Ekonomi Lebaran (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 29 Juni 2018. Hlm. 21 & 31)



Oleh:
Khairunnisa Musari*

Libur Lebaran tahun ini bertambah tiga hari menjadi total 10 hari. Sebagian sektor ekonomi menerima manfaat, tetapi juga ada yang terimbas. Hal ini pulalah yang sempat membuat pemerintah mempertimbangkan hendak merevisi keputusannya. Bagaimana sebenarnya ekonomi Lebaran tahun ini?

Di Indonesia, termasuk Jawa Timur, momen Ramadan dan Lebaran menciptakan fenomena unik. Mudik menjadi kegiatan ritual dan sektor konsumsi meningkat pesat. Meningkatnya sektor konsumsi lazimnya diikuti dengan meningkatnya inflasi. Namun, tahun ini, polanya sedikit berbeda.
Merujuk rilis Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi nasional di bulan Ramadan yang jatuh pada Mei 2018 sebesar 0,21%. Angka ini lebih rendah dibanding inflasi Ramadan tahun 2017 dan 2016 yang masing-masing sebesar 0,39% dan 0,66%. Kebanyakan menilai inflasi yang rendah mengindikasikan pelambatan konsumsi rumah tangga atau kelesuan daya beli rumah tangga. Padahal, tidak selalu demikian. Struktur perekonomian suatu negara menentukan pula keadaan tersebut.

Dinamika Ramadan hingga Lebaran Ketupat

Di sektor moneter, geliatnya jelang Lebaran tidak lepas dari kebiasaan masyarakat yang menarik dan menukarkan uang baru. Berdasarkan histori, uang tunai yang dikeluarkan Bank Indonesia selaku otoritas moneter mencapai puncaknya pada pekan terakhir jelang Lebaran. Tahun ini, sejak awal puasa hingga minggu pertama bulan Juni, uang tunai yang sudah dikeluarkan mencapai Rp 110 triliun. Angka ini setara dengan 58,4 persen dari total uang tunai yang disiapkan Bank Indonesia selama Ramadan dan Lebaran yang sebesar Rp 188,2 triliun.
Bila peningkatan kebutuhan uang tunai sepanjang 2013-2017 sebesar 13,9 persen per tahun, maka tahun 2018 diproyeksikan meningkat 15,3 persen dibanding 2017 karena jumlah libur Lebaran yang lebih panjang. Selain itu, ditambah pula dengan kenaikan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Aparat Sipil Negara (ASN) dan pensiunan. Hal ini pula yang juga menyebabkan terjadinya penguatan sektor barang konsumsi yang dicerminkan oleh meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE).
Namun demikian, kebijakan libur Lebaran yang lebih panjang memberi imbas bagi industri manufaktur, utamanya industri tekstil, karena peningkatan penambahan biaya tenaga kerja yang dapat mencapai 100 persen. Pasalnya, biaya tenaga kerja di masa liburan termasuk dalam kategori lembur yang harus dibayar dua kali lipat.
Bagi industri pasar modal, libur Lebaran yang lebih lama juga tidak begitu menyenangkan. Sebabnya, pasar keuangan telah setahun sebelumnya menetapkan kalender kerja dan cuti yang menjadi pedoman bagi investor dalam memutuskan kebijakan anggaran, keuangan, dan investasi. Untuk industri perbankan, layanan pada masyarakat ketika liburan biasanya sudah diantisipasi untuk menghindari penurunan kinerja meski aktivitas bisnis menurun seminggu sebelum Lebaran sampai seminggu setelah libur panjang berakhir.
Ya, lazim di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di Jawa Timur dan Tapal Kuda, aktivitas bisnis kembali normal selang seminggu Hari Raya Idul Fitri yang dikenal dengan Lebaran Ketupat, Kupatan atau Syawalan. Terdapat sejumlah versi yang mencoba menjelaskan tentang sejarah dan filosofi Lebaran Ketupat. Namun, seluruhnya menyiratkan bahwa Lebaran Ketupat adalah akulturasi kebudayaan Indonesia dengan Islam. Sebagian masyarakat meyakini bahwa tradisi Lebaran Ketupat berasal dari orang Jawa yang kemudian menyebar ke seluruh pelosok nusantara.
Berbeda dengan lainnya, pada industri pariwisata, aktivitas bisnis ini justru menggeliat pada masa Lebaran Idul Fitri hingga Lebaran Ketupat. Libur Lebaran umumnya mendongkrak arus wisatawan nusantara, utamanya berkat tradisi mudik. Tahun ini, arus pergerakan mudik meningkat seiring masa liburan yang lebih panjang. Diperkirakan sepanjang H-7 hingga H+7, terdapat 8,52 juta pemudik menggunakan roda dua atau naik 33,3 persen dibanding tahun 2017. Sedangkan jumlah pemudik yang menggunakan kereta api meningkat 5,84 persen menjadi 4,63 juta, melalui penerbangan meningkat 3 persen menjadi 5,75 juta, melalui kapal meningkat 2,27 persen menjadi 1,77 juta, melalui bis meningkat 1,76 persen menjadi 8,09 juta, dan yang mengendarai mobil sendiri meningkat 16,69 persen menjadi 3,72 juta. Total pemudik yang menggunakan moda transportasi umum mencapai 20,24 juta.

Berkah Tradisi Mudik

Ya, tradisi mudik menjadikan momen Lebaran sebagai sarana redistribusi kekayaan dan pendapatan yang menggerakkan sektor riil di daerah-daerah. Kekayaan yang biasanya terakumulasi di kota, mengalir ke pelosok desa. Tidak hanya itu, momen Lebaran juga menjadi sarana bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri (LN) ikut mengungkit ekonomi di daerah. Rata-rata remitansi pada momen Ramadan hingga Lebaran tumbuh hingga menembus dua digit, bahkan di beberapa bank dapat mencapai 20-25 persen.
Ditambah lagi kegiatan zakat, infak atau sedekah dalam bentuk santunan atau donasi dari pemudik atau TKI kepada keluarga atau tetangga yang kurang mampu. Dalam dimensi sosial, seluruh aktivitas ini menjadi media silaturahim yang mampu menguatkan tidak hanya ukhuwah Islamiyah, tetapi juga ukhuwah wathaniyah dan bahkan ukhuwah insaniyah.
Berkat ekonomi Lebaran ini pula yang menjadikan pemerintah semakin memberi perhatian pada pembangunan infrastruktur, terutama yang terkait dengan fasilitas berbagai moda transportasi untuk kelancaran dan kenyamanan para pemudik. Hal ini tentu pada gilirannya akan mendorong penyerapan anggaran dan semakin menggerakkan perputaran uang secara cepat dan besar yang dalam rumus moneter mencerminkan velocity of money yang sangat ditekankan oleh ekonomi Islam.
Inilah potret ekonomi Lebaran di Indonesia yang berpotensi menjadi penggerak pembangunan di daerah secara nasional. Redistribusi ekonomi pada gilirannya akan memicu aktivitas produktif masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah. Pada tahap selanjutnya, jika pemerintah daerah mampu mengelola dengan baik, akan meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan daerah kepada pusat. Wallahua’lam bish showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)