Menyambut BUMDes Center dan Bank Wakaf Mikro (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 14 September 2018, hlm. 21 & 31)



“Bu Nisa, Pak Wimboh sedang ada kegiatan di Jember. Senin malam, beliau ingin bertemu dengan para ulama, kyai, tokoh masyarakat, juga akademisi ekonomi syariah. Kita ngundang mungkin sekitar 13 orang saja. Yang mewakili akademisi, Bu Nisa sama Pak Rozi dari Unej ya….”

Selang sepekan kelahiran Baby N6, tiba-tiba saya mendapat kabar bahwa Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan kunjungan dua hari ke Bondowoso dan Jember. Di sela-sela kunjungan tersebut, beliau ingin bersilaturahim dengan stakeholder ekonomi syariah. Mendapat undangan, tentu saja merupakan kesempatan yang sulit saya lewatkan meski saat itu masih masa pemulihan pasca operasi persalinan.
Antusiasme itupun terjawab. Dalam silaturahim berbentuk makan malam, panitia menyiapkan meja persegi panjang dengan para petinggi OJK Pusat dan jajarannya yang saling berhadapan dengan 13 undangan. Pucuk dicinta ulam tiba, saya duduk tepat berhadapan dengan Pak Wimboh. Gayung bersambut, agenda utama yang beliau sampaikan adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Center dan Bank Wakaf Mikro yang keduanya menjadi konsen mini riset saya. Selama 2 jam, silaturahim yang dikemas dengan tanya jawab menjadi ajang untuk saya mengkonfirmasi langsung beberapa hal terkait agenda OJK yang menjadi konsen saya tersebut.

BUMDes Center

Selain dalam rangka meresmikan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) Kabupaten Bondowoso, Ketua Komisioner OJK juga meresmikan BUMDes Mart dan BUMDes Center pertama di Indonesia. BUMDes Mart menjadi etalase fisik produk masyarakat desa melalui kelompok-kelompok usaha mikro yang tergabung dalam jaringan BUMDes. Sedangkan BUMDes Center adalah cikal bakal platform e-dagang yang akan memfasilitasi pemasaran berbagai produk lokal di seluruh Indonesia melalui jaringan BUMDes Center.
Ya, era ekonomi digital juga merambah desa. Wajah ekosistem keuangan desa perlahan berubah. Melalui platform e-dagang BUMDes Center, masyarakat desa dapat memasarkan secara online produk usahanya ke berbagai daerah, termasuk ke luar negeri. Masyarakat desa dapat berinteraksi langsung dengan pembeli tanpa perlu mata rantai pemasaran yang panjang.
 Pada tataran inilah, TPKAD menjadi substansi untuk penguatan ekonomi desa melalui literasi dan inklusi keuangan. Ke depan, BUMDes diharapkan menjadi pusat aktivitas ekonomi di desa. Lembaga ini nantinya tidak hanya membantu permodalan, tetapi juga membantu pendampingan sekaligus pemasaran.

Bank Wakaf Mikro

Pembentukan Bank Wakaf Mikro diinisiasi oleh OJK dengan menggunakan model Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Sejak peresmian perdana Bank Wakaf Mikro di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara, Kabupaten Serang, oleh Presiden Republik Indonesia pada Maret 2018 lalu, saya sudah bertanya-tanya kapan Bank Wakaf Mikro hadir di Tapal Kuda.
Saat ini sudah 40 Bank Wakaf Mikro yang didirikan melalui dua tahap. Menurut rencana, terdapat dua pondok pesantren yang akan menjadi lokasi Bank Wakaf Mikro di Kabupaten Jember. Tujuan utama pembentukan Bank Wakaf Mikro memang untuk menyediakan permodalan bagi masyarakat yang belum memiliki akses pada lembaga keuangan formal, khususnya di lingkungan pondok pesantren yang saat ini jumlahnya mencapai lebih dari 28 ribu pondok yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Skema pembiayaan yang akan diterapkan adalah pembiayaan tanpa agunan maksimal Rp 3 juta dengan nilai bagi hasil hampir setara 3 persen. Dalam skema pembiayaan ini, Bank Wakaf Mikro nantinya juga menyediakan pendampingan bagi kelompok usaha ultra mikro. Pada tataran inilah nanofinance yang menjadi konsen riset saya bergayung sambut dengan Bank Wakaf Mikro. Hingga pertengahan Maret 2018, 20 Bank Wakaf Mikro tahap pertama yang menjadi proyek percontohan telah menyalurkan total pembiayaan Rp3,05 miliar kepada 3.389 orang nasabah yang tergabung dalam 684 kelompok usaha masyarakat sekitar pesantren Indonesia. 

Pengarusutamaan Ekonomi Syariah

Kehadiran BUMDes Center dan Bank Wakaf Mikro sejatinya adalah ikhtiar terwujudnya inklusi keuangan untuk mengurangi ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang belum mendapat akses keuangan lembaga formal. Lebih khusus, kehadiran Bank Wakaf Mikro sejatinya juga adalah wujud pengarusutamaan ekonomi syariah dalam perekonomian nasional dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ya, ekonomi syariah kini menjadi arus baru perekonomian Indonesia. Otoritas menaruh perhatian besar dan pemerintah hadir secara nyata melalui Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang menjadi wadah koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi arah kebijakan dan program strategis pembangunan nasional di sektor keuangan syariah.
Namun demikian, perlu diingat bahwa ekonomi syariah sejatinya bukan hanya sektor keuangan syariah semata. Ekonomi syariah sangat luas dan mengatur seluruh nadi perekonomian, dari hulu hingga hilir, mulai dari sektor produksi hingga konsumsi, termasuk dalam membangun pranata dan etika, bahkan seluruh aspek muamalah. Wallahua’lam bish showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)