Wakaf untuk Institusi Pendidikan (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 28 November 2016, Hlm. 1 & 11.
".... She is a lecturer
from... State Institute of Islamic Studies... Mmm... Ai Ei Ai N... Jember...”
Demikian seorang profesor dari Universiti Sains Islam
Malaysia (USIM) dari pihak host yang didapuk
menjadi moderator pekan lalu ketika memperkenalkan diri saya. Huruf ‘e’ pada
kata ‘Jember’ dibacanya dengan pengucapan sebagaimana penyebutan ‘e’ pada kata
‘Jengkol’ dan ‘r’ sebagaimana pengucapan dalam bahasa Inggris. Tak apalah.
Paling tidak, beliau dan seluruh peserta yang hadir kini mengetahui bahwa ada
kota bernama Jember di Indonesia dan ada perguruan tinggi bernama IAIN di kota
tersebut.
Yup, tidak terduga, dalam
sebulan terakhir, saya berkesempatan mengunjungi Malaysia 2 kali. Bulan lalu,
saya menghadiri 11th International Conference on Islamic Economics and Finance (ICIEF) dengan tuan rumah International Islamic University
Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur. ICIEF yang usianya tahun ini tepat 40 tahun
adalah konferensi yang diselenggarakan Islamic
Development Bank (IDB) melalui lembaga risetnya Islamic Research and Training Institute (IRTI). Terdapat sekitar 90
pembicara dari 30 negara di dunia yang hadir.
Selang sebulan, konferensi kedua yang saya hadiri adalah 2nd World Islamic Countries University Leaders
Summit (WICULS) 2016. Semula, tidak
ada rencana untuk menghadiri kegiatan tersebut. Sepekan sebelum acara, seorang
kolega mewakili Akademi Kepimpinan Pendidikan Tinggi (AKEPT) –semacam
Direktorat Pendidikan Tinggi-- Kementerian Pendidikan Malaysia menawarkan untuk
submit abstrak. Dari tema yang
tersedia, saya mengajukan judul yang masih erat kaitannya dengan bidang
keilmuan saya, ‘Waqf-Sukuk, Enhancing The Islamic Finance for Economic
Sustainability in Higher Education Institutions’. Selisih
sehari, ternyata nama saya sudah masuk dalam timetable kegiatan. Tak mungkin
mundur. Pengajuan izin juga
disetujui oleh Dekan. Akhirnya....
Wakaf
Paparan dari sejumlah pembicara dalam pre-summit yang berlangsung dua hari kental dengan pendidikan tinggi Islam.
Isu yang diangkat mengenai qalb
(virtues)-guided leadership & academic ethics. Wajar, mengingat penyelenggaranya
adalah AKEPT yang mengurusi perguruan tinggi dan kini tengah giat menggaungkan ihsan dalam penyelenggaraan pendidikan
tinggi. Sedangkan USIM selaku host,
saat ini gencar membangun kurikulum yang mengintegrasikan aqli dan naqli pada semua
bidang ilmunya. Ya, Malaysia sepertinya ingin membangun soul pendidikan tinggi berbasis Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pada sesi main
summit, barulah tema beralih kepada isu yang mulai nyerempet bidang keilmuan saya, yaitu equity and access to education, wisdom and leadership, dan waqf in higher education. Ketiga isu
ini diangkat dalam rangka menciptakan
sustainable development pada pendidikan tinggi. Paparan saya dimulai dengan
Al-Qarawiyyin di Moroko, perguruan tinggi tertua di dunia yang didirikan dari
wakaf seorang wanita bernama Fatimah al-Fihri sekitar tahun 841-857. Seratus
tahun kemudian, barulah berdiri Al-Azhar di Mesir yang juga menjadi role model perguruan tinggi berbasis
wakaf.
Pasca Perang Salib, peradaban keilmuan Islam memberi
pengaruh bagi kemunculan perguruan tinggi di dunia Barat 300 tahun kemudian.
Oxford (1096-1167), Cambridge (1209), Harvard (1636), Yale (1701) adalah
perguruan tinggi tertua di sana yang juga kemunculannya mengadopsi konsep
wakaf. Keberadaan seluruh perguruan tinggi tersebut masih eksis hingga hari ini
dan lulusannya diakui memiliki standar yang tinggi.
Ya, kini sejumlah perguruan tinggi di luar mulai mencari
alternatif dalam rangka mencapai sustainability,
termasuk dalam hal pembiayaan. Pemangkasan dana tidak hanya terjadi di
Indonesia, tetapi juga Malaysia. Sinyal yang sama sepertinya terpancar pula
dari negara lainnya, terutama negara petrodollar
yang selama ini menikmati harga minyak dan mensubsidi sejumlah lembaga internasional.
Wakaf diangkat sebagai salah satu isu sentral dalam WICULS untuk mencari
alternatif pendanaan. Isu lainnya adalah bagaimana mengelola wakaf dan
bagaimana mengintegrasikannya dengan kelembagaan lain. Bagaimanapun, aset wakaf
akan mampu bermakna bagi sustainability
bila nadzir atau mutawalli memiliki kemampuan yang baik dalam mengelolanya menjadi
aset produktif.
Mengobarkan ghirah
Selain
semangat untuk membangun kejayaan ekonomi wakaf, para penyaji yang diundang
untuk berbicara di WICULS juga mengisyaratkan ajakan untuk kembali pada tradisi
pendidikan Islam. Pada tataran ini, wilayah Tapal Kuda memiliki keeratan dengan
isu tersebut. Pasalnya, wilayah Tapal Kuda banyak memiliki pondok pesantren dan
sekolah-sekolah berbasis agama yang
notabene adalah institusi pendidikan. Hal ini merupakan anugrah, tapi juga
sekaligus dapat menjadi ujian.
Ya, di luar
sana, banyak perguruan tinggi yang mereformulasi penyelenggaraan pendidikan
tingginya dengan mencoba membangun ghirah
agama. Dalam konteks inilah, bagi institusi pendidikan yang sudah berbasis
agama, bisa jadi ghirah tersebut
tidak sebesar di luar sana karena pengetahuan agama sudah diperoleh sejak dini
dan inheren dalam keseharian. Bahayanya apabila pengetahuan agama dirasa
menjadi biasa-biasa saja karena lingkungan yang sudah sejalan dan senantiasa
kondusif sehingga melenakan.
Atas dasar ghirah itulah, upaya kreatifitas untuk
mengembangkan wakaf dan pencarian alternatif lainnya dalam agama menjadi misi
serius. Ditambah lagi, kondisi ekonomi dan keuangan dunia yang mengalami
tekanan. Pemangkasan anggaran terjadi di mana-mana. Institusi pendidikan tidak
bisa hanya mengandalkan transferan dari pemerintah pusat. Belajar mandiri,
belajar mengelola keuangan secara produktif, berhemat, dan terus bersinergi
dengan stakeholder lainnya menjadi
kunci survive. Dalam rangka mencapai economic sustainability atau financial sustainability, perlu ada
portofolio sehingga institusi pendidikan dapat mengelola dan meminimalkan
resiko. Keterampilan ini pula yang harus dimiliki nadzir atau mutawalli
sehingga aset wakaf dapat menciptakan
sustainable development. Ya, wakaf sejatinya adalah sustainable instrument yang memiki
kapasitas tidak hanya untuk kepentingan dunia, tetapi juga untuk kampung
akherat. Wallahua’lam bish showab.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut