SENGON DAN JABON (Radar Jember, Perspektif, 13 Maret 2010, Hlm. 1)

Oleh: Khairunnisa Musari (Peneliti IFDI)
Anda punya lahan kosong? Tidak ada salahnya jika lahan tersebut ditanami sengon. Nasehat ini mungkin sudah basi. Tapi rasanya belum terlambat jika kita baru melakukannya hari ini. Tanaman ini memang tengah berkilau seiring kebutuhan kayu yang terus meningkat. Terlebih lagi, pemerintah saat ini melarang penggunaan kayu bulat hasil tebangan hutan alam.

Bisnis kayu albasia atau lebih dikenal dengan nama sengon memang tengah menjamur. Kalau kita berjalan-jalan di sekitar Lumajang, Jember, dan Bondowoso, kita pasti sering melihat tanaman ini. Berkat sengonlah, sekitar 40% jamaah haji asal Lumajang pada 2009 lalu dapat berangkat ke Tanah Suci. Berkat sengon pula, Lumajang pernah menuai pujian dari Menteri Kehutanan karena dinilai sukses membantu pemerintah dalam melaksanakan program penghijauan sekaligus membantu masyarakat setempat dalam meningkatkan kesejahteraan.

Berkah Sengon
Secara teknis, tanaman sengon bermanfaat untuk mengembalikan kesuburan lahan kritis, meningkatkan perlindungan lahan dan pengaturan tata air, serta mendukung program penghijauan dan pelestarian alam. Secara ekonomi bisnis, tanaman sengon dapat meningkatkan produktivitas lahan dengan keanekaragaman hasil, meningkatkan ketersediaan pasokan kayu untuk kebutuhan harian masyarakat, serta memenuhi ketersediaan bahan baku bangunan/kontruksi dan industri dalam negeri berbasis kayu. Secara keseluruhan, semua ini pada gilirannya dapat meningkatkan nilai pendapatan petani dan nilai tambah ekonomi dari tanaman sengon itu sendiri.

Di Indonesia, sengon memiliki banyak sebutan. Di Jawa, ada yang menyebutnya jeunjing, jeunjing laut, kalbi, sengon landi, sengon laut atau sengon sabrang. Di Maluku, disebut seja. Di Banda, disebut sikat. Di Ternate, disebut tawa dan di Tidore disebut gosui. Dengan kelebihan yang dimilikinya, pemerintah menggalakkan penanaman sengon di aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra.

Tanaman sengon adalah tanaman serba guna. Mulai dari daun hingga akar dapat memberi manfaat. Daun sengon bisa digunakan sebagai pakan ternak. Akarnya berfungsi untuk menyerap nitrogen dan karbondioksida yang ketika bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium dapat membantu porositas tanah dan menambah tingkat kesuburan.

Sementara itu, bagian yang memberi manfaat paling besar dari tanaman sengon adalah batang kayu. Umumnya, kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan/rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, batang dan kotak korek api, pulp, kertas, papan penyekat, pengecoran semen, dan lainnya. Sejauh ini, permintaan kayu lapis berbahan baku sengon di dalam maupun luar negeri terus meningkat. Bahkan, untuk pasar ekspor, semakin banyak negara yang berminat dengan kayu olahan dari sengon.

Melirik Jabon
Untuk mengelola resiko, tanaman jabon layak pula dipertimbangkan untuk menjadi pendamping sengon. Saat ini, kayu jabon pun kian berkilau. Bahkan, prospeknya jauh lebih bagus dibanding sengon. Namun, masih belum banyak yang menjual bibit kayu jabon. Selain karena tanaman ini belum sepopuler sengon, membuat bibit jabon relatif tidak mudah dan butuh keahlian khusus.

Sebenarnya kayu jabon sudah lebih dulu dikembangkan di Malang. Namun saat ini sentranya banyak didominasi Yogyakarta dan Jawa Tengah. Daya pasok Jawa Timur masih belum bisa mengejar. Mengingat potensi pasar dan nilai jual kayu jabon yang menggiurkan, dapat dipastikan tanaman ini ke depan akan sama populernya dengan sengon.

Jabon memang menjadi andalan industri perkayuan. Pasarnya sangat terbuka lebar seperti halnya sengon. Dibanding sengon, jabon memiliki beberapa keunggulan. Pertumbuhannya lebih cepat, jenis kayunya putih kekuningan tanpa terlihat serat, tidak memerlukan pemangkasan karena cabang dapat rontok sendiri, dan tidak gampang terkena hama atau penyakit. Sayang, jabon tak begitu kuat dengan sinar matahari. Seperti halnya sengon, penanaman jabon bisa juga dengan tumpangsari. Di bawah tanaman jabon bisa ditanami berbagai jenis tanaman palawija.

Dapat disimpulkan, sengon dan jabon adalah win-win solution bagi industri berbasis kayu, petani, pemerintah, dan juga kelestarian lingkungan. Ke depan, Pemkab selayaknya memikirkan bagaimana menjadikan sengon dan jabon sebagai sarana membangun hutan rakyat berkelanjutan yang mengindahkan prinsip social-economic-environment foresty, diversifikasi sumber bahan baku industri perkayuan, pengembangan produk kayu bernilai tinggi, pengembangan cluster industri kehutanan berbasis wilayah, dan peningkatan partisipasi masyarakat untuk mengontrol hutan. Dengan demikian diharapkan akan tercipta optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan rakyat serta bertambahnya hutan tanaman yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga meningkatkan pelestarian mutu lingkungan guna mengatasi global warming. Wallahu’alam bishowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

Belajar dari Wu Da Ying (1) (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 7 Juli 2017, Hlm. 21 & 31)