Menuju Setahun KNKS (Bisnis Indonesia, Opini, 26 Juli 2018. Hlm. 2)


Oleh: Khairunnisa Musari*

Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2016 tanggal 8 November 2016 dan resmi diluncurkan operasionalnya pada 27 Juli 2017 di Istana Negara. Menuju setahun KNKS, bagaimana kiprahnya?

Menjelang setahun usianya, KNKS akan menyelenggarakan Roundtable High Level Discussion dengan topik "Indonesia, Pusat Ekonomi Islam Dunia" yang akan disiarkan oleh salah satu televisi nasional. Menurut rencana, perhelatan ini akan dibuka langsung oleh Presiden Republik Indonesia selaku Ketua KNKS dengan sejumlah menteri, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Gubernur Bank Indonesia (BI) sebagai pembicara.
Sebagai wadah koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi arah kebijakan dan program strategis pembangunan nasional di sektor keuangan syariah, kehadiran KNKS menjawab kebutuhan nasional atas kehadiran pemerintah dalam mengatasi berbagai kesenjangan dan ketiadaan sinergi antar stakeholder dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Di masa lalu, pendekatan bottom-up menjadi motor pengembangan keuangan syariah di Indonesia. Kini, kehadiran KNKS menjadi simbol pendekatan baru yang mengintegrasikan pendekatan top-down dan bottom-up untuk mengakselerasi keuangan syariah dalam berkontribusi bagi perekonomian nasional.

Sektor Riil Syariah

Sebagai lembaga non-struktural yang bertugas mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional, KNKS mengemban empat fungsi utama. Pertama, memberi rekomendasi arah kebijakan dan program strategis pembangunan nasional di sektor keuangan syariah. Kedua, mengoordinasi penyusunan dan pelaksanaan rencana arah kebijakan dan program strategis di sektor keuangan syariah. Ketiga, merumuskan dan merekomendasi atas penyelesaian masalah di sektor keuangan syariah. Keempat, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan program strategis di sektor keuangan syariah.
Untuk pengembangan sektor keuangan syariah, KNKS saat ini tengah menyusun roadmap sektor riil syariah menyusul roadmap sektor keuangan syariah yang telah diluncurkan pertengahan 2017 lalu. Pengembangan keuangan syariah memang tidak bisa tidak melibatkan sektor riil syariah. Secara filosofi, kegiatan sektor riil dalam perspektif ekonomi syariah sejatinya adalah cermin dari kegiatan moneter atau kegiatan di sektor keuangan.
Tidak bisa dipungkiri, salah satu faktor penyebab stagnannya pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia adalah karena belum optimalnya dukungan sektor riil. Kemampuan mengintegrasikan sektor keuangan syariah dan sektor riil adalah kunci keberhasilan ekonomi syariah. Terbatasnya ruang bagi pertumbuhan keuangan syariah sesungguhnya cermin terbatasnya permintaan sektor riil syariah itu sendiri.
Tentu agenda KNKS harus diapresiasi untuk tidak hanya fokus pada pemberdayaan sektor keuangan semata, tetapi juga pemberdayaan sektor riil syariah. Bila slogan ‘Indonesia, Pusat Ekonomi Islam Dunia’ benar-benar hendak diusung dan dicapai, maka sektor keuangan syariah tidak bisa berjalan sendiri. Tetapi, harus seiring sejalan dan selaras dengan sektor riil syariah. Kesadaran para think tank KNKS ini akan menjadi kompas bagi pemerintah dan stakeholder ke depan untuk mengupayakan terjembataninya sektor keuangan syariah dan sektor riil syariah.

Industri Halal

Industri halal seyogyanya menjadi agenda terdepan sektor riil syariah. Merujuk Global Islamic Economy Report 2016/2017, tren halal di seluruh dunia terus meningkat. Secara berturut-turut, industri yang diprediksi tumbuh paling pesat hingga 2021 adalah halal cosmetics, Islamic finance, halal pharmaceuticals, halal food, halal travel, modest fashion, lalu halal media & recreation. Dari seluruh pasar produk halal global, daging dan pangan olahan menjadi pangsa terbesar.
Ya, isu halal hari ini bukan menjadi simbol agama semata, tetapi juga menjadi simbol bagi kualitas, higienitas, dan keamanan bagi konsumen. Di Inggris, ketersediaan produk daging halal mencapai 15 persen dari seluruh daging yang dijual. Padahal, penduduk muslim jumlahnya hanya 4 persen dari total populasi. Fakta menunjukkan daging halal juga ikut dikonsumsi oleh penduduk nonmuslim karena dinilai kaya rasa, lebih lembut, dan diyakini lebih aman dan lebih higienis.
Kini, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Brazil, New Zealand adalah sebagian negara dengan mayoritas penduduk nonmuslim yang telah mengambil positioning sebagai pusat halal, baik dalam hal kuliner, pangan olahan, fashion, wisata, dan lainnya. Ya, halal sejatinya adalah substansi dari semua kegiatan ekonomi syariah. Halal bukan hanya tentang makanan minuman semata, namun juga semua produk, baik barang dan jasa, dari hulu hingga hilir.
Untuk itu, penerapan rantai pasok halal menjadi keniscayaan untuk pengembangan sektor riil syariah. Saat ini, rantai pasok halal di Indonesia masih sarat persoalan. Selain belum ada regulasi, implementasinya dikhawatirkan menambah biaya produksi dan logistik sehingga konsumen harus membayar lebih mahal. Pada tataran inilah, memasuki setahun usianya, KNKS sebagai wujud lain pemerintah harus konkret hadir mengoordinasi, menyinkronkan, dan mengnyinergikan arah kebijakan dan program strategis pembangunan nasional di sektor keuangan syariah dengan sektor riil syariah jika ingin “Indonesia, Pusat Ekonomi Islam Dunia” terwujud nyata dan bukan sekedar slogan semata. Wallahua’lam bish showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)