Asuransi Pertanian, Saatnya Melindungi Petani (Jawa Pos Radar Jember, 21 Maret 2016, Hlm. 8)

“.......I think one of the solutions for such situations is the takaful idea to overcome time of hardship together through contributions from the whole community to cover those who are less fortunate….”. – Issam Al-Tawari (2012)

Demikian sebagian komentar Brother Issam, begitu saya memanggilnya, seorang alumnus Durham University yang selama 10 tahun menjabat sebagai chief executive officer (CEO) sebuah perusahaan investasi keuangan dan chairman sebuah bank investasi di Kuwait. Melalui surat elektronik, saat itu saya menceritakan tentang petani cabai di Indonesia yang mengalami gagal panen karena terendam air akibat curah hujan yang tinggi.

Pada surat tersebut, saya ceritakan pula tentang petani cabai di Jember yang meminta penundaan pelunasan utang kepada bank lantaran lahan yang gagal panen menggunakan kredit bank. Saya menyampaikan kepada Brother Issam bahwa keuangan mikro syariah seharusnya hadir membantu para petani tersebut. Ya, takaful (asuransi) mikro untuk pertanian merupakan kata kuncinya.

            Selang tiga tahun dari diskusi saya dan Brother Issam, sejumlah media nasional memberitakan bahwa pemerintah telah menunjuk badan usaha milik negara (BUMN) asuransi, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), sebagai penjamin asuransi tunggal bagi petani yang mengalami gagal panen. Asuransi pertanian ternyata menjadi salah satu paket kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia jilid III di sektor keuangan. Akhirnya…

Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP)

Pelaksanaan asuransi pertanian ternyata merupakan amanat dari undang-undang (UU) Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Pemerintah dan pemerintah daerah (Pemda) sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani dalam bentuk asuransi pertanian. Asuransi pertanian dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), wabah penyakit hewan menular, dampak perubahan iklim, dan/atau jenis risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri.

Untuk itu, pemerintah dan Pemda sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi setiap petani untuk menjadi peserta asuransi pertanian. Namun demikian, saat ini, asuransi pertanian yang menjadi program pemerintah pusat hanya berlaku untuk tanaman padi. Melalui Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), pemerintah memberi perlindungan kepada petani padi yang telah menerapkan good agricultural practices.

Surat Menteri BUMN pada September 2015 menjadi dasar pelaksanaan AUTP yang menugaskan Jasindo sebagai pelaksana. Polis AUTP yang diterbitkan Jasindo kemudian mendapat pengesahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Oktober 2015. Melalui AUTP, petani kini dimungkinkan mengakses sumber-sumber permodalan formal. Dengan jaminan Jasindo, petani menjadi bankable sehingga dapat memperoleh pinjaman bank. Bank memberi pinjaman karena dapat mengalihkan kredit ke Jasindo.

Adapun tarif premi yang harus dibayar petani sebesar 3 persen dari harga pertanggungan. Harga pertanggungan yang menjadi santunan pemerintah sebesar Rp 6 juta per hektar. Artinya, tarif premi yang harus dibayar adalah Rp 180 ribu per hektar. Namun, petani cukup membayar 20 persen tarif premi atau setara Rp 36 ribu per hektar dan sisanya yang 80 persen atau Rp 144 ribu dibayar pemerintah melalui subsidi.

Stakeholders

Pada Pertemuan Tahunan Pelaku Industri Jasa Keuangan di wilayah kerja Kantor OJK Jember akhir Februari lalu terungkap bahwa Jasindo di Tapal Kuda barulah meng-cover Kabupaten Jember dan Bondowoso. Yang menarik untuk dikaji adalah besaran lahan per masa tanam Oktober 2015-Maret 2016 di Kabupaten Jember yang mengikuti AUTP baru seluas 293,5 hektar dengan total premi yang dibayarkan petani sebesar Rp 10,564 juta. Adapun besaran klaim lahan yang telah dibayarkan Jasindo seluas 8,47 hektar senilai Rp 50,838 juta dan klaim yang on process untuk dibayarkan sebesar Rp 60,1 juta untuk lahan seluas 10,01 hektar.

Sementara itu, di Bondowoso, pada periode tanam yang sama, besaran lahan yang mengikuti AUTP sudah seluas 3.561,39 hektar dengan total premi yang dibayar petani sebesar Rp 128,18 juta. Hingga saat ini belum ada pengajuan klaim. Adapun jumlah Poktan yang mengikuti AUTP sebanyak 163 kelompok dengan anggota sebanyak 1.412 petani. Sedangkan jumlah Poktan di Jember yang mengikuti AUTP hanya 71 kelompok dengan anggota sebanyak 643 petani.

Mengingat asuransi pertanian merupakan amanat UU dan menjadi kewajiban pemerintah pusat dan Pemda, maka seyogyanya stakeholders di daerah bekerjasama dengan perusahaan asuransi yang telah ditunjuk untuk mensosialisasikan program AUTP. Ke depan,  asuransi pertanian diharapkan tidak terbatas pada tanaman padi saja. Bila pemerintah pusat telah menanggung klaim untuk lahan pertanian padi, maka Pemda dapat mengupayakan untuk menanggung lahan dengan tanaman jenis lainnya.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ‘manusia berserikat pada air, padang rumput, dan api’. Makna ‘padang rumput’ secara luas dapat diinterpretasikan sebagai segala bentuk pemenuh kebutuhan hidup manusia yang memiliki fungsi pangan. Hal ini relevan dengan persoalan di Indonesia yang dalam dasawarsa terakhir mengalami krisis ketahanan pangan yang tercermin dari naiknya harga dan langkanya sejumlah kebutuhan bahan makanan pokok. Isu yang menguak berkutat pada ketergantungan impor, ketidakmampuan berswasembada pangan, dan makin sedikitnya penduduk yang berminat di sektor pertanian.

Untuk itu, di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tidak bisa tidak, penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang menjalankan fungsi pangan patut mendapat perhatian lebih, termasuk dalam upaya melindungi kesejahteraan pelaku di sektor tersebut. Dalam hal ini, negara perlu hadir karena terkait dengan hajat hidup orang banyak dan pengelolaan SDA yang mengemban kepentingan umum menjadi tanggungjawab negara. Wallahua’lam bish showab.