OPINI NEWS SINDO 6 MEI 2008
Dilema Sebuah Kebijakan
Thursday, 6 May 2008
Thursday, 6 May 2008
Oleh:
Khairunnisa Musari Kandidat Doktor Unair, Peneliti Institute For Strategic Economics and Finance (INSEF)
Sejauh ini pemerintah sudah pasti menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun besaran harganya masih belum ditentukan. Opsi menaikkan harga BBM sangatlah dilematis. Bagaimana menyikapinya?
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2008, pagu anggaran subsidi energi mencapai Rp187,108 triliun. Dari nilai ini, Rp126,816 triliun dialokasikan untuk subsidi BBM dan Rp60,292 triliun untuk listrik. Atas dasar itu, penghematan konsumsi BBM bersubsidi merupakan salah satu skenario penting pemerintah dalam mengamankan APBN-P 2008.
Dalam kalkulasi Institute for Development of Economis and Finance (Indef), opsi menaikkan harga BBM sulit dihindari oleh pemerintah karena pilihan itu yang paling memungkinkan di tengah harga minyak dunia yang terus meroket. Keputusan menaikkan harga BBM akan langsung mengubah besaran indikator makroekonomi. Hal ini perlu dilakukan juga karena mengingat dampak serius yang harus diperhitungkan pemerintah terkait penurunan rasio tingkat pengembalian investasi di Indonesia.
Rekomendasi untuk menaikkan harga BBM cukup bisa dipahami dan logis mengingat lonjakan minyak dunia yang tajam. Asumsi APBN-P pun beberapa kali direvisi untuk menyesuaikan perkembangan harga minyak dunia. APBN-P 2008 akhirnya memakai asumsi volume total BBM sebesar 35,5 juta kiloliter. Asumsi harga Indonesia Crude Price (ICP) sebesar USD95 per barel. Dengan terus meningkatnya minyak dunia hingga melampaui USD118, ada potensi bagi pemerintah untuk tak kuasa menanggung subsidi yang membengkak. Terlebih banyak faktor lain yang berpotensi menambah bengkaknya defisit anggaran.
Inilah yang menjadi dilema pemerintah dalam menetapkan kebijakan ke depan. Di satu sisi,melonjaknya minyak dunia menjadi realitas yang tidak bisa dihindari negara manapun, termasuk Indonesia. Di sisi lain, masyarakat kebanyakan masih belum mampu menghadapi beban kenaikan BBM.
Titik Nadir dan Opsi Terakhir
Kenaikan harga minyak dunia dan opsi menaikkan BBM merupakan persoalan yang kompleks,multidimensi, dan mampu memberi efek luar biasa pada masyarakat. Hal inilah yang perlu dipahami bersama agar tidak begitu mudah menyalahkan dan menggampangkan persoalan yang tengah dihadapi.
Bagi Indonesia, kenaikan harga BBM berpengaruh langsung pada sisi fiskal, industri nasional, inflasi yang tinggi, tergerusnya pendapatan riil rumah tangga, dan tertekannya suku bunga ke atas. Masing-masing ini memiliki dampak ikutan yang lain yang pada akhirnya berinteraksi. Inilah yang akan menjadi efek domino bagi perekonomian Indonesia.
Saya kira, kita patut menghargai sikap pemerintah yang sejauh ini tidak tergesa-gesa menaikkan harga BBM. Ini artinya, pemerintah dapat mengambil pelajaran atas kebijakannya pada 2005 lalu menaikkan harga BBM terlampau tinggi dan memukul langsung dunia usaha dan rakyat kecil. Hal tersebut harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan.
Meski demikian, ancaman kenaikan harga minyak dunia masih belum usai. Jika minyak dunia terus melonjak, tentu ada saatnya bagi pemerintah untuk sampai pada titik nadir dalam menanggung subsidi BBM. Sembari tetap mengawasi perkembangan yang ada,akan lebih baik jika dari sekarang pemerintah bekerja keras untuk mengantisipasi lonjakan. Sebisa mungkin, pemerintah menjadikan kenaikan harga BBM sebagai opsi terakhir.
Mencari Jalan Lain
Tidak bisa dimungkiri, terus melonjaknya harga minyak dunia pada gilirannya tetap menjadikan opsi menaikkan BBM tidak terelakkan. Walau demikian, perlu direnungkan tujuan pembangunan sesungguhnya bukan sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi dan berbagai indikator makro. Pembangunan harusnya ditujukan kepada manusia sebagai objek. Dalam konteks ini, pemerintah perlu lebih mengedepankan dampak kenaikan harga BBM terhadap manusia daripada indikator-indikator ekonomi.
Untuk bisa menghadapinya, dibutuhkan kebijakan yang komprehensif, simultan, berkelanjutan, dan berpihak. Dalam jangka menengah dan panjang, perlu dipetakan kebijakan yang membuka ruang fiskal yang tidak menganut strategi tambal sulam, menguatkan kelembagaan pasar, memberikan insentif kepada sektor industri yang akan melakukan konversi energi ke energi alternatif lain, dan menambah lifting.
Untuk jangka pendek, perlu komitmen semua pihak untuk berhemat besar-besaran, berbelanja sesuai kebutuhan dan prioritas, mengajak pihak swasta untuk berperan serta dalam mengeliminasi dampak kenaikan minyak dunia,mencari sumber pemasukan lain, dan melakukan subsidi silang untuk menolong rakyat kecil. Tentu masih banyak lagi upaya yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan minyak dunia.
Hal terpentingnya, pemerintah harus bekerja ekstrakeras untuk menjamin terselamatkannya masyarakat menengah ke bawah,utamanya masyarakat miskin. Jika pemerintah tidak siap untuk itu, maka jangan memilih opsi tersebut. Bagaimana pun, pemerintahlah penanggung jawab terbesar seluruh nasib rakyat. Semoga bisa menjadi renungan. (*)
Komentar
Posting Komentar