YUK, KITA BERWAKAF UANG! (Radar Jember, Perspektif, 6 Maret 2010)

Oleh: Khairunnisa Musari (Peneliti IFDI)

Salah satu yang mengingatkan saya pada kota Jember adalah Anang Hermansyah. Tahu semua kan siapa Anang yang saya maksud! Beberapa tahun lalu, Anang pernah menyanyikan lagu Kota Santri. Boleh jadi Kota Santri yang dimaksud Anang adalah kota kelahirannya, kota Jember.

Jember dan sekitarnya, termasuk pula Lumajang, Bondowoso, dan wilayah tapal kuda lainnya memang masih identik sebagai kota religius. Sejumlah pondok pesantren dan sekolah/perguruan tinggi Islam banyak didirikan. Dengan basis utama kekuatan nahdliyin dan stakeholders yang Islami, rasanya cukup relevan untuk menjadikan instrumen ekonomi syariah sebagai pengungkit pembangunan di wilayah ini. Salah satu instrumen yang layak untuk dikembangkan adalah wakaf uang.

Wakaf Uang
Di Indonesia, lahirnya UU tentang Wakaf menjadi momentum untuk menginisiasi wakaf produktif. Regulasi ini mengandung pemahaman yang komprehensif dan modernitas terhadap pemberdayaan potensi wakaf. Dalam beberapa tahun terakhir, wacana wakaf produktif memang cukup intensif. Kebutuhan inovasi instrumen dalam pembangunan sosial ekonomi memunculkan banyak kajian yang pada gilirannya melahirkan rekomendasi tentang pemberdayaan wakaf uang.

Awal Januari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Uang. Dalam membuka tafsir luas tentang wakaf yang semula hanya pada tanah dan bangunan, wakaf uang adalah suatu terobosan. Dalam konstelasi ekonomi Indonesia, wakaf uang memang instrumen yang masih dianggap baru. Terlepas dari perbedaan pendapat pada mekanisme pemberdayaan wakaf akibat ragam interpretasi dari aturan dan prinsip syariah, harus diakui wakaf uang memiliki sejumlah keunggulan.

Pertama, meski nilai uang berkurang setiap waktu karena tergerus inflasi, tapi wakaf uang memiliki sifat fleksibel sehingga dapat menjadi instrumen bagi mekanisme kontraksi likuiditas.

Kedua, wakaf uang tidak terikat dengan kepemilikan kekayaan dalam jumlah besar. Siapa pun dapat menjadi wakif, berapa pun jumlahnya.

Ketiga, wakaf uang adalah sumber pendanaan swadaya masyarakat yang sangat murah yang dapat ditransformasikan menjadi modal usaha sosial ekonomi. Nadzir dapat menginvestasikannya pada sektor usaha yang halal dan produktif.

Keempat, wakaf uang dapat menjadi modal proyek pembangunan sektoral atau infrastruktur. Wakaf uang yang terhimpun juga dapat digulirkan oleh nadzir untuk membantu operasional berbagai institusi sosial ekonomi.

Kelima, sebagaimana keunggulan kontrak wakaf pada umumnya, optimalisasi wakaf uang juga bisa lebih luas karena tidak ada kualifikasi mustahiq. Dengan demikian, dana yang terserap dapat sepenuhnya diputar untuk membiayai kemaslahatan umat. Selain itu, berbeda dengan akad syariah lainnya, kontrak wakaf tidak mengenal jatuh tempo.

Pembiayaan Pembangunan
Telah banyak kajian yang mengungkap manfaat wakaf dalam berbagai sektor kehidupan umat. Sejarah juga menunjukkan peran signifikan dari wakaf dalam meningkatkan kesejahteraan, baik di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan, serta peradaban.

Terkait dengan bagaimana memberdayakan wakaf uang sebagai pengungkit pembangunan di wilayah tapal kuda, mungkin seperti ini ilustrasi sederhananya. Pemkab mencanangkan Gerakan Wakaf Uang (misal) Rp 1.000. Pemkab kemudian menjadi koordinator dari seluruh stakeholder yang disusun berlapis, mulai dari kyai, takmir masjid, sekolah/perguruan tinggi Islam, lembaga ZISWA, pengusaha, hingga masyarakat umum. Selanjutnya, dibangunlah mata rantai dari hulu hingga hilir, mulai dari menghimpun dana hingga mendistribusikan.

Coba deh bayangkan jika Jember, Lumajang dan Bondowoso serta daerah lain disekitarnya bisa memanfaatkan instrumen wakaf uang ini. Yang punya pondok pesantren dapat menjadikan modal kopontren. Yang bergerak di sektor pertanian dapat mendirikan BMT. Yang bergerak di lembaga pendidikan dapat memperbaiki dan memperluas gedung pendidikan. Yang paling menyenangkan lagi apabila Pemkab dapat kreatif mengelolanya sebagai proyek bisnis untuk menyerap tenaga kerja. Misal, membangun pabrik sampah. Pabrik sampah dapat kita buat menjadi 2 jenis, yaitu sampah anorganik dan organik. Pabrik sampah anorganik dapat mendaur ulang sampah yang berasal dari plastik, kayu, besi, dan jenis lainnya. Pabrik sampah organik dapat mengolah sampah hasil sektor pertanian, perkebunan, kehutanan untuk menjadi pupuk organik atau bahan baku handycraft. Untuk memudahkan distribusi pasokan dan pemasaran, Pemkab dapat mendirikan cluster mini pabrik di sejumlah kecamatan dan 1 pabrik utama. Jika ini dapat terwujud, maka pertumbuhan ekonomi regional akan berbasis investasi. Kita semua yang menjadi wakif pun selain ikut menikmati roda pembangunan, kita juga akan memperoleh benefit dari Allah SWT. Wallahu’alam bishowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

Belajar dari Wu Da Ying (1) (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 7 Juli 2017, Hlm. 21 & 31)