Kang Emil, Mari ke Jember! (Harian Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 11 Juli 2015, Hlm. 1)




Oleh:
Khairunnisa Musari*

“Tahu Erdogan kan? Ada yang tahu kan siapa itu Erdogan?”

Pertanyaan itu saya sampaikan kepada seluruh mahasiswa di lima kelas yang saya ajar. Respon mereka ada yang berkerenyit, menggeleng atau menunduk. Barulah di kelas terakhir ada yang mengacungkan telunjuk. “Menterinya Israel, Bu…”, jawab seorang mahasiswi setengah ragu.
Ya, mungkin menjawab siapa itu Erdogan jauh lebih sulit ketimbang menjawab siapa itu Ridwan Kamil. Yakin sekali, jika saya menanyakan siapa itu Ridwan Kamil, akan banyak yang mengacungkan jari di lima kelas yang saya ajar tersebut, terutama dari kalangan mahasiswi. Kiprah Ridwan Kamil dalam memimpin Kota Bandung beberapa kali menjadi trending topic. Beliau juga aktif di social media sehingga mengakses kinerja dan pikiran-pikirannya cepat tersebar di dunia maya.
Dari sekian gebrakan Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung, salah satu yang menarik untuk dibahas adalah Program Melawan Rentenir atau Program MELATI. Pertengahan Mei lalu, Ridwan Kamil meresmikan program ini untuk merespon keluhan para pelaku usaha kecil di pasar-pasar tradisional, utamanya para pedagang kaki lima (PKL) Cicadas yang 70 persen terjerat utang rentenir. Tidak sedikit dari mereka ini yang akhirnya berujung kepada perceraian atau kehilangan rumah mengingat bunga yang ditetapkan rentenir dapat mencapai 30 persen.
Melalui Program MELATI, para PKL di Bandung dapat mengajukan kredit secara kelompok atau perorangan. Jumlah kredit yang diberikan mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 30 juta. Ridwan Kamil menjanjikan proses peminjaman modal akan dibuat mudah dengan jaminan yang ringan, yaitu berupa alat-alat rumah tangga. Syarat lainnya, para peminjam wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Bandung, Kartu Keluarga (KK), surat izin dari suami bagi ibu rumah tangga yang ingin usaha, harus memiliki rencana usaha yang jelas, dan dana pinjaman harus benar-benar digunakan untuk modal usaha.
Mekanisme pembayaran yang digunakan dalam Program MELATI adalah tanggung renteng bagi kredit kelompok dan melalui tabungan bagi kredit perorangan. Mengawali program ini, Pemerintah Kota Bandung menggelontorkan dana Rp 32 miliar sebagai pinjaman kepada masyarakat dengan bunga rendah sekitar 4-6 persen yang peruntukkan bunganya akan disalurkan untuk operasional Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kota Bandung.  

10 Tahun ‘Bank’ GAKIN
Jika Kota Bandung memiliki Program MELATI, Kabupaten Jember memiliki ‘Bank’ Keluarga Miskin atau ‘Bank’ GAKIN. Keduanya memiliki misi yang sama, yaitu melawan rentenir. Tahun ini, Lembaga Keuangan Masyarakat Mikro (LKMM) bentukan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Dinkop & UMKM) Kabupaten Jember sudah berusia 10 tahun. Nasabahnya kebanyakan perempuan dari keluarga miskin. Merekalah yang menyebut LKMM ini dengan ‘Bank’ GAKIN.
Mengawali Program Pemberdayaan Usaha Mikro Rumah Tangga Miskin (PUM-RTM) yang kemudian dikenal dengan ‘Bank’ GAKIN, ada dua dusun yang dipilih sebagai pilot project. Modal awal mereka masing-masing sebesar Rp 25 juta dari Dinkop & UMKM ditambah simpanan sukarela 80 anggota awal. Terinspirasi Grameen Bank, ‘Bank’ GAKIN juga menggunakan prinsip tanggung renteng diantara para anggotanya. Kelompok usaha yang terdiri atas 5-10 orang dapat mengajukan kredit usaha tanpa agunan antara Rp 50.000 hingga Rp 1 juta. Masyarakat yang mengajukan kredit tidak perlu menyerahkan proposal usaha, apalagi melalui survei yang berbelit. Proposal bisa diajukan secara lisan. Dana kredit bisa langsung cair setelah diadakan survei sekilas terhadap usaha yang dijalankan. Kucuran kredit berjangka waktu 10 minggu yang diangsur setiap minggu dengan bunga 0,5 persen. Mekanisme ini sangat membantu kelompok usaha mikro.
Meski pengurus ‘Bank’ GAKIN didominasi perempuan hingga 90 persen dan 46 persen diantaranya adalah lulusan sekolah dasar serta 5 persen tidak pernah menjalani pendidikan sekolah formal, namun perkembangan omzet ‘Bank’ GAKIN terus bertambah dan setia melayani maksimal 200 orang warga miskin per lembaga. Dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah ‘Bank’ GAKIN sudah sebanyak 454 lembaga yang membawahi 6.424 kelompok masyarakat dengan total anggota sebanyak 29.410 orang. Total pendapatan jasa dan administrasi mencapai Rp 2,16 miliar dan sisa hasil usaha (laba berjalan) yang terkumpul mencapai Rp 1,11 miliar. Lembaga ini bahkan dengan dananya sendiri turut berkontribusi dalam program pemerintah melalui pendirian Posyandu.

Melirik Pembiayaan Mikro Syariah
Banyak kesamaan dari Program MELATI dengan ‘Bank’ GAKIN. Selain sama-sama mengemban misi melawan rentenir, segmen pasar yang dibidik dari program ini juga adalah masyarakat bawah, nominal pinjamannya kategori super mikro, mekanisme pembayarannya juga tanggung renteng, dan bunga yang dibebankan relatif rendah. Jelas, program ini adalah program humanis yang memanusiakan manusia.
Ya, pembiayaan super mikro sesungguhnya sejalan dengan ajaran Islam. Pembiayaan super mikro syariah sejatinya tidak hanya memperhatikan aspek pemberian pinjaman tetapi juga membawa pesan untuk peduli terhadap orang miskin dengan sikap proaktif atau tidak menunggu untuk diminta. Syari’at lebih mengutamakan qardh hasan daripada infak karena qardh hasan menimbulkan kehormatan diri pada peminjam dan meninggalkan dorongan dalam dirinya untuk menghidupkan perjuangan dan usaha kembali. Merujuk pada riwayat dari Abu Usamah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa sedekah itu dibalasi sebanyak sepuluh kali lipat dan satu pinjaman itu dibalasi sebanyak delapan belas kali lipat. Hal tersebut karena peminjam itu tidak datang kecuali bila ia dalam keadaan membutuhkan, sedangkan sedekah itu diberikan kepada penerima yang belum tentu membutuhkannya.
Namun demikian, dalam perspektif keuangan Islam, praktek Program MELATI dengan ‘Bank’ GAKIN masih belum memenuhi sharia compliance karena adanya bunga atas pinjaman meski relatif ringan dan dinilai tidak memberatkan peminjam. Sejatinya, perbankan syariah maupun lembaga amil zakat infak sedekah wakaf (ZISWAF) atau Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) perlu didorong untuk bersinergi guna mem-back up Program MELATI maupun ‘Bank’ GAKIN dalam bentuk linkage program untuk mobilisasi dana murah termasuk penyalurannya dalam bentuk return bearing financing, return free financing atau charity financing.
Ke depan, misi kemanusiaan layaknya Program MELATI maupun ‘Bank’ GAKIN ini perlu mendapat dukungan kuat dari masyarakat dan harus dipertahankan sebagai program prioritas pemerintah. Pak Ridwan Kamil, mari ke Jember! Program anda tepat! Sepuluh tahun ‘Bank’ GAKIN berkiprah, lembaga ini mendapat tempat di hati masyarakat miskin. Sungguh, Allah pasti akan menolong dan memberi rezeki kepada mereka-mereka yang memuliakan dan berbuat baik kepada orang-orang miskin. Wallahua’lam bish showab!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)