MEMBIDIK BAHRAIN SEBAGAI PINTU MASUK TIMUR TENGAH (HARIAN KONTAN, 8 JUNI 2012, HLM. 23)
Oleh:
Khairunnisa Musari
Tak
bisa dipungkiri, banyak negara yang melirik Timur Tengah. Berlimpahnya
likuiditas di sana menjadi daya tarik utama, meski bukan satu-satunya. Bahrain,
negara kecil yang paling minim sumber daya alam (SDA) di antara negara-negara Gulf
Cooperation Council (GCC), sesungguhnya
berpotensi menjadi pintu gerbang bagi Indonesia untuk masuk pasar Timur Tengah.
Luas wilayah negara Bahrain
tak lebih besar dari Provinsi DKI Jakarta. Namun, daratan negara Bahrain terus
meluas seiring dengan berbagai proyek pengerukan pasir untuk menimbun lautan
menjadi daratan. Ya, negara kecil yang diapit Saudi Arabia, Qatar, dan Teluk
Arat ini tengah gencar membangun dalam rangka mewujudkan visi sebagai The Development Nation tahun 2030 yang
diantaranya adalah menjadi pusat keuangan dan perbankan dunia. Salah satu strateginya
adalah menjadikan industri keuangan dan perbankan Islam sebagai pendorongnya.
Kini, Bahrain menjadi
kandidat kuat sebagai pemimpin pusat keuangan dan perbankan Islam di antara
negara-negara GCC bersama Qatar dan Dubai. Dari sisi pondasi kelembagaan,
Bahrain mempunyai peluang lebih besar untuk memenangkannya. Selain memiliki
pengalaman bertahun-tahun lebih lama, Bahrain juga memiliki infrastruktur
regulasi dan human capital yang lebih
baik. Tak heran jika Saudi Arabia, Oman, dan bahkan Senegal di wilayah Afrika
Sub-Sahara menggandeng Bahrain untuk membantu pemerintah setempat mengembangkan
industri keuangan dan perbankan Islam di negara tersebut.
Pusat
Keuangan dan Perbankan
Kiprah Bahrain sebagai pusat
keuangan dan perbankan dunia telah dirintis sejak tahun 1920-an. Satu persatu
perusahaan keuangan dan perbankan berskala global membuka cabang di negara
tersebut. Tahun 1979, perbankan Islam di Bahrain telah berdiri dengan nama Bahrain Islamic Bank.
Tak bisa disangkal, Bahrain
adalah jembatan yang menghubungkan keuangan dan perbankan konvensional dengan Islam.
Keduanya tumbuh harmonis karena pemerintah setempat memfasilitasi keduanya sebagai
pendongkrak perekonomian nasional. Dukungan pemerintah dan sistem regulasi yang
baik, seperti pajak yang sangat rendah dan peran aktif Central Bank of Bahrain (CBB), sangat menunjang pengembangan
industri keuangan dan perbankan di sana. Bahrain bahkan telah dapat
memposisikan diri sebagai pusat keuangan Islam dunia. Sejumlah lembaga
pendukung keuangan Islam global berkantor pusat di Bahrain, seperti: Accounting and Auditing of Islamic Financial
Institution (AAOIFI), Liquidity
Management Center (LMC), International
Islamic Financial Market (IIFM), dan
International Islamic Rating Agency
(IIRA).
Pengakuan dunia atas
keberadaan Bahrain sebagai pusat keuangan dan perbankan tidak lepas dari kebijakan
ekonomi pemerintah Bahrain yang mendiversifikasi perekonomiannya dari industri
migas kepada industri jasa salah satunya. Kebijakan inilah yang membuat perekonomian
Bahrain atraktif dan menganut ekonomi pasar terbuka. Pentingnya keberadaan
Bahrain oleh Amerika Serikat (AS) bahkan diwujudkan salah satunya dengan dibangunnya
kekuatan militer permanen berupa pusat pangkalan armada. Tak ayal lagi, Bahrain
otomatis memiliki kedudukan strategis dalam strategi global AS, khususnya
sebagai polisi keamanan internasional.
Bahrain,
GCC, Timur Tengah
Hubungan diplomatik Bahrain-Indonesia
telah terjalin sejak tahun 1976. Tahun 1992 telah dilakukan pula penandatangan
Perjanjian Perhubungan Udara Bahrain-Republik Indonesia (RI) antara Ibrahim
Abdullah Al-Hamer, Undersecretary for
Civil Aviation the State of Bahrain, dengan Zainuddin Sikado, Direktur
Jenderal Perhubungan Udara RI. Dalam kunjungan Presiden RI Abdurrahman Wahid
pada Juni 2000, kedua negara mencapai kesepakatan untuk meningkatkan hubungan
di bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Keberadaannya yang strategis
sebagai anggota GCC dan bagian dari kawasan Timur Tengah menjadikan Indonesia
memiliki kepentingan membina hubungan dengan Bahrain. Mempererat kerjasama
Bahrain-Indonesia dalam konteks kekinian bukan lagi sekedar hubungan bilateral
ataupun sekedar bertujuan untuk mengakses likuiditas negara-negara Timur
Tengah. Bergandengan tangan dengan Bahrain juga dalam rangka memperkuat
keberadaan Indonesia secara politik ekonomi sebagai negara yang membangun
industri keuangan dan perbankan Islam secara
bottom-up dengan kehati-hatian yang besar.
Tidak dapat dipungkiri, Indonesia
masih kalah menarik dibanding negara muslim lainnya dalam kacamata Timur
Tengah. Dalam hubungan bilateral dengan Bahrain inilah Indonesia dapat belajar
memahami karakter investor Timur Tengah, sekaligus menunjukkan potensi
Indonesia dalam mengembangkan industri keuangan Islam di tanah air. Dinamika
perbankan Islam Indonesia yang concern terhadap
micro-financing sesungguhnya menjadi
keunggulan Indonesia.
Pada tataran inilah, Indonesia
dapat menjadi mitra bagi Bahrain dalam menjawab tantangan industri keuangan dan
perbankan Islam yang nyata. Yaitu, bagaimana menjadikan keuangan dan perbankan
Islam be truly and meaningfully
dalam menjembatani sektor keuangan dan sektor riil, bagaimana menjadikan instrumen
keuangan yang genuine dari ajaran Islam
dapat menjadi salah satu solusi mengurangi gap
dan alat distribusi kekayaan, bagaimana mengubah debt orientation menjadi equity orientation, bagaimana menjadikan keuangan dan perbankan Islam down to earth dan substansif terhadap
persoalan negara-negara muslim dan humanity needs, serta yang tak kalah
penting adalah bagaimana menjadikan Islamic
values inheren ke dalam kegiatan dan perilaku berekonomi.
Secara keseluruhan, Bahrain
dapat menjadi gerbang bagi Indonesia untuk masuk pasar keuangan dan perbankan
Islam GCC maupun Timur Tengah. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar
di dunia, ekonomi Islam ala Indonesia sesungguhnya dapat menjadi role model atas pengembangan industri
keuangan dan perbankan Islam dunia yang tidak abai maqasid syari’ah. Jika keberadaan Indonesia dapat diterima dengan
baik oleh Bahrain, maka Timur Tengah dan GCC pun akan menerima Indonesia dengan
tangan terbuka.
Komentar
Posting Komentar