Ramadan Tiba, Yuk Berinvestasi (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 28 Juni 2014)
Oleh:
Khairunnisa Musari
Ramadan tiba...
Andaikan saja Ramadan semua, bulan yang
tiba bulan yang ada
Karena besarnya setiap pahala, yang di
janjikan kepada kita
....
Banyakkan amal, hari-harinya pahala datang
berlipat ganda
Berlomba-lomba untuk ibadah, dunia
bahagia surga nanti gantinya
...
Itulah bait-bait Ramadan Tiba yang
dilantunkan Opick, penyanyi religi asal Jember. Pesan tentang besarnya pahala
di bulan Ramadan merupakan ‘iming-iming’ yang diberikan Allah kepada ummat-Nya
untuk mempersiapkan bulan penuh berkah tersebut, baik fisik maupun ruhiyah.
Layaknya sebagai bulan yang penuh dengan
bonus pahala, maka sesungguhnya dibutuhkan perencanaan investasi keuangan agar belanja
di bulan Ramadan dapat optimal. Konteks optimal di sini tentu saja berdimensi
dunia dan akherat. Oleh karena itu, momen Ramadan perlu dimanfaatkan sebaik
mungkin untuk berbelanja di jalan-Nya dalam rangka optimalisasi belanja modal
investasi tersebut.
Isu aktual terkait investasi keuangan
dalam perspektif ekonomi Islam yang menjadi tema dari World Islamic Economic Forum (WIEF) yang diselenggarakan Islamic Development Bank (IDB) di
Jakarta awal Juni lalu adalah wakaf. Dalam Awqaf
Roundtable, Wakil Menteri Keuangan RI menyampaikan bahwa salah satu instrumen
kunci bagi pengembangan ekonomi negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI)
adalah wakaf.
Nah, Ramadan sudah
tiba. Ramadan dapat menjadi momen untuk umat Islam mengalokasikan belanja investasi
pada instrumen wakaf. Instrumen ini memiliki peran sebagai alat pengentas
kemiskinan karena berfungsi untuk mendistribusikan kekayaan berupa pendanaan
atau aset untuk dikelola bagi kepentingan masyarakat. Sebagai salah satu instrumen
keuangan Islam yang original, amalan
wakaf akan terus mengalir karena manfaatnya berkesinambungan. Pada tataran
inilah wakaf dapat dikatakan sebagai produk investasi yang patut menjadi
pilihan di bulan Ramadan.
Wakaf
Dalam perspektif kekinian, wakaf sudah
mengalami sejumlah evolusi. Jika wakaf di masa lalu cenderung berbentuk lahan,
mesjid atau uang tunai, kini sudah mulai berkembang wakaf saham dan wakaf korporasi.
Peruntukannya pun kini semakin beragam. Jika dulu masih cenderung terbatas pada
lahan atau properti, kini wakaf digunakan lebih luas untuk pendidikan,
kesehatan, riset, perpustakaan, hingga pemberdayaan ekonomi melalui pembiayaan mikro.
Merujuk data Kementerian Agama (2011)
yang dikutip oleh Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kegiatan
WIEF, aset wakaf di Indonesia mencapai Rp 660 triliun. Wakaf tunai bank syariah
di Indonesia mencapai USD 3 miliar dan tahun 2013 diperkirakan sudah mencapai
USD 6 miliar atau sama dengan 45 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia. Angka ini lebih dari cukup untuk mengembangkan perekonomian berbasis
wakaf. Untuk itulah, OJK turut mendorong lembaga keuangan Islam untuk
bekerjasama dengan lembaga wakaf untuk pengelolaan dan pengembangan aset wakaf.
Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Wakaf Tahun 2004 yang menjadi
tonggak modernisasi aset wakaf di Indonesia. Sinergi ini memberi peluang untuk
terbukanya saluran pemberdayaan wakaf produktif dan dapat menjadi motor
pembangunan ekonomi nasional.
Nah, terkait dengan rame-rame Debat Calon Presiden (Capres)
RI, isu kepemimpinan politik memang menjadi topik menarik. Bagi para penggiat
ekonomi Islam, kepemimpinan politik menjadi isu penting dalam membuat political will yang dapat menyediakan level of playing field yang setara
antara kelembagaan ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam. Melalui political will inilah, wakaf dapat
diberdayakan untuk membantu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dengan mengurangi defisit pembiayaan dan berkontribusi langsung terhadap
pembangunan. Hanya dengan kepemimpinan politik, maka negara terdorong untuk
mengoptimalkan potensi wakaf sebagai komponen penting dalam strategi ekonomi
nasional.
Investasi Abadi
Di wilayah Lumajang, Jember, dan
Bondowoso, terdapat sejumlah lembaga amil zakat (LAZ) yang biasanya juga akan
sekaligus menyediakan jasa penghimpunan dan pengelolaan dana wakaf. Sebut saja diantaranya adalah Pos
Keadilan Peduli Ummat (PKPU), Dapur Dhuafa, Rumah Itqon Zakat Infak (RIZKI), Rumah
Zakat (RZ), Baitul
Maal Hidayatullah (BMH), AZKA Al Baitul Amien, dan Yayasan Dana Sosial al-Falah
(YDSF).
Di Jember, gaung wakaf sempat menjadi
pembicaraan ketika pasangan suami istri dr. Suharman dan Ibu Aliah mewakafkan
sebuah rumah besar senilai Rp 2 miliar kepada Mahad Tahfidz Qur’an (MTQ) Ibnu
Katsir untuk menjadi pondok pesantren bagi santri perempuan. Rumah besar yang
diberi nama Gedung Qur’an Aliah menjadi simbol bahwa peruntukan wakaf dapat
digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan seperti halnya yang lazim terjadi di
Turki dan Mesir. Terlebih dengan pemanfaatannya untuk mencetak para penghafal
Al-Qur’an. Masya Allah, berapa banyak aliran pahala dari multiplier effect yang tercipta dari wakaf gedung tersebut...
Namun
demikian, jangan menunggu memiliki lahan atau properti untuk berwakaf seperti
dr. Suharman dan Bu Aliah. Melalui wakaf tunai, tidak ada alasan untuk menunda
wakaf. Wakaf dapat dilakukan sesuai kemampuan anggaran. Dengan dana puluhan
ribu hingga ratusan ribu pun wakaf dapat terealisasi. Dengan berjamaah, maka
dana yang terhimpun tersebut hingga cukup modal akan dikelola oleh nazhir menjadi aset wakaf yang produktif
untuk kemudian didayagunakan sesuai peruntukkan manfaatnya. Inilah esensi wakaf,
pokok harta akan ditahan dan dikelola sehingga hasilnya akan terus mengalirkan
manfaat.
Yup, inilah
investasi abadi yang sesungguhnya. Manfaat wakaf yang terus mengalir akan
menjadi tambahan tabungan pahala ketika pemilik harta tersebut telah tiada.
Bukankah perjalanan abadi juga membutuhkan bekal yang abadi pula? Selain ilmu
yang bermanfaat, anak-anak yang shalih/ah, mungkin kita perlu pula memastikan
apakah kita sudah menunaikan wakaf? Mumpung Ramadan, yuk sisihkan dana kita untuk berinvestasi abadi dengan wakaf biar
pahalanya semakin berlipat-lipat. Insya Allah...(*)
Komentar
Posting Komentar