Mewaspadai Tawaran Umroh dan Haji dengan MLM (Jawa Pos Radar Jember, 2 Mei 2014, Hlm. 36)
Mewaspadai
Tawaran Umroh dan Haji dengan MLM
Oleh:
Khairunnisa Musari
“Iis kan temannya banyak. Cukup butuh 11
orang, nanti Iis bisa berangkat umroh gratis...”
Itulah salah satu kalimat persuasif yang
saya terima dari seorang famili suami yang mengasuh sebuah pondok pesantren di
sebuah kecamatan di Jember. Saya diminta membawa dua tumpuk kartu nama dan
sejumlah brosur yang memuat nominal biaya plus jadwal pemberangkatan umroh ke
tanah suci untuk dibagi kepada kenalan-kenalan saya. Saya melirik nama perusahaan
travel yang tertera di kartu nama tersebut. Mmm,
rasanya nama tersebut cukup familiar. Rasanya saya pernah membaca nama
tersebut...
Selisih tiga bulan, nama perusahaan
tersebut kembali muncul dalam promosi seorang kenalan di jejaring Fesbuk di
Lumajang. Ia mengatakan ada cara gampang bagi siapa saja yang ingin ke Tanah
Suci dengan cara murah. Cukup mengumpulkan sejumlah orang tertentu yang ingin
bepergian, maka kita akan dapat berangkat ke Tanah Suci dengan harga miring,
bahkan gratis!!!
Tepat sepekan lalu, plang nama
perusahaan travel tersebut tak sengaja saya temukan di sebuah rumah di pusat
Kota Lumajang. Yup, tawaran umroh
atau haji berbiaya murah dan/atau gratis dengan mencarikan jamaah sejumlah
tertentu tampaknya kian marak di wilayah Jember dan Lumajang oleh perusahaan
travel tersebut. Iming-iming ini pun sudah merambah pada wilayah-wilayah
pelosok.
Saya mencoba mencari informasi tentang
perusahaan tersebut di Google. Ya, ternyata benar, perusahaan travel tersebut
pernah menjadi pemberitaan di media sekitar dua tahun lalu karena menawarkan umroh
dengan sistem berjenjang atau yang lazim disebut multi level marketing (MLM). Perusahaan ini adalah salah satu dari
dua perusahaan yang memperkenalkan sistem MLM umroh dan haji yang rekomendasi
Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dan sertifikasi syari’ahnya dicabut oleh Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada Agustus 2012.
MLM
MLM adalah kegiatan menjual atau
memasarkan langsung suatu produk, baik berupa barang ataupun jasa, kepada
konsumen. Salah satu ciri MLM adalah terdapat produk yang diperjualbelikan. Hal
inilah yang dinilai tidak ditemukan dalam MLM umroh dan haji yang berlangsung
saat ini sehingga salah satu syarat dari rukun jual beli, yaitu adanya objek
jual beli, tidak terpenuhi. Sulit untuk menentukan jenis produk apa yang
sesungguhnya diperjualbelikan. Beberapa pihak bahkan menyamakan bisnis MLM
umroh dan haji menjurus kepada money game.
Dalam kaidah fiqih, semua bentuk bisnis memiliki hukum asal halal, kecuali jika terdapat
dalil yang melarangnya. Halal dalam konteks ini tentu saja berarti bebas dari maghrib (maysir, gharar, dan riba),
tadlis, zalim, dan tidak mengandung unsur haram. Terkait dengan tawaran
umroh dan haji berbasis MLM, maka pada tataran inilah muncul ruang perdebatan lantaran
dalam mekanisme MLM memfasilitasi seseorang beribadah umroh dengan ‘berutang’
kepada down line dan terdapat potensi
terjadinya tadlis.
Tidak hanya itu. Dalam MLM umroh dan
haji, penekanannya bukan lagi pada urusan jual beli dan distribusi produk
sebagaimana MLM murni, melainkan tentang bagaimana cara member get member. Dengan memperhatikan faktor ekonomi eksternal,
rasanya sulit diterima logika bahwa bepergian umroh cukup dengan biaya Rp
2,5-3,5 juta dan haji dengan biaya Rp 5 juta sebagaimana yang kerap
dipromosikan oleh perusahaan travel. Jelas, sistem MLM umroh dan haji yang berkembang
ini memiliki potensi untuk terjadinya tadlis
(penipuan) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Polemik penyelenggaraan umroh dan haji
berbasis MLM memang dipicu oleh sertifikat yang diterbitkan DSN-MUI. Seiring
laporan dari masyarakat, juga semakin menguaknya pro dan kontra dari berbagai
pihak terkait penerbitan sertifikat tersebut, maka mekanisme ibadah umroh dan
haji dengan sistem berantai itu dibahas dalam ijtima' ulama nasional di tahun 2012.
Hasil ijtima’ ulama akhirnya berbuah larangan resmi penyelenggaraan MLM umroh
dan haji melalui surat edaran dari Kementerian Agama (Kemenag) Nomor Dj.VII/Hj.09/10839/2012
tanggal 26 Desember 2012. MUI pun memfatwakan agar umat Islam menghindari MLM
umroh dan haji karena lebih banyak mudharat ketimbang manfaat. Namun demikian,
meski larangan telah diterbitkan, nyatanya tawaran umroh dan haji berbiaya
murah ala MLM terus bergulir dan merambah ke daerah-daerah.
Waspada
Seperti halnya mewaspadai tawaran
investasi bodong, maka masyarakat perlu pula memiliki literasi tentang tawaran
umroh atau haji berbasis MLM yang dapat merugikan. Untuk mengenalinya, terdapat
beberapa hal yang perlu diketahui.
Pertama, perusahaan penyelenggara umroh dan haji harus memperoleh izin dari
Kemenag. Belakangan
kian marak biro travel umroh dan haji yang tidak memiliki izin, tetapi tetap
memberangkatkan jamaah dan berujung pada akibat yang fatal. Kedua, perusahaan yang menggunakan
sistem MLM harus memiliki surat izin usaha penjualan langsung (SIUPL) dari
Direktorat Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan
(Kemendag). Ketiga, dalam jenjang up line dan down line, maka masing-masing harus memiliki kesempatan sama untuk
berhasil. Keempat, insentif yang
diterima up line tidak boleh berasal
dari pengurangan hak down line. Kelima, biro travel mampu
memberangkatkan dan tidak memberi masa tunggu yang panjang kepada jamaah.
Dalam sebuah kesempatan berdiskusi
dengan Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jember terkait dengan keberadaan
MLM umroh dan haji yang mulai marak ditemukan di wilayah tapal kuda, masyarakat
yang merasa dirugikan dapat menyampaikan kepada Satuan Tugas (Satgas) Waspada
Investasi. Meski kegiatan bisnis tersebut tidak berhubungan langsung dengan
sektor keuangan, namun laporan yang masuk kepada Satgas dapat ditindaklanjuti
oleh OJK
yang memiliki nota kesepahaman kerjasama dengan kepolisian, kejaksaan, Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kominfo), dan lembaga lainnya untuk penindakan.
Terkait dengan MLM umroh dan haji,
masyarakat juga dapat mencari informasi atau menyampaikan keluhan kepada Kantor
Kemenag Kabupaten/Kota. Ya, tawaran beribadah umroh dan/atau haji dengan biaya
murah memang menggiurkan. Namun, sistem yang digunakan tersebut cenderung
menimbulkan bahaya. Dengan uang muka yang sangat rendah, calon jamaah direkrut
tanpa melihat apakah yang bersangkutan termasuk dalam kategori mampu atau tidak
mampu secara finansial.
Terlebih terkait dengan pelaksanaan
ibadah haji, maka mekansime MLM ini tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor
13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. UU tersebut mengatur haji
sebagai kewajiban sekali seumur hidup dan hanya diperuntukkan bagi mereka yang
mampu. Mampu dalam konteks ini dapat ditafsirkan mampu secara fisik, finansial
maupun kuota. Wallahu a’lam bish showab.
Komentar
Posting Komentar