email: rebaccaalmaloancompany@gmail.com
    Mrs. Rebacca Alma Nomor Whatsapp: +14052595662

    Anda masih dapat menghubungi saya jika Anda memerlukan informasi lebih lanjut melalui email:
    TESTIMONI OLEH Penerima Manfaat: Sartika Dewi
    Email: {sartika2dewi89@gmail.com}
    Sekali lagi terima kasih telah membaca kesaksian saya, dan semoga Allah terus memberkati kita semua dan memberi kita umur panjang dan kemakmuran

    Assalanualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)