Wisata Syariah di Besuki Raya, Ke Mana? (Harian Jawa Pos Radar Jember, 19 September 2014)



Oleh: Khairunnisa Musari

Dalam Konferensi Internasional dan Pembangunan Islami (KIPI) yang diselenggarakan Universitas Jember (Unej) dalam rangka Dies Natalis ke-50, ada beberapa sosok yang tampak mencolok tampilannya daripada yang lain. Dengan pakaian berwarna gelap, terdapat sejumlah orang yang senantiasa mengelompok dan mengenakan songkok putih yang seragam. Mereka selalu duduk berjejer dan cenderung untuk diam mendengarkan. Sesekali mereka tersenyum atau manggut-manggut ketika saling berpandangan dengan peserta konferensi lainnya. Kental sekali terlihat bahwa mereka ‘orang asing’.
Lantunan nasyid sebagai pembuka konferensi yang dikumandangkan salah satu dari kelompok bersongkok putih itu menjelaskan bahwa mereka berasal dari negeri jiran. Ya, sosok-sosok bersongkok putih itu adalah para Doktor dan Profesor dari Universiti Sains Malaysia yang menjadi pemateri KIPI bersama sejumlah tokoh penggiat ekonomi Islam di tanah air yang diundang Unej untuk berbagi pandangan tentang situasi ekonomi Islam terkini, baik di Indonesia, Malaysia, dan dunia. Dari dalam negeri, para pemateri terwakili oleh beberapa tokoh ekonomi Islam nasional yang merepresentasikan unsur akademisi, praktisi, dan otoritas.
 Tidak bisa dipungkiri, momen KIPI merupakan salah satu geliat dari kegiatan ekonomi syariah di Tapal Kuda. Setelah setahun sebelumnya muncul Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) yang memang dicanangkan sebagai program nasional, kini hadir Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Besuki Raya yang tidak tangung-tanggung membawahi kabupaten Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi yang menjadi cikal bakal terbentuknya IAEI Jawa Timur.
Nah, mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu dari sembilan destinasi wisata syariah di Indonesia. Ya, bersama Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Makassar, dan Lombok, Jawa Timur ditetapkan sebagai destinasi wisata syariah nasional. Dengan dijadikannya Jawa Timur sebagai destinasi wisata syariah, maka provinsi ini bukan hanya dituntut untuk memiliki daya tarik obyek wisata religi atau wisata ziarah semata, tetapi juga dituntut untuk menyediakan fasilitas pendukung yang memenuhi standar berdasarkan ketentuan syari’at.
Eitsss, jangan menganggap wisata syariah ini latah mengekor booming ekonomi syariah, lho. Hayooo, siapa yang sudah pernah ke Thailand? Pasti belum banyak yang tahu bahwa Negeri 1000 Pagoda tersebut sudah menerapkan konsep wisata syariah lebih dahulu ketimbang Indonesia. Thailand kini bahkan mereposisi diri untuk menjadi ‘Halal Thailand to kitchen of the world’. Hal ini bukan sekedar lip service. Thailand terbukti menjadi salah satu pengekspor produk halal utama di dunia.  
Ya, wisata syariah adalah potensi pasar yang banyak dilirik saat ini, bahkan oleh negara yang penduduknya mayoritas nonmuslim. Thailand, Singapura, Jepang, Korea, Taiwan bahkan China sekalipun adalah beberapa negara yang saat ini agresif menangkap ceruk pasar wisatawan muslim global dan gencar menawarkan Islamic tourism tour.
Di Indonesia, sejumlah pemerintah daerah juga sudah mulai kencang mempromosikan wisata syariah, utamanya Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Jawa Barat terdapat 14 kabupaten halal. Bahkan, Walikota Bandung, Ridwan Kamil, sudah berkomitmen untuk menjadikan Bandung sebagai kota halal. 
Sejauh ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun turut memberi dukungan terhadap pengembangan wisata syariah mengingat banyaknya unsur dalam wisata syariah yang erat kaitannya dengan peradaban Islam, selain adanya inisiasi yang didorong untuk meningkatkan ekonomi kreatif. Terlepas bahwa pemicu lahirnya wisata syariah adalah motif ekonomi yang melihat peluang besarnya pasar wisatawan muslim, kehadiran wisata syariah sepatutnya memperoleh apresiasi dalam rangka membumikan ekonomi syariah dan nilai-nilai syariah.
Lalu, kalau wisata syariah di Tapal Kuda, kemana?

Tapal Kuda?
Ya, salah satu wilayah di Jawa Timur yang memiliki banyak potensi wisata syariah adalah Tapal Kuda. Tapal Kuda yang meliputi kabupaten Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi ini semuanya memiliki tempat wisata religi dan ziarah disamping masyarakat setempat yang masih lekat kultur keIslamannya.
Namun demikian, perlu diingat, wisata syariah bukan sekedar dimaknai sebagai wisata religi dan ziarah semata. Wisata syariah juga bukan sekedar paket wisata yang mengunjungi objek-objek wisata Islam. Lebih jauh, wisata syariah adalah jenis wisata yang memegang prinsip syari’ah Islam dengan tanpa mengubah objek wisata pada umumnya. Syari’ah Islam dalam konteks ini diantaranya meliputi jaminan kehalalan makanan, ketersediaan tempat sholat, kebersihan tempat wudhu, hotel yang tidak menjual minuman keras atau kolam renang yang memisahkan antara laki-laki dan perempuan.
Ya, sebagai sebuah industri, wisata syariah hendaknya menjadi upaya bagi para penggiat ekonomi Islam untuk pengembangan nilai-nilai syariah ke dalam kegiatan bisnis yang kerap dipandang miring. Komponen-komponen di dalam wisata syariah berhubungan dengan nilai dan budaya masyarakat lokal yang perlu dilestarikan dalam rangka membangun nilai-nilai positif bagi lingkungan. Wisata syariah dinilai strategis dalam rangka mensosialisasikan nilai-nilai syariah kepada masyarakat lokal dan internasional.
  Sebagai sebuah produk yang universal, wisata syariah seyogyanya menjadi gaya hidup halal yang kini makin mendunia. Meningkatnya wisatawan muslim dunia mendorong munculnya kebutuhan wisata yang islamic friendly yang semakin besar. Mengingat telah dicanangkannya Jawa Timur sebagai destinasi wisata syariah nasional, maka pemerintah daerah dan pelaku usaha wisata perlu bergandengan dengan pihak terkait, termasuk perguruan tinggi dan lembaga keuangan, untuk menjadi motor penggeraknya.  

Jadi, kalau wisata syariah di Tapal Kuda, kemana? Tamu-tamu KIPI Unej dari Malaysia, Jakarta, Bogor, Surabaya, Malang tersebut akan kita ajak kemana? Kalau saya, mengingat mereka saat ini hanya diagendakan untuk berada di Jember saja oleh panitia, saya mungkin akan mengajak mereka untuk mengunjungi Masjid Jami' Al Baitul Amien, Gedung Qur’an Aliah Putri, STAIN Jember, dan tentu saja Ponpes Al-Qodiri. Andaikan saja di Jember juga sudah berdiri pasar syariah sebagaimana yang dibangun oleh Guru saya Prof. Suroso Imam Zadjuli, tentu saja saya juga akan merekomendasikannya. Wallahua’lam bish showab.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)