TANTANGAN DAN PELUANG PERBANKAN DI TAPAL KUDA (Surabaya Post, 16 Maret 2009)

Oleh: Khairunnisa Musari (Mahasiswa S3 Ilmu Ekonomi Islam, Unair, Surabaya, dan Peneliti INSEF)

Pertumbuhan kredit di Jawa Timur pada 2008 lalu mencapai 25,47 persen dan loan to deposit ratio (LDR) sebesar 68,25 persen. Untuk wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) Surabaya, pertumbuhan kredit mencapai 29,34 persen, LDR 69,67 persen, dan non performing loan (NPL) sebesar 1,24 persen. Untuk KBI Malang, pertumbuhan kredit mencapai 24 persen, LDR 70,84 persen, dan NPL 1,26 persen. Untuk KBI Kediri, pertumbuhan kredit mencapai 23,93 persen, LDR 66,66 persen, dan NPL 0,31 persen. Sementara, untuk KBI Jember yang membawahi wilayah tapal kuda yang meliputi Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi, pertumbuhan kreditnya 20,57 persen, LDR 96,19 persen, dan NPL 0,57 persen.
Lebih jauh, kinerja intermediasi perbankan Jawa timur di wilayah kerja KBI Jember ini cukup menarik untuk disimak. Komposisi LDR-nya nyaris mengikuti komposisi financing to deposit ratio (FDR) perbankan syariah nasional yang bergerak dikisaran 100 persen. Artinya, dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun perbankan di wilayah kerja ini hampir sepenuhnya dikembalikan pada masyarakat melalui penyaluran kredit.

Posisi Desember 2008, kinerja bank umum di wilayah kerja KBI Jember mencapai aset Rp 9,25 triliun, DPK Rp 7,05 triliun, dan realisasi kredit Rp 6,67 triliun. Dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya (y-o-y), kinerja ini lebih baik. Aset yang terkumpul pada periode Desember 2007sebesar Rp 7,61 triliun, DPK Rp 5,85 triliun, dan realisasi kredit Rp 5,55 triliun.
Secara keseluruhan, LDR perbankan di wilayah Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi selama 2007-2008 ini berada dalam kisaran tingkat intermediasi yang melampaui rata-rata tingkat intermediasi perbankan di Jawa Timur dan nasional. Dengan waktu yang bersamaan, perbankan di wilayah Eks. Karasidenan Besuki ini juga mampu menurunkan NPL dari 1,45 persen menjadi 0,57 persen. Hal itu menunjukkan bahwa peningkatan penyaluran kredit di wilayah KBI Jember mengalami peningkatan yang diimbangi dengan membaiknya kualitas kredit.

Sektor Pertanian
Pada 2008, sektor pertanian menjadi kontributor terbesar bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi. Di Jember, sektor pertanian menyumbang PDRB 43,97 persen, di Bondowoso 48,34 persen, di Situbondo 31,97 persen, dan di Banyuwangi 49,25 persen. Data ini mengindikasikan, sektor pertanian masih merupakan kekuatan ekonomi utama di Eks. Karasidenan Besuki.

Tidak bisa dipungkiri, sektor pertanian memiliki peran besar dalam pembangunan perekonomian Jawa Timur dan menjadikan wilayah tapal kuda sebagai lumbungnya. Sektor ini tidak sekedar menjadi kontributor utama dalam pembentukan PDRB regional, tetapi juga menjadi sarana penyerapan tenaga kerja, sumber penerimaan devisa melalui kegiatan ekspor, sumber pendapatan masyarakat, penyedia bahan pangan dan bahan baku industri, serta penanggulangan kemiskinan.

Ketika ketahanan sektor perekonomian lain terganggu oleh krisis global, sektor pertanian masih berdiri kukuh menghadapi badai. Ketika sektor lain menunjukkan pertumbuhan negatif, sektor pertanian masih menorehkan pertumbuhan positif.

Tak pelak lagi, sektor pertanian yang kerap dipandang sebelah mata sesungguhnya menjadi penyelamat perekonomian. Sudah selayaknya, perbankan Jawa timur, utamanya di wilayah kerja KBI Jember, memberi perhatian lebih bagi sektor ini. Sektor pertanian sangat terkait dengan ketahanan pangan dan menjadi isu krusial yang harus dikelola dengan baik agar tidak menuai krisis sosial sebagai ikutan kesalahan dalam mengurus perut masyarakat.

Tantangan dan Peluang
Secara tegas dapat dikatakan bahwa lembaga keuangan perbankan memiliki peran strategis dalam jaring ketahanan pangan. Sayangnya, persoalan klasik dan mendasar yang menjadi kendala perbankan memberi pembiayaan bagi sektor pertanian adalah tidak terpenuhinya persyaratan feasible dan bankable. Ini adalah isu lama yang sampai sekarang belum sepenuhnya teratasi. Ini juga menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perbankan di wilayah kerja KBI Jember untuk membangun koordinasi dan komunikasi antar instansi daerah guna mencari jalan keluar.

Sebagai salah satu bagian dari perbankan nasional, perbankan syariah hendaknya memiliki keberpihakan lebih pada sektor pertanian dan menjadikannya sebagai sebuah tanggung jawab moral. Melalui pola bagi hasil, pembiayaan dari perbankan syariah terhadap sektor pertanian diharapkan tidak memberatkan. Pasalnya, bagi hasil yang dibayarkan kepada perbankan syariah akan disesuaikan dengan penerimaan sektor pertanian itu sendiri.

Ke depan, Pemerintah Daerah (Pemda) harus lebih berpikir keras untuk memperluas akses sektor pertanian kepada sumber modal. Salah satu upaya yang dapat digiatkan adalah pengembangan produk dan jasa pembiayaan nonbank, peningkatan skim penjaminan kredit, serta penyusunan kebijakan dan strategi nasional pengembangan lembaga keuangan mikro (LKM) sebagai sumber pembiayaan alternatif. Pemda hendaknya memiliki keberpihakan terhadap sektor pertanian melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Hijau. Mengenai seberapa besar alokasi yang dianggarkan, itu dapat disesuaikan dengan seberapa besar kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB setempat. Jika sektor pertanian sudah membuktikan kontribusinya bagi penerimaan APBD, maka sudah selayaknya pula Pemda membuktikan komitmennya bagi pengembangan sektor pertanian. Dan bagi perbankan di Eks. Karasidenan Besuki, dukungan pembiayaan menjadi harapan nyata sektor pertanian di sana...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENITU (Radar Jember, Perspektif, 17 April 2010, Hlm. 1)

2020, Menuju Less Cash Society (JemberPost.Net, 15 November 2019)

Kebangkitan Sukuk sebagai Instrumen Moneter (Harian Bisnis Indonesia, 25 November 2011)