Melirik Wakaf Produktif (Radar Jember, 2 Juli 2012)



                                                    Oleh: Khairunnisa Musari

Apa yang ada di benak anda ketika mendengar sebuah negara bernama Bahrain?
Mmm, saya yakin, bapak-bapak dan mas-mas pasti akan lebih mengenal nama negara ini ketimbang ibu-ibu dan mbak-mbak. Hayo kenapa? Ya, kalau bapak-bapak dan mas-mas, terutama yang penggila bola, tentu masih lekat di ingatan ketika Timnas Indonesia dikalahkan 10-0 oleh Timnas Bahrain di sebuah stadion ‘kumuh’ di Bahrain. Menyakitkan ya! Tapi, meski kalah mengenaskan, warga Indonesia yang bermukim di Bahrain tetap menyambut pemain Timnas Indonesia bak selebritis, lho!
Pertengahan April lalu, alhamdulillah, saya mendapat kesempatan mengunjungi Bahrain selama hampir 2 pekan. Penantian selama hampir setahun untuk mengunjungi Negeri 2 Lautan tersebut, akhirnya terjawab dengan sebuah calling visa dari Bahrain Institute of Banking and Finance (BIBF) yang merekomendasi kunjungan saya melalui sebuah invitasi riset.
Ya, Bahrain sebenarnya adalah satu pusat keuangan dan perbankan dunia, termasuk bagi industri keuangan dan perbankan Islam. Bahrain juga menjadi yang terdepan di antara negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) dalam mengembangkan sistem keuangan dan perbankan Islam. Meski mungkin Dubai dan Qatar memiliki sejumlah ikon megah yang dibangun dengan instrumen keuangan Islam, bahkan Oman masih baru saja memikirkan untuk mengembangkan sistem keuangan dan perbankan Islam, Bahrain telah jauh lebih dulu memulainya. Dari sisi infrastruktur regulasi dan human capital, Bahrain memiliki semuanya.
Dalam kesempatan kunjungan riset tersebut, setidak ada 6 misi yang harus saya sampaikan di sana. Pertama, tentang Indonesia. Kedua, tentang riset saya. Ketiga, tentang industri keuangan dan perbankan Islam di Indonesia. Keempat, tentang potensi kolaborasi riset Bahrain-Indonesia. Empat hal inilah yang saya presentasikan dalam sebuah forum focus group discussion (FGD) bersama Center for Islamic Finance-BIBF.
Lho, kok cuman 4 materi presentasinya? Padahal tadi bilangnya bawa 6 misi?
Ya, misi kelima saya adalah menyampaikan presentasi tentang ide proyek wakaf produktif nasional ‘Pesantren Ekonomi Syariah (PES)’ di pegunungan Sentul, Bogor. Presentasi ini tidak saya sampaikan dalam forum FGD tersebut. Proyek ini saya presentasikan kepada seorang Indonesia yang bekerja sebagai senior lecturer dan business development manager di Center for Islamic Finance BIBF.
BIBF adalah sebuah perguruan tinggi yang berada di bawah Central Bank of Bahrain (CBB). Jejaringnya tentu adalah industri keuangan dan perbankan di sana. Saya dan kolega saya tersebut mencoba memfasilitasi untuk mencoba mengalirkan dana Timur Tengah ke Indonesia. Proyek wakaf produktif ‘PES’adalah salah satu upaya mempromosikan Indonesia kepada Bahrain.
Ya, namanya juga mencoba... Mungkin perlu waktu mengingat Timur Tengah, termasuk Bahrain, memiliki kecenderungan untuk bekerjasama dengan Malaysia ketimbang Indonesia. Pelaku industri keuangan dan perbankan Islam di Timur Tengah memang lebih Malaysia-oriented. Tapi beneran deh, Indonesia sesungguhnya punya potensi luar biasa untuk mengungguli Malaysia. Saking kita kerap minder dan underestimate terhadap kemampuan kita sendiri.
Btw, saya melihat booming sistem ekonomi Islam juga sudah mulai merambah tapal kuda. Termasuk di Jember, Lumajang, dan Bondowoso. Setidaknya hal ini tercermin dari mulai maraknya perbankan syariah dan banyak bermunculannya lembaga amil zakat (LAZ) di wilayah ini. Pertanyaan yang muncul di benak saya adalah apakah ide wakaf produktif sudah mulai dipikirkan pula oleh institusi-institusi tersebut?
Sedikit sharing tentang ‘PES’ yang saat ini tengah digodok untuk menjadi proyek wakaf produktif nasional. Di atas sebuah lahan wakaf seluas 1,6 hektar tersebut akan dibangun berbagai fasilitas training, hunian, outbond, spiritual, dan sosial. Dibelah oleh sungai Cibarengkok dan dikelilingi hutan alam, kawasan ini dapat dicapai dari Jakarta sekitar 1 jam perjalanan via Tol Jagorawi selepas keluar Tol Sentul Selatan.
Nah, mekanisme yang tengah dirancang oleh pengelola wakaf (nazhir) ini adalah mengkomersilkan area hunian untuk membiayai berbagai pelatihan ekonomi, keuangan, dan perbankan syariah secara gratis. Mengingat yang terlibat dalam struktur nazhir adalah tokoh-tokoh yang menjabat di bank sentral, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), direksi lembaga keuangan dan perbankan syariah, anggota DPR-RI, BUMN, perguruan tinggi nasional, dan Badan Wakaf Indonesia (BWI), maka tak mustahil jika proyek ini akan menjadi  salah satu model proyek wakaf produktif yang menjadi acuan di Indonesia. Terlebih lagi, model pengembangan berbasis salah satu kebutuhan paling urjensi dari industri keuangan dan perbankan syariah Indonesia saat ini adalah sumber daya insani dan knowledge improvement.
Mmm, jangan anda bayangkan kalau ingin berwakaf harus punya tanah dulu, lho ya. Jangan bayangkan juga kalau ingin berwakaf harus punya uang banyak. Jika institusi nazhir memiliki ide dan kreatif, tidak mustahil di Jember, Lumajang, dan Bondowoso juga bisa mengembangkan proyek wakaf produktif. Instrumen keuangan yang genuine dari ajaran Islam ini adalah sumber pendanaan swadaya masyarakat yang sangat murah yang dapat ditransformasikan menjadi modal usaha sosial ekonomi. Nazhir dapat menginvestasikannya pada sektor usaha yang halal dan produktif. Keunggulan kontraknya yang tidak memiliki kualifikasi mustahiq dan tidak mengenal jatuh tempo, tentu akan memberi ruang besar bagi nazhir untuk mengoptimalisasikannya.
Ya, sejarah Islam di masa lalu juga telah menunjukkan peran nyata dari kegiatan wakaf dalam meningkatkan kesejahteraan, baik di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan, serta peradaban. Ide Gerakan Wakaf Produktif Rp 1.000 juga adalah hal sederhana untuk membangun ide-ide besar.
Mmm, iya deh, itu saja dulu sharing saya.
Mmm, satu lagi, saya belum cerita tentang misi keenam saya kan! Iya, saya dititipin pesan oleh kolega dosen di Bahrain untuk bercerita tentang perempuan Indonesia. Ternyata, di Bahrain, kebanyakan warga sana menganggap bahwa perempuan Indonesia itu hanya bisa bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Semula saya juga tidak percaya. Tapi 1, 2, 3... dan 10 orang teman-teman saya yang biasa hilir mudik di Eropa dan Timur Tengah karena urusan studi dan pekerjaan mengatakan bahwa kebanyakan orang di sana memang memiliki mindset bahwa perempuan Indonesia hanya bisa bekerja sebagai PRT. Mmm, nyebelin banget ya. Mindset demikian selain juga merendahkan saudara-saudara kita yang bekerja sebagai PRT, juga merendahkan Indonesia banget.
Btw, semoga ide wakaf produktif ini dapat menjadi inspirasi untuk teman-teman yang berkecimpung di industri keuangan dan perbankan syariah, LAZ, dan syukur-syukur bisa menjadi jawaban untuk mereka yang sedang mencari jalan investasi abadi di dunia dan akherat. Wallahu a’lam bish showab.  

Komentar


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. widya Tarmuji, saya ingin bersaksi tentang pekerjaan baik Tuhan dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari pinjaman di Asia dan beberapa daSaya ri kata-kata itu, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka mencari pinjaman di antara Anda? Jadi, Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman curang di internet, tetapi mereka sangat asli di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban 6 kreditor pemberi pinjaman, saya kehilangan banyak uang karena saya sedang mencari pinjaman dari perusahaan mereka.

    Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan teman saya menjelaskan situasi saya, kemudian memperkena
    Jadi saya memutuskan untuk membagikan pekerjaan baik Tuhan melalui TRACYMORGANLOANFIRM, karena dia mengubah hidup saya dan keluarga saya. Itulah alasan Tuhan Yang Mahakuasa akan selalu memberkatinyalkan saya ke sebuWah perusahaan pinjaman yang kredibel, TRACYMORGANLOANFIRM. Saya mendapat pinjaman Rp. 800.000.000 dari TRACYMORGANLOANFIRM dengan tingkat rendah 2% dalam 24 jam yang saya gunakan tanpa tekanan atau tekanan. Jika Anda membutuhkan pinjaman, Anda dapat menghubungi MRS melalui email: (TRACYMORGANLOANFIRM@gmail.com)

    Jika Anda memerlukan bantuan dalam proses pinjaman, Anda juga dapat menghubungi saya melalui email: (widyatarmuji@gmail.com) dan beberapa orang lain yang juga mendapatkan pinjaman mereka, Tn. Tonimark, email: (Tonimark28@gmail.com). Apa yang saya lakukan adalah memastikan bahwa saya tidak pernah dipenuhi dalam pembayaran cicilan bulanan sebagaimana disepakati dengan perusahaan pinjaman. 

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

Belajar dari Wu Da Ying (1) (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 7 Juli 2017, Hlm. 21 & 31)