PARIWISATA (Radar Jember, Perspektif, 15 Mei 2010, Hlm. 33)


Oleh: Khairunnisa Musari

Libur t’lah tiba... Libur t’lah tiba...
Hore... Hore... Hore...
Simpanlah tas dan bukumu
Lupakan kekesalanmu
Hatiku gembira...

Begitulah mantan penyanyi cilik Tasya berdendang menyambut hari libur. Meski anak sekolah belum secara formal memasuki liburan panjang, tetapi suasana akhir pekan ini bak hari libur. Maklum, hari Kamis kemarin pas tanggal merah dan hari Jumat menjadi hari ‘kejepit’. Jika sudah begini, banyak orang yang akan memanfaatkannya untuk bepergian. Lihat saja di bandara atau stasiun, antrian tiket berjubel. Banyak yang kehabisan. Armada pun ditambah. Hal yang sama akan terjadi kembali 2 pekan depan yang hari Jumatnya bertepatan dengan hari libur.

Dalam situasi semi liburan seperti akhir pekan ini, peak season pada berbagai sarana transportasi publik lumrah terjadi. Sebagian masyarakat memanfaatkannya untuk bepergian ke daerah mengunjungi sanak saudara atau berwisata. Dapat dipastikan kebanyakan tempat wisata akan ramai pengunjung. Bagaimana dengan Lumajang, Jember, dan Bondowoso?
Posisi geografis, budaya masyarakat, dan sejarah kota yang panjang dan unik memungkinkan tiga kabupaten ini memiliki kelengkapan dan keragaman objek wisata yang tidak dimiliki daerah lain. Secara umum, semua objek wisata dapat diakses dengan mudah oleh wisatawan. Sarana dan prasarananya pun relatif memadai. Sayang, mungkin belum ada pusat informasi pariwisata yang memfasilitasi Lumajang, Jember, dan Bondowoso masuk dalam paket wisata yang berskala nasional dan internasional. Padahal, wilayah kita ini tidak jauh-jauh amat dengan Bali yang merupakan ikon pariwisata Indonesia.

Tidak bisa dipungkiri, Bali seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai pintu masuk wisatawan ke daerah lain. Lihat saja Kabupaten Raja Ampat yang berada di pedalaman Papua Barat membuka pusat informasi di Denpasar guna memperkenalkan wisata baharinya ke dunia. Alasannya sangat logis. Bali sementara ini adalah destinasi utama kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.
Kalau kita simak, pengunjung wisata Lumajang, Jember, dan Bondowoso kebanyakan adalah tamu domestik. Hal ini setidaknya tercermin dari data BPS yang menunjukkan tamu domestik yang menginap di hotel berbintang dan melati di Jember mendominasi daripada tamu asing. Jika dirinci, tamu domestik yang menginap di hotel berbintang sepanjang 2007 sebanyak 23.429 orang dan 2008 sebanyak 19.740 orang. Bandingkan dengan tamu asing yang menginap di hotel berbintang sepanjang 2007 sebanyak 475 orang dan 2008 sebanyak 1.190 orang. Sementara itu, di hotel melati, tamu domestik yang menginap sepanjang 2007 sebanyak 171.479 orang dan 2008 sebanyak 157.147 orang. Bandingkan dengan tamu asing yang menginap di hotel melati sepanjang 2007 yang hanya 6 orang dan 2008 sebanyak 111 orang.

Seyogyanyalah, pemkab-pemkab menyusun cetak biru pariwisata daerah di tapal kuda yang terintegrasi. Hal ini mengingat kabupaten-kabupaten di wilayah tapal kuda memiliki potensi alam yang nyaris seragam meski masing-masing tetap memiliki kekhasan. Jika dikelompokkan, setidaknya ada 3 jenis wisata yang dapat dikembangkan di wilayah ini.
Pertama, wisata alam. Sebagian besar tempat wisata di Lumajang, Jember, dan Bondowoso dianugrahi potensi alamiah yang layak dikembangkan sebagai objek wisata unggulan. Tempat wisata alam ini kebanyakan berupa pantai, pemandian, air terjun, gua, pegunungan, danau, dan area perkebunan. Wisata jenis ini bisa dikembangkan menjadi wisata agro, wisata rafting, wisata ilmiah atau wisata petualangan.

Kedua, wisata bahari. Rasanya, perairan kita tidak kalah dengan Wakatobi, Bunaken atau Raja Ampat yang begitu populer menyimpan keindahan bawah laut. Isu yang lagi hangat saat ini adalah pengembangan potensi terumbu karang dalam Coral Triangle (CT). CT adalah kawasan segitiga karang yang meliputi Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Salomon. Total luas terumbu karang di CT sekitar 75.000 km2. Indonesia sendiri memiliki luas sekitar 51.000 km2 atau menyumbang 18% luas total terumbu karang dunia dan 65% luas total CT. Dari seluruh jenis terumbu karang yang masih ada di dunia, 53%-nya berada di lautan Indonesia. Saya percaya, perairan yang ada di wilayah Lumajang, Jember, dan Bondowoso yang masuk dalam wilayah lautan Indonesia sesungguhnya juga menyimpan pesona terumbu karang yang belum tersentuh. Yang jelas, wisata jenis ini bisa dikembangkan menjadi wisata olahraga atau wisata selam.

Ketiga, wisata budaya. Wisata jenis ini bisa meliputi wisata ziarah, wisata kampung batik, wisata sejarah atau rangkaian wisata yang diselenggarakan bersamaan dengan Jember Fashion Carnaval.
Secara keseluruhan, kita bisa lihat bahwa kita tak perlu banyak ‘berkeringat’ dalam membangun pariwisata di Lumajang, Jember, dan Bondowoso. Rasanya, semua potensi wisata sudah tersedia di sini. Tinggal bagaimana kita menyediakan infrastruktur pendukung dan mengemasnya. Dari aspek ekonomi, membangun industri pariwisata pada daerah yang secara alamiah memiliki potensi sesungguhnya tidak membutuhkan biaya yang begitu besar dibanding industri lainnya. Visi, kreativitas, dan inovasi adalah kuncinya.
Ke depan, kita harus menggandeng mitra untuk membantu mempromosikan tempat wisata Lumajang, Jember, dan Bondowoso. Sudah seharusnya semua institusi yang terkait dengan pariwisata memiliki tanggung jawab dan kebersamaan di berbagai lini. Sinergi semacam inilah yang kita butuhkan. Bukan hanya menunggu siapa yang harus bertanggung jawab. Wallahu’alam bishowab.

Komentar

  1. yang pertama koment nih...
    nice blog....
    jangan lupa kunjungi kami
    blog berperingkat 3 besar di TOP BEST SITE,TOP INDONESIA, dan TOP SERATUS
    karya wanita LUMAJANG LHOOOO
    di sini

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)