Mewaspadai Investasi Bodong (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 24 November 2017, Hlm. 21 & 31)
Oleh:
Khairunnisa Musari
“Bu, dia sudah 3 bulan
tidak membayar kos. Makanya dia bingung kalaa mau pulang ke kos untuk bisa kuliah.
Orangtuanya sudah enggak punya uang, sudah habis-habisan karena tertipu
investasi bodong sampai Rp 250 juta, Bu..”.
Demikian Risma
dan Rizna, pasangan Ketua dan Wakil Ketua Kelas, menjawab pertanyaan saya tentang keberadaan anggota
kelasnya yang tidak hadir selama lima pertemuan terakhir berturut-turut. Secara
terpisah, mereka saling mengamini bahwa orangtua temannya yang tinggal di
Garahan tersebut mengalami masalah keuangan. Tidak adanya kendaraan pribadi
yang bisa digunakan membuatnya kesulitan untuk menempuh pulang pergi ke kampus.
Topik investasi
bodong yang memakan korban juga tercetus oleh perwakilan Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama (PCNU) yang hadir dalam Focus
Group Discussion (FGD) dan Survei Persepsi Kinerja Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) hari Senin lalu di Kantor OJK Jember. Diceritakannya tentang sebuah
perusahaan investasi internasional yang bergerak di bidang jual beli pulsa
elektronik yang dipasarkan secara online yang memakan sejumlah korban di
wilayah Jember. Korbannya tidak tanggung-tanggung, yaitu sejumlah dosen yang
notabene adalah kalangan terdidik.
Jika dilacak,
ternyata perusahaan investasi yang disebut oleh perwakilan PCNU itu telah resmi
diumumkan sebagai perusahaan yang ilegal dan dilarang beroperasi oleh OJK sejak
Januari 2017 lalu. Perusahaan investasi tersebut kemudian melakukan klarifikasi bahwa kegiatan
yang mereka lakukan murni perdagangan seperti pada umumnya dan bukan jenis
arisan ataupun investasi penghimpunan dana. Namun, mereka mengakui adanya salah
kaprah di masyarakat yang menyebabkan bisnisnya terindikasi negatif.
Secara
keseluruhan, dua kisah ini menunjukkan betapa literasi keuangan menjadi salah
satu tantangan besar bagi otoritas. Maraknya investasi bodong menjadi salah
satu penjelasan mengapa indeks inklusi keuangan melampaui indeks literasi
keuangan meski keduanya sama-sama mengalami peningkatan dibanding 2013.
Sinergi dengan Simpul Masyarakat
Berdasarkan
hasil Survey Literasi Keuangan Nasional 2016, Indeks Literasi Keuangan di
Indonesia mencapai 29,66% dan Indeks Inklusi Keuangan sebesar 67,82%.. Kondisi
ini serupa pula dengan Indeks Literasi Keuangan Syariah yang mencapai 8,11% dan
Indeks Inklusi Keuangan Syariah sebesar 11,06%. Untuk Jawa Timur, Indeks
Literasi dan Inklusi melampaui nasional. Dari 100 orang yang disurvei, tingkat
inklusi berada di angka 73 orang. Sedangkan untuk literasi, berada di angka 70
orang.
Secara
keseluruhan, hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat mengakses layanan jasa
keuangan kerap tidak diimbangi dengan pemahaman yang memadai. Beberapa riset
menyimpulkan bahwa masyarakat cenderung latah terhadap tren atas produk
keuangan yang mengiming-iming return yang
menggiurkan.
Salah satu rekomendasi yang banyak mendapat
dukungan dari 10 stakeholders yang
diundang dalam FGD di Kantor OJK Jember dalam pertemuan dengan OJK Pusat
tersebut adalah sinergi dengan
simpul-simpul masyarakat, termasuk diantaranya adalah organisasi masyarakat
(Ormas), Majelis Ulama Indonesia (MUI), pesantren, dan sejumlah organisasi
berbasis massa lainnya. Rekomendasi lain adalah publikasi perusahaan-perusahaan
yang merugikan masyarakat melalui sejumlah media dan aksi-aksi preventif berupa
pengenalan produk-produk dan layanan jasa keuangan yang dapat menjadi sarana
investasi yang aman sekaligus menguntungkan bagi masyarakat.
Ya, lagi-lagi
kuncinya adalah literasi melalui sosialisasi dan edukasi. Dalam hal ini, OJK
mustahil bekerja sendiri. Untuk itu, OJK perlu bersinergi dengan simpul-simpul
masyarakat, utamanya yang masuk ke kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Waspada Investasi
Masalah perlindungan
konsumen memang menjadi salah satu tantangan besar bagi OJK dalam melaksanakan
amanah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dalam kurun 10 tahun terakhir, diperkirakan sekitar Rp 105,80 triliun
dana masyarakat yang hilang akibat kegiatan investasi bodong. Sepanjang
2017, secara nasional, OJK telah
menemukan sekitar 114 perusahaan investasi yang tidak memiliki
izin dan 48
entitas ilegal berpotensi merugikan masyarakat serta dihentikan kegiatannya oleh OJK. Kebanyakan korbannya adalah
masyarakat kelas menengah dan menengah ke bawah. Untuk perekrutan,
sistem multi level marketing (MLM)
yang paling banyak dilakukan.
Jika disimak,
sedikitnya terdapat tiga modus yang saat ini marak dilakukan oleh pelaku
investasi bodong. Pertama, investasi
di pasar uang dengan janji imbal hasil yang tinggi, bahkan melampaui 30% per
tahun. Investasi yang ditawarkan menyerupai perdagangan berjangka. Kedua, investasi emas yang menawarkan produk
emas namun tidak diberikan fisiknya. Imbal hasil yang ditawarkan sekitar 5% per
bulan. Ketiga, investasi properti
dengan imbal hasil sekitar 5% pula per bulan. Masyarakat biasanya diminta
membayar Rp 6,5 juta dan dijanjikan akan memperoleh uang tunai ratusan juta
rupiah.
Catatan lain
yang juga perlu diperhatikan adalah kloning situs. Banyak temuan menunjukkan
web perusahaan resmi, dalam hal ini industri sektor jasa keuangan, yang dibuat
dengan domain berbeda sehingga masyarakat salah paham. Padahal, salah satu
upaya untuk mengecek legalitas dan eksistensi perusahaan investasi lazimnya
adalah dengan melihat keberadaannya di dunia maya.
Ya, ragam modus
yang kini semakin banyak variannya menuntut sosialisasi dan edukasi yang intens
dari OJK. Dan OJK mustahil bekerja sendiri. Apalagi, tidak semua lembaga
pengumpul dana berada di bawah pengawasan OJK. Bersinergi dengan simpul-simpul
masyarakat adalah salah satu kunci untuk mengakselerasinya, termasuk salah
satunya dengan perguruan tinggi. Wallahu
a’lam bish showab.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut