(Lumajang) Merintis ‘Bank’ Wakaf Internasional (?) (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 25 Februari 2015)
(Lumajang)
Merintis ‘Bank’ Wakaf Internasional (?)
Oleh:
Khairunnisa Musari*
Assalaamu’alaikum.
Maaf mengganggu, Is. Ada amal sholeh untuk membentuk konsep Bank Wakaf
Internasional. Indonesia terpilih dalam forum wakaf dunia untuk menjadi pilot
project. Ikhwah dari Malaysia yang pekan lalu terpilih menjadi ketua forum,
mengajak kerjasama. Beliau teman suami saya. Iis kan punya latar belakang pendidikan
tersebut, mesti bisa membantu Ust. Syadid dan istrinya Ust. Atikah yang baru
saja pulang dari Mesir yang diamanahi Prof. Biddin untuk membuat konsep. Kapan
Iis bisa ketemu? Jzkllh.
Pesan yang masuk dalam telepon genggam
itu membuat dahi saya berkerenyit. Bank wakaf internasional? Gagasan bank wakaf
ini memang bukan hal baru. Sejak lima tahun lalu, sejumlah penggiat ekonomi
syariah sudah mewacanakannya. Forum wakaf dunia? Mmm, biasanya saya selalu
update sejumlah kegiatan berbasis ekonomi dan keuangan syariah di tingkat
nasional maupun internasional, tapi rasanya saya belum mengetahui adanya
penyelenggaraan forum wakaf dunia dalam sebulan terakhir. Prof. Biddin? Ust.
Syadid? Ust. Atikah? Mmm, siapa
mereka?
Belajar dari pengalaman, saya harus
mengecek informasi. Meski saya mengenal dengan sangat baik sang pengirim pesan
tersebut, tapi informasi yang beliau sampaikan itu masih terasa ganjil untuk
saya. Mengapa ketua forum kelas internasional sampai harus membuat konsep
hingga merambah kepada orang di Lumajang? Wacana bank wakaf internasional itu juga
bukan isu ecek-ecek. Beberapa minggu
lalu, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat menemui Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk meminta dukungan pendirian bank wakaf
internasional di Indonesia. Wacana bank wakaf internasional di Indonesia memang
kembali menguat dalam sebulan ini.
Sejumlah pertanyaan terus mengemuka di
kepala saya. Penasaran? Ya, jelas saya penasaran. Ditambah lagi, tidak banyak
informasi yang bisa saya peroleh dari Google terkait kejelasan hubungan Prof.
Biddin dengan forum yang disebutkan oleh pesan yang saya terima itu. Saya hanya
menemukan sebuah nama Dato’ Dr. Hj. Abdul Rahman Bidin yang merupakan salah
satu Board of Trustees dari
organisasi nirlaba terkemuka di Inggris untuk Malaysia.
Koperasi
Jasa Keuangan Wakaf Internasional
Sebuah naskah yang direncanakan untuk
terbit menjadi buku sekaligus company
profile dari organisasi yang diketuai Prof. Biddin sudah di tangan saya,
baik dalam bentuk hardcopy mau softcopy. Ust. Syadid meminta saya
berkontribusi melengkapinya dengan skim-skim yang dimungkinkan untuk
diaplikasikan, termasuk best practices
di negara lain. Ia mengiyakan pertanyaan saya bahwa apakah Prof. Biddin adalah
penggiat Islamic Relief Worldwide-Malaysia.
Melalui naskah yang saya peroleh, saya
mengetahui bahwa Prof. Biddin bersama jaringannya yang terdiri dari serikat/organisasi/perkumpulan
dari beberapa negara yang mendorong pendirian “Bank Wakaf Internasional” itu
mendirikan International Social
Investment Enterprise Ltd. (ISIE) di Kuala Lumpur, Malaysia. Perusahaan
tersebut mengemban misi untuk menjadi Fund
Promoter, Fund Manager, Investment Manager dan Distributor of Investment Result dari dana wakaf tunai global.
ISIE ternyata sudah masuk ke Indonesia
dengan status sebagai investor Penanaman Modal Asing dan terdaftar dalam Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dinyatakan dalam naskah tersebut bahwa dana
wakaf global akan dikelola oleh manajemen dari ISIE bersinergi dengan sektor riil dan lembaga keuangan lokal untuk mengurangi
kemiskinan melalui pengembangan dana wakaf tunai produktif. Pada tahap pertama,
mereka akan fokus untuk Indonesia. Tahap berikutnya adalah wilayah ASEAN, lalu
kemudian tingkat global.
Di Indonesia, mengingat lembaga yang
akan didirikan oleh ISIE dinyatakan otoritas tidak memenuhi syarat untuk
disebut sebagai bank, maka perusahaan ini kemudian menggagas Koperasi Jasa
Keuangan Wakaf Internasional (KJKWI) Indonesia sebagai nazhir lokal yang akan menjadi mitra dan representasi ISIE dalam bekerjasama
dengan lembaga keuangan lokal dan otoritas lokal untuk memastikan pengelolaan
dana wakaf adalah sesuai dengan prinsip syari’ah dan hukum yang ditetapkan oleh
peraturan lokal dan otoritas.
“Kenapa
orang Lumajang yang diamanahi untuk menyusun konsep ‘bank’ wakaf internasional
atau KJKWI ini?” tanya
saya. Ust. Syadid menyampaikan bahwa pilot
project KJKWI Indonesia itu direncanakan akan didirikan di Lumajang.
Didirikan di Lumajang? Kenapa Lumajang? Kok bisa Lumajang? Melihat raut wajah
saya yang mungkin tampak tak puas dan masih menyimpan banyak pertanyaan, Ust.
Syadid menjanjikan saya untuk bertemu dan berdiskusi langsung dengan Prof.
Biddin.
“InsyaAllah
akhir bulan ini beliau akan datang lagi ke sini. Sebelumnya sudah 3 atau 4 kali
beliau ke mari. Mungkin beliau tertarik dan punya pertimbangan mengapa memilih
Lumajang. Nanti bisa ditanyakan langsung….,” kata Ust Syadid.
‘Bank’
Wakaf untuk Semua
Pasca pencanangan Gerakan Nasional Wakaf
Tunai di era Presiden SBY tahun 2010, sejumlah pihak memang mendorong
pemerintah untuk memiliki ‘bank’ wakaf mengingat Indonesia sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia. Sejumlah duta besar negara muslim juga
menyampaikan dukungannya. ‘Bank’ wakaf diyakini akan cepat mengembangkan
perekonomian umat di Indonesia maupun dunia,
Sejumlah konsep tentang ‘bank’ wakaf
memang masih dalam tataran penggodokan. Namun, yang jelas, kegiatan ‘bank’
wakaf berbeda dengan bank syariah, apalagi bank konvensional meski dalam
beberapa hal memiliki persamaan. ‘Bank’ wakaf akan menghimpun dana wakaf tunai tanpa
mengembalikannya kepada para wakif. ‘Bank’ wakaf kemudian menyalurkan dana tersebut
kepada yang membutuhkan pembiayaan produktif. Pada jangka waktu yang telah
ditentukan, peminjam mengembalikan dana wakaf tersebut dan ‘bank’ wakaf tidak
perlu memberikan bagi hasil kepada wakif. Aset dan dana kelola yang bertumbuh dari
pembiayaan produktif ini akan membuat dana wakaf semakin berkembang dan dapat
membantu masyarakat lebih banyak dan lebih besar.
Ya, segala gerakan kebaikan yang
ditujukan untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat tentu harus
disambut dan didukung. Terlepas apakah kelak KJKWI Indonesia itu benar-benar
akan berdiri di Lumajang, setidaknya semangat pemberdayaan umat dengan
menggalang kekuatan dari instrumen yang syar’i
itu dapat tersebar luas. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sendiri menyatakan
bahwa potensi wakaf tunai di Indonesia mencapai Rp 3 triliun per tahun.
Ditambah lagi dengan dana wakaf tunai global, maka ‘bank’ wakaf internasional tentu
dapat menjadi kekuatan ekonomi dunia, terutama dalam membantu negara-negara
miskin dan terbelakang.
Sungguh, membicarakan dan mendirikan
‘bank’ wakaf bukan mutlak mengemban kepentingan masyarakat muslim. Jika wakaf
bagi masyarakat muslim merupakan derma untuk kesejahteraan dunia dan akhirat,
maka wakaf bagi masyarakat nonmuslim dapat menjadi sarana peningkatan
kesejahteraan dengan membuka jalan bagi pemberian pelayanan kepada kemanusiaan.
Setidaknya bagi bagi bangsa Indonesia, instrumen wakaf telah menjadi bagian
dari sejarah di mana pesawat kenegaraan pertama Republik Indonesia adalah
Pesawat Seulawah yang merupakan wakaf dari rakyat Aceh.
Lebih jauh, saya berharap ‘bank’ wakaf
atau KJKWI Indonesia dapat benar-benar berdiri, tidak hanya di Lumajang, di
Tapal Kuda, di Jawa Timur, tapi juga di wilayah Indonesia lainnya. Dengan rekam
jejak Islamic Relief yang sukses menerbitkan
sertifikat wakaf tunai dan pernah berhasil menciptakan lapangan kerja bagi
lebih dari 7.000 warga di Bosnia melalui program Income Generation Waqf, kita berharap figur lembaga tersebut dapat
hadir di sekitar kita untuk menginspirasi untuk membantu mengatasi masalah sosial
ekonomi masyarakat yang mungkin tak semuanya mampu tersentuh oleh negara. Wallahua’lam bish showab.
Komentar
Posting Komentar