Esai Hari Ibu (Radar Jember, 22 Desember 2011)
YUK, JADI IBU YANG KEREN....!!!
Oleh: Khairunnisa Musari
Pak Edi : “Ayo Is, kamu kenalan dulu dengan istri saya!”
Saya : “Sudah kenal kok Pak Edi. Kan sudah pernah ketemu
dulu!”
Pak Edi : “Iya, kenalan lagi. Gak papa. Itu
ada Pak Bupati juga.”
Saya : “Aduuuh, Pak. Jangan. Gak usah lah Pak. Saya bingung mau ngomong apa.”
Pak Edi : “Ya, enggak usah ngomong apa-apa.
Kenalan saja dulu. AYOOO!!!”.
Itulah secuplik percakapan saya dengan Prof. Sri-Edi Swasono pada akhir
pekan lalu. Ya, tanggal 16 Desember kemarin, saya menghadiri Rapat Terbatas
(Ratas) Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Pendidikan dan
Kebudayaan, Prof. Meutia Hatta, di Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember.
Dalam kesempatan tersebut, memang untuk pertama kalinya saya face to face
dengan Bapak MZA Djalal. Senang? Mmmmm... Kayaknya istilah yang tepat itu bukan
‘senang’ dech, tapi ‘grogi’. Ya iyalah, dipaksa Pak Edi bertemu dengan orang
No. 1-nya Jember tanpa persiapan, kan bingung mesti ngomong apa. Akhirnya, yang
terbersit di kepala dan terucap di bibir sembari tersenyum sedikit cengengesan
kepada Pak Bupati adalah “Saya dulu yang pernah mengisi kolom Perspektif di
Radar Jember, Pak”. Hehehe...
Menurut ingatan saya, kunjungan ke Jember ini adalah kunjungan
ketiganya Pak Edi. Saya yakin, Pak Edi membawa serta Bu Meutia, anak, mantu,
dan total rombongan Tim Wantimpres sebanyak 16 orang itu bukan tanpa alasan.
Termasuk pula kunjungan Bu Meutia ke Kalibaru hingga menginap semalam, pastilah
membawa misi. Upppsssss... mungkin lain kali saya akan menceritakan
tentang hal tersebut. Iya, saya hampir lupa kalau mau menulis artikel ini dalam
rangka Hari Ibu... J
Ratas
Wantimpres
Menghadiri Ratas Wantimpres cukup membuat saya dag dig dug der.
Selain itu acara selevel demikian yang pernah saya ikuti, saya juga
deg-degan karena belum pernah mengunjungi Kantor Pemkab Jember. Ditambah
lagi saya tidak tahu menahu apa yang akan dibahas dalam Ratas Wantimpres.
Ibaratnya, saya hanya modal dengkul menghadiri acara tersebut.
Ahhh, ternyata Bu Meutia itu membidangi
Pendidikan dan Kebudayaan. Topik yang diketengahkan dalam Ratas tersebut adalah
tentang pembangunan karakter. Mmm, saya jadi teringat segitiga emas
dalam pembentukan karakter anak sebagaimana yang pernah disampaikan dalam
pelatihan smart parenting yang diselenggarakan Kualita Pendidikan
Indonesia (KPI) di SD Al-Ikhlash Lumajang. Yuppp, pembangunan karakter
anak itu harus berbasis sinergi sekolah dan orangtua serta lingkungan
pendidikan anak.
Menyimak pandangan dan aspirasi sejumlah elemen yang mewakili institusi
perguruan tinggi, parlemen, maupun birokrat kepada Bu Meutia, saya pun tergerak
pula untuk turut menyampaikan hal yang sama. Jika banyak pihak menyampaikan
keprihatinan atas minimnya wawasan kebangsaan dari generasi muda saat ini serta
menawarkan solusi bagi institusi yang mereka geluti, saya mencoba mendekati
persoalan dari lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Alhamdulillah saya
pernah ikut pelatihan smart parenting. Semoga saya enggak keliatan o’on
banget ketika bicara dalam Ratas tersebut... J
Saya menjadi
peserta terakhir yang menyampaikan pandangan. Saya sampaikan, saya terinspirasi
dengan pidato Bu Meutia di PBB tentang perempuan. Yuppp, Pak Edi pernah
cerita tentang pidato Bu Meutia, “… If you educate one man, you educate one
person. But, if you educate one woman, you educate one generation …”. Dari
pidato tersebut, saya kemudian terinspirasi untuk menulis artikel di Harian
Kompas berjudul “Satu Perempuan, Satu Generasi”.
Saya sampaikan, berbekal profesi serabutan saya yang mengajar
mahasiswa, anak TK, menjadi Ketua Dharma Wanita (DW), dan pernah juga menjadi
Ketua Forum Wali Murid, saya merasakan kebenaran bahwa betapa peran Ibu begitu
besar dalam membangun karakter putra-putrinya. Saya banyak melihat bagaimana
pola pikir dan kebiasaan Ibu dapat mempengaruhi pola pikir dan karakter
anak-anaknya.
Dalam kesempatan tersebut, saya sampaikan bahwa salah satu pendekatan
yang bisa digunakan dalam membangun karakter adalah melalui penguatan keluarga,
terutama peran Ibu. Bukankah Ibu adalah madrasah pertama dan utama untuk buah
hatinya? Sayang, peran Ibu banyak tereduksi dengan perubahan paradigma yang
menggiring wanita untuk lebih bangga menjadi wanita pekerja daripada menjadi
Ibu Rumah Tangga. Tidak bisa dipungkiri, tingginya kebutuhan hidup dan
aktualisasi diri menyebabkan banyak wanita bekerja di luar rumah.
Saya tidak tahu, aspirasi saya apakah sekedar utopia ataukah memang mungkin
untuk direalisasikan. Saya menitipkan aspirasi kepada Bu Meutia untuk
memperhatikan jam kerja bagi wanita pekerja. Jangan sampai jam kerja menyita
bahkan mengurangi waktu bagi Ibu untuk menemani anak-anaknya belajar dan tidur.
Saya juga mempertanyakan kemungkinan bagi pemerintah untuk mengintervensi media
televisi yang menayangkan tayangan tidak sehat bagi penontonnya. Tayangan
materialisme, konsumerisme, dan hedonisme seharusnya menjadi musuh utama bagi
seluruh Ibu di dunia.
Mmm, saya jadi ingat dengan teman-teman anak
saya di jejaring Fesbuk. Mereka sering kali meng-upload foto boyband/boygirl
dari Korea. Ya, para ABG sekarang ini banyak yang mengidolakan selebriti asal
Korea. Saya sampai me-link kepada sejumlah sahabat anak saya tentang
sebuah survei yang menunjukkan bahwa selebriti Korea itu paling tinggi angka
bunuh dirinya di seluruh dunia. Saya bahkan sampai me-link video Dzikir
Anak dari youtube milik Sulis yang secara persuasif saya bilang tidak
kalah keren dengan lagu-lagu Korea.
Ketika ngobrol berdua dengan Pak Edi, saya kembali menanyakan tentang
aspirasi tersebut. Pak Edi bilang, jangan banyak berharap pemerintah akan
mengiyakan. Media televisi pasti sudah ‘membeli’ pemerintah agar membiarkan
tayangan-tayangan mereka tidak diganggu. “Sudahlah, kita ini yang menjadi ujung
tombaknya. Kita saja yang bergerak ke mana-mana.”
Hari Ibu
Artikel ini
saya tulis memang dalam rangka Hari Ibu. Tanggal 22 Desember, sebagaimana
biasa, negeri ini memperingatinya sebagai Hari Ibu. Di kampus Universitas
Jember (Unej), peringatan Hari Ibu diselenggarakan tanggal 21 Desember
bersamaan dengan peringatan hari ulang tahun DW dan Pengajian Catur Wulan.
Tahun ini, saya akan turut hadir pula dalam peringatan tersebut. Setelah
setahun lebih sejak saya menjadi Ketua DW di Fakultas Kedokteran (FK) Unej,
saya memang tidak pernah menampakkan diri dalam kegiatan DW Universitas.
Barulah di penghujung tahun ini saya akhirnya berkesempatan untuk
menghadirinya.
Ya, ada benang
merahnya kan antara Ratas Wantimpres dengan Hari Ibu bulan Desember ini!
Tentang pembangunan karakter, baik yang berwawasan kebangsaan maupun yang
berakhlakul karimah, tidak bisa lepas dari peran Ibu. Jika kita ingin negara
ini menjadi lebih baik, maka tanggung jawab itu ada di pundak kita. Jika para
Ibu ingin beraktualisasi di luar rumah, tetap boleh kok. Jangan hentikan
langkah kita hanya di dalam rumah. Ibu Rumah Tangga juga harus berkarya dan
bermanfaat untuk masyarakat. Tapiii, jangan lupa, kesuksesan Ibu bukan dilihat
dari penerimaan masyarakat atas keberadaan kita. Kesuksesan Ibu yang hakiki
adalah ketika sukses mencetak putra-putrinya untuk menjadi generasi yang lebih
baik daripada kita. Yuk kita jadi Ibu yang keren, yaitu Ibu yang dapat
menghantarkan putra-putrinya kelak menjadi generasi yang tidak saja mencintai
ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki iman takwa serta menjadi pribadi yang
sederhana, rendah hati, dan bermanfaat untuk sesama. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar