Menanti Penerbitan Sukuk Wakaf Tunai (Bisnis Indonesia, Opini, 10 Januari 2018, Hlm. 2)


Oleh:
Khairunnisa Musari*

United Nations Development Programme (UNDP) berencana menjadikan sukuk wakaf sebagai instrumen untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDG). UNDP menggagas untuk dibentuknya pilot project penerbitan sukuk wakaf di tahun 2018. Untuk itu, UNDP telah dua kali melakukan focus group discussion (FGD) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan perguruan tinggi untuk membahas peluang diterbitkannya sukuk wakaf.
Dari pertemuan ini terkuak bahwa Kemenkeu juga tengah menggodok agenda penerbitan sukuk wakaf. Sebenarnya, pada 2016, Bank Sentral Republik Indonesia (RI) telah memperkenalkan model sukuk wakaf kepada publik dalam hajatan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF). Hingga setahun berselang, belum ada tanda-tanda Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau pemerintah hendak menerbitkan sukuk wakaf. Ternyata memang masih terdapat sejumlah persoalan mendasar yang membayangi penerbitan tersebut.
Namun demikian, pemerintah, dalam hal ini Kemenkeu, tidak tinggal diam. Berbagai business model terus dikembangkan untuk menemukan pola yang paling mungkin diimplementasikan sekaligus membawa manfaat paling besar bagi masyarakat luas. Dari beberapa model yang ada, sukuk berbasis wakaf tunai yang paling mungkin diterapkan oleh pemerintah dalam jangka pendek.

Business Model   

Selama ini, konsep sukuf wakaf yang mengemuka adalah menggunakan aset wakaf sebagai underlying dan dana yang terhimpun digunakan untuk membangun proyek produktif di atas tanah wakaf. Pemerintah mengalami kendala untuk menerapkan konsep ini. Pasalnya, tanah wakaf yang menjadi underlying bukan milik pemerintah sehingga berbenturan dengan regulasi. Begitu pula dengan BUMN, bila menerapkan konsep ini memiliki kendala pula karena berpotensi mengganggu likuiditas.
Sukuk berbasis wakaf tunai menjadi konsep yang relatif aman untuk diimplementasikan karena underlying yang digunakan adalah aset yang dikuasai negara. Investor membeli sukuk dengan nilai dan dalam kurun waktu tertentu. Setidaknya terdapat tiga opsi yang kemudian bisa ditawarkan kepada investor.
Pertama, sukuk yang dibeli investor diwakafkan kepada negara. Demikian pula imbal hasil yang diperoleh diwakafkan kepada negara. Ketika jatuh tempo, dana sukuk secara otomatis direinvestasikan kembali kepada sukuk oleh pemerintah dan seluruh imbal hasil yang diwakafkan dikelola kembali oleh pemerintah untuk pembangunan. Begitu seterusnya.
Kedua, imbal hasil dari pembelian sukuk diwakafkan kepada negara untuk diinvestasikan kembali pada sukuk wakaf milik pemerintah. Ketika jatuh tempo, dana sukuk dikembalikan kepada investor. Investor dapat mengambil dana tersebut atau kembali menginvestasikan uangnya kepada sukuk wakaf. Yang jelas, seluruh imbal hasil dari pembelian sukuk wakaf perdana tersebut akan menjadi dana pokok sukuk wakaf yang imbal hasil berikutnya baru dikelola pemerintah untuk pembangunan.
Ketiga, hampir sama seperti konsep nomor dua. Hanya pada konsep ketiga ini, imbal hasil dari pembelian sukuk perdana tidak digulirkan kembali menjadi sukuk wakaf, tetapi langsung digunakan pemerintah untuk pembangunan. 

Eksponensial Manfaat

Sukuk wakaf tunai memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, negara memiliki sumber dana murah untuk membiayai pembangunan. Imbal hasil yang lazimnya diberikan kepada investor, kini pemerintah dapat menggunakannya untuk membangun proyek produktif, baik di atas tanah wakaf ataupun tidak, hingga proyek sosial kemasyarakatan tanpa mengganggu anggaran negara. 
Kedua, pemerintah tetap dapat menggunakan aset negara sebagai underlying sehingga proses penerbitan tidak memerlukan waktu lama sebagaimana bila tanah wakaf yang menjadi underlying yang masih membutuhkan penyelesaian dengan pihak ketiga, termasuk penyelesaian di tataran regulasi. Ketiga, masyarakat dapat berwakaf untuk negara sesuai dengan kemampuannya.
Sejatinya socio-economic sustainability akan dapat dicapai apabila Islamic social finance berkolaborasi dengan Islamic commercial finance. Instrumen sukuk wakaf tunai menawarkan eksponensial manfaat dan pahala yang berkelanjutan secara sosial ekonomi kepada investor maupun penerbit dengan mengintegrasikan keuangan komersial dan sosial syariah.
Untuk penguatan dan pendalaman pasar, maka setidaknya terdapat tiga hal yang perlu diupayakan pemerintah. Pertama, menggunakan financial technology (fintech) untuk memberi kemudahan investor bertransaksi. Kedua, varian yang lebih beragam dan dimulai dengan nominal yang lebih kecil ketimbang nominal dari sukuk reguler. Ketiga, pemerintah harus bersinergi dengan BAZNAS, BWI, lembaga amil zakat (LAZ), dan berbagai stakeholder ekonomi dan keuangan syariah untuk penyebaran informasi, sosialisasi, dan edukasi.

Akhirul kalam, selagi masih di awal tahun, agenda sukuk wakaf untuk SDGs yang digaungkan UNDP dapat disinergikan dengan pemerintah melalui sukuk wakaf tunai. Bagaimanapun juga, sukuk negara adalah instrumen investasi yang relatif aman bagi investor. Pencapaian SDGs sesungguhnya menjadi pencapaian pemerintah pula dalam melaksanakan agenda pembangunan. Wallahua’lam bish showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)