MEREPOSISI TUJUAN DAN STRATEGI PENERBITAN SUKUK (HARIAN KONTAN, OPINI, 21 AGUSTUS 2009)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Ilmu Ek Islam Unair, Surabaya)

Dalam upaya mendiversifikasi investor surat berharga, pemerintah kini gencar menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk. Sayangnya, sukuk kerap diposisikan sama dengan Surat Utang Negara (SUN). Dibutuhkan reposisi agar tujuan, sasaran, dan strategi penerbitan sukuk menjadi lebih optimal.

Untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009 ini, pemerintah pada 18 Agustus lalu menerbitkan SUN sebanyak empat seri dengan perolehan Rp 2 triliun. Melalui Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2002, pemerintah memang diberi wewenang untuk menerbitkan SUN sebagai sumber pembiayaan dalam mengatasi defisit anggaran atau menutup kekurangan kas jangka pendek atau mengelola portofolio utang negara.

Dalam upaya menggali alternatif instrumen yang mendukung diversifikasi investor surat berharga, pemerintah melirik SBSN atau sukuk. Akhir Juli lalu, pemerintah kembali berencana menerbitkan sukuk dengan cara lelang. Melalui UU Nomor 19 Tahun 2008, pemerintah diberi landasan hukum untuk melakukan transaksi pengadaan pembiayaan dan pengelolaan portofolio berbasis syari’ah. Berbeda dengan SUN, tujuan utama penerbitan sukuk selain untuk pembiayaan APBN, juga untuk pembiayaan kegiatan proyek pemerintah, terutama pembangunan infrastruktur.

Dalam perkembangannya, banyak pihak memposisikan keberadaan sukuk sama dengan SUN. Sukuk kini dipandang tidak lebih sebagai instrumen untuk menutupi defisit anggaran. Terlebih lagi, belum diketahui secara jelas apa dan bagaimana pemanfaatan dari sukuk yang sudah diterbitkan pemerintah selama ini. Padahal, jika dikaji lebih dalam, sukuk dengan ragam akadnya dapat dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan.

Mereposisi Tujuan
Dalam peta kebijakan fiskal, penerbitan SUN maupun sukuk termasuk dalam sumber pembiayaan dan pengelolaan portofolio utang negara. Pengelolaan utang selain terkait dengan cara mengisi kesenjangan pembiayaan, dalam jangka panjang juga berperan dalam pengelolaan portofolio yang mendukung kesinambungan fiskal. Hadirnya regulasi SUN dan sukuk menjadi standing appropriation bagi penerbitan instrumen utang dalam bentuk surat berharga negara.

Berbeda dengan SUN, keberadaan sukuk tidak lepas dari konsep fiskal dalam Islam. Sukuk tidak hanya berpotensi mengganti ketergantungan pemerintah terhadap utang, tetapi sukuk juga dapat menyerap dan mendayagunakan potensi dana menganggur di dalam negeri untuk membiayai proyek-proyek pemerintah. Tidak hanya itu, bagi industri perbankan dan keuangan Islam, sukuk juga dapat berfungsi sebagai instrumen keuangan untuk mengelola likuiditas dan portofolio.

Dengan karakternya yang khas, pemerintah hendaknya mereposisi tujuan penerbitan sukuk. Sukuk perlu dipetakan lebih jelas sebagai instrumen pembiayaan serta pengelola likuiditas dan portofolio. Tegasnya lagi, sukuk perlu diposisikan sebagai instrumen pembiayaan pembangunan fisik, pengelola excess and lack of liquidity, serta portofolio bisnis bagi industri perbankan dan keuangan syari’ah.

Mereposisi Sasaran
Dalam UU Sukuk terdapat pasal-pasal mengenai akad syari’ah yang dapat digunakan, yaitu: akad ijarah, akad mudarabah, akad musyarakah, dan akad ishtisna’a. Lebih jauh, sesungguhnya terdapat sejumlah akad strategis yang dapat menjadi sasaran guna merealisasikan pembangunan, utamanya pembangunan sektoral di Indonesia.

Pertama, sektor pertanian. Dalam ketetapan The Accounting and Auditing Organisation Of Islamic Financial Institutions (AAOIFI), investasi sukuk dapat berupa sertifikat hasil panen (muzara’a certificates), sertifikat irigasi (musaqa certificates), dan sertifikat pertanian (mugarasa certificates). Ketiganya jika diberdayakan dapat dimanfaatkan untuk membangun sektor pertanian. Belum lagi jika kita mendayagunakan sertifikat salam dan sertifikat mudharabah bil istishna’a.

Kedua, sektor keuangan mikro. Pemerintah melalui special purpose vehicle (SPV) dapat menerima dana investor individu atau korporasi atau dari pemerintah sendiri untuk dialokasikan pada institusi keuangan mikro yang produk atau jasanya diminati usaha mikro dan kecil (UMK) namun tidak memiliki modal kerja yang cukup untuk memenuhinya. Dengan menjaminkan assets pool dari sektor keuangan mikro, SPV dapat menggunakan akad ijarah, musyarakah, murabahah, istishna’a atau salam dalam penerbitan sukuk ini. Bahkan, tidak menutup kemungkinan menggunakan mudharabah untuk daily working capital.

Ketiga, pembangunan infrastruktur. Sudah banyak negara yang dapat menjadi contoh dalam memanfaatkan sukuk sebagai sarana membangun infrastruktur, diantaranya: perluasan bandar udara dan pembangunan Palm Island di Dubai; pembangunan rumah sakit (RS) di Bahrain dan Qatar; serta pembangunan RS Selayang, RS Tengku Ampuan Rahimah, perumahan pejabat pemerintah, dan kompleks perkantoran pemerintah serta infrastruktur energi, industri dan properti di Malaysia. Berkaca pada negara-negara tersebut, maka Indonesia pun dapat mengadopsi sukuk untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang saat ini mendesak, seperti: jalan, air minum, kelistrikan, dan rumah susun sederhana. Akad yang dapat digunakan adalah ijarah. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan kombinasi dengan akad syari’ah lainnya.

Mereposisi Strategi
Peran kebijakan fiskal dalam mendorong perekonomian nasional ditunjukkan oleh fungsi belanja negara yang ekspansif dan bersifat investasi. Belanja investasi diyakini dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Secara filosofis, sukuk hadir sebagai sarana investasi bagi individu, masyarakat, dan pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran terbesar untuk mengembangkan sukuk sebagai salah satu strategi dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan ekonomi.

Ke depan, pemerintah pun perlu mereposisi strategi guna mendukung reposisi tujuan dan sasaran penerbitan sukuk. Paling tidak ada 5 strategi yang dapat digunakan pemerintah. Pertama, membuat road map prioritas pembangunan fisik yang akan dibiayai sukuk. Kedua, melakukan strategic asset management terhadap aset negara. Ketiga, mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memanfaatkan sukuk pada sektor yang sesuai dengan bidangnya. Keempat, mendorong pemerintah daerah untuk mengalihkan dana pada pembangunan berbasis sukuk di wilayahnya. Kelima, dalam jangka menengah dan panjang pemerintah dapat menjadikan sukuk sebagai instrumen moneter alternatif selain Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

Belajar dari Wu Da Ying (1) (Jawa Pos Radar Jember, Perspektif, 7 Juli 2017, Hlm. 21 & 31)