MENANTI REALISASI SUKUK PROYEK (Harian KONTAN, 25 Juli 2011, Hlm. 23)
Oleh: Khairunnisa Musari
Di Malaysia, pembangunan fasilitas umum dan infrastruktur telah banyak yang berhasil dibiayai oleh sukuk proyek. Pembangunan yang bersumber dari sukuk proyek tidak hanya berkutat di sektor transportasi, tetapi juga merambah rumah sakit, pembangkit listrik, perumahan, jalan tol, bandara, bahkan sirkuit.
Sejak penerbitan surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara perdana tahun 2008, pemerintah telah didesak untuk segera menerbitkan sukuk berbasis proyek. Tahun 2009 dan 2010, pemerintah sudah beberapa kali menyampaikan akan segera menerbitkan sukuk berbasis proyek di tahun tersebut. Namun, nyatanya belum ada satu pun yang terealisasi.
Menjelang akhir Semester I-2011, pemerintah kembali memastikan akan menerbitkan sukuk berbasis proyek di tahun ini. Ada dua pola penerbitan yang tengah dipersiapkan. Pertama, sukuk berbasis proyek (project based sukuk/PBS) - project underlying, yaitu sukuk berbasis proyek dengan dasar penerbitan proyek-proyek pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tengah berjalan. Kedua, PBS project financing, yaitu sukuk berbasis proyek yang diterbitkan secara khusus untuk membiayai proyek-proyek baru yang akan berjalan.
Untuk penerbitan PBS perdana di tahun 2011, pemerintah berencana menggunakan PBS project underlying. Terdapat 1.606 proyek pembangunan dari dua kementerian/lembaga (K/L), yaitu Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum, senilai Rp 20,9 triliun yang menyebar di sejumlah provinsi yang sudah ditetapkan dalam APBN sebagai dasar penerbitan.
Belajar dari Malaysia
Meski banyak pihak menilai bahwa sukuk Indonesia tidak kalah berkualitas dengan sukuk Malaysia, namun harus diakui bahwa sukuk Malaysia memiliki keunggulan dalam hal implementasi manfaat. Minimnya aset milik negara yang dapat dijadikan jaminan (underlying asset) membuat pemerintah setempat tidak kehabisan cara untuk mengedepankan proyek-proyek pembangunan menjadi underlying.
Secara nasional, sukuk korporasi di Malaysia memang yang menjadi driver daripada sukuk negara. Namun, korporasi yang aktif menerbitkan sukuk di sana adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang notabene adalah kepanjangan tangan dari pemerintah Malaysia. Sejumlah fasilitas publik dan infrastruktur multisektor pun satu persatu didirikan untuk melayani masyarakat.
Di Indonesia, dana yang terhimpun dari penerbitan sukuk negara masuk pada general budget. Aliran dana sukuk ini kemudian bercampur dengan himpunan dana dari pos lain yang pemanfaatannya dapat mengalir pada beragam pos belanja. Hal inilah yang mereduksi peran sukuk sehingga sulit untuk mendeteksi seberapa besar manfaatnya.
Meski Malaysia pun menerapkan general budget, namun sukuk sebagai instrumen pembiayaan pembangunan dalam konteks Indonesia masih belum memperlihatkan secara kongkret manfaat penerbitannya selama ini. Dibanding dengan Malaysia, Indonesia belum memiliki contoh nyata kegiatan proyek pembangunan yang menyentuh sektor rill yang berhasil dibiayai sukuk negara maupun sukuk korporasi. Di Indonesia, sukuk korporasi yang diterbitkan BUMN masih dalam jumlah kecil dan manfaat finansialnya lebih diperuntukkan bagi kepentingan bisnis entitasnya.
Terobosan Hukum
Sepatutnyalah pemerintah Indonesia didesak untuk segera merealisasikan sukuk proyek untuk mengakselerasi pembangunan di Tanah Air. Opsi membiayai pembangunan melalui penerbitan sukuk proyek lebih dapat diandalkan ketimbang berutang. Hak, kewajiban, dan mekanisme menerbitkan sukuk berbeda dengan utang. Dengan menerbitkan sukuk, akad atau kontrak yang digunakan juga dapat menimbulkan konsekuensi yang berbeda-beda dalam hal hak, kewajiban, dan mekanismenya.
Lebih jauh, dengan adanya underlying asset/project menjadi batasan bagi pemerintah untuk hati-hati menghimpun dana masyarakat yang harus dibayarkan return-nya secara rutin. Nilai asset/project dalam penerbitan sukuk menjadi constraint bagi pemerintah untuk tidak serampangan menghimpun dana pembiayaan.
Ke depan, hal mendesak yang perlu disikapi pemerintah dalam mengupayakan sukuk proyek sebagai pengungkit pembangunan adalah melakukan terobosan hukum (legal reform). Tidak bisa dipungkiri, kendala legalitas merupakan salah satu persoalan utama dalam menerbitkan sukuk proyek. Legalitas penerbitan sukuk proyek otomatis melibatkan lintas lembaga yang jika tidak memiliki kesamaan visi misi akan menimbulkan friksi dalam merealisasikannya.
Dalam hal ini, sosialisasi dan edukasi adalah keniscayaan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) perlu bahu-membahu untuk mendudukjelaskan keberadaan sukuk proyek bagi semua pihak terkait. Termasuk di dalamnya tentang skim aliran dana, pembayaran, dan pengawasan proyek pembangunan.
Secara keseluruhan, kehadiran sukuk proyek diyakini dapat meningkatkan minat investor lantaran memiliki dasar transaksi yang bersifat produktif dan lebih mencerminkan kinerja sektor riil. Sebagai alat untuk memobilisasi dana yang dapat meningkatkan perputaran uang, sukuk bekerja tidak dengan menambah likuiditas perekonomian. Dalam tataran ini pulalah, sukuk lebih layak dipilih sebagai instrumen pembiayaan pembangunan daripada utang. Semoga saja tahun ini sukuk proyek benar-benar terealisasi.
Komentar
Posting Komentar