WOW, IS IT BANANA’S TREE? (Radar Jember, Perspektif, 12 Juni 2010, Hlm. 33)




Oleh: Khairunnisa Musari

Sepekan lalu, dalam sebuah kelas percakapan bahasa Inggris, sang guru mengajarkan tentang penggunaan diksi pada situasi formal dan nonformal. Diksi adalah pemilihan kata yang tepat dalam suatu proses komunikasi. Namun ditekankannya, hal terpenting dalam berkomunikasi dengan orang asing adalah keberanian untuk berbicara. Salah dan benar itu urusan nomor dua.

Singkat kata, sang guru ini kemudian berkisah tentang pengalamannya bersama 2 orang asing asal Eropa yang tengah melakukan perjalanan keliling dunia dengan mengendarai sepeda. Diceritakan, sang guru ini tak sengaja bertemu bikers asing di sebuah minimarket di Lumajang. Setelah ngalor ngidul kesana kemari, sang guru ini menawarkan bikers tersebut menginap di rumahnya. Akhirul kalam, selama 2 hari, bikers ini menginap dan berkesempatan mengunjungi sejumlah wilayah di Lumajang.

Saya kemudian bertanya pada sang guru, “Apa yang paling berkesan dari 2 biker itu selama di Lumajang?” Sang guru menjawab bahwa 2 biker kenalannya itu selalu terkagum-kagum melihat buah-buahan di Lumajang. Ketika tanpa sengaja melihat pohon pisang, mereka begitu takjub nyaris tak percaya. “Wow, is it banana’s tree?” Ya, di negeri asalnya, mereka juga senang makan pisang. Tapi mereka tidak pernah tahu bagaimana wujud asli dari pohon pisang itu.

Hal yang sama ketika mereka dihidangkan buah jeruk. “What’s name this amazing fruit?” tanya mereka. “Oh, this fruit is orange,” sahut sang guru. “Oh nooooo, this is not orange. Are you kidding? Look at the colour!” seru mereka. Ya, buah jeruk lokal kita memang tidak berwarna orange. Jadi, wajar saja mereka begitu terkejut melihat orange yang tidak berwarna orange.

Apa yang ingin saya ceritakan sesungguhnya bukan tentang bagaimana berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Intisari yang ingin disampaikan dari pengantar tulisan ini adalah betapa kayanya negeri kita. Aneka buah tropis yang lazim ada di sekitar kita, kerap kita pandang sebelah mata. Justru orang asinglah yang dapat melihatnya sebagai sebuah kekayaan atas negeri ini.

Coba kita simak sebuah riset kecil yang dilakukan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka, Jepang, tentang potensi pasar produk buah tropis di Jepang bagian barat. Kajian ini dilakukan dengan menyebarkan 250 buah angket kepada responden dari kalangan pengusaha dan investor serta masyarakat Jepang bagian barat yang sering melakukan wisata ke luar negeri. Angket didistribusikan melalui beberapa institusi Jepang yang terpercaya.

Ringkasnya, hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah terbiasa dan menggemari buah-buahan impor. Adapun buah-buahan yang paling banyak disukai masyarakat Jepang wilayah Barat adalah buah mangga (50,8%), pisang (34,4%), dan nanas (12,8%) asal Indonesia. Sebagian besar reponden ternyata menyukai buah yang disajikan dalam bentuk segar tanpa diolah atau diproses (65,3%), lalu buah olahan atau dipotong agar mudah dimakan (23,3%), dan kemudian buah kalengan (6,3%).

Ketika ditanya tentang keinginannya mengimpor buah dari Indonesia, sebagian besar responden mengiyakan (83,7%) dengan alasan rasanya enak, harganya murah, bermutu baik, banyak jenisnya, tidak tumbuh di Jepang, aman bagi kesehatan, banyak manfaatnya, khas tropis, dan unik.

Tidak bisa dipungkiri, dunia mengetahui dan akhirnya mengakui betapa Indonesia begitu kaya. Sayang, kita hanya memiliki, tetapi tidak menguasai kekayaan itu. Kebanyakan dari kita tidak mampu memberi nilai tambah terhadap produk-produk kita. Hasil buah-buahan dijual dengan begitu apa adanya. Akibatnya, orang luar lah yang menikmati hasil terbesarnya karena mau dan mampu memberi nilai tambah.

Indonesia memang merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah-buahan dari negara penghasil buah tropis lainnya. Hal ini pulalah yang menggenjot ekspor buah tropika nusantara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peluang pasar internasional memang masih terbuka luas dan belum banyak dimanfaatkan secara optimal oleh pelaku buah tropika nasional.

Namun demikian, sebagai sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk besar, sesungguhnya kita tak perlu terbuai dengan target dan ekspetasi terlampau tinggi terhadap pasar ekspor. Penduduk Indonesia adalah pangsa pasar komoditi yang sangat besar yang justru banyak dilirik negara lain untuk memasarkan produknya, termasuk produk buah-buahan. Berbagai perangkap dan aturan ekonomi global kerap diciptakan negara maju untuk memanfaatkan potensi pasar kita sehingga produk mereka dengan mudah masuk ke Indonesia. Akibatnya, produk kita sendiri tidak berdaulat dalam pasar dalam negeri.

Singkat kata, buah tropis lokal kita seperti pepaya, nanas, salak, mangga, manggis, semangka, kenitu, dan lain sebagainya adalah aset berharga bagi negara kita. Pemenuhan produk buah tropis merupakan hal pokok yang harus dilakukan sebagai upaya stabilisasi ketahanan pangan nasional yang diharapkan dapat memberi manfaat langsung bagi stabilitas ekonomi daerah, regional, dan nasional. Penduduk Indonesia yang besar harusnya dapat dianggap dan dipandang sebagai potensi pasar yang besar yang perlu dimanfaatkan sebagai suatu kekuatan ekonomi nasional. Wallahu’alam bishowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)